Salin Artikel

Cerita Kepala Kejari Bandar Lampung, Kantornya Pernah Kemalingan Justru Beri Pelaku Restorative Justice

LAMPUNG, KOMPAS.com - Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandar Lampung Helmi pernah mengalami kejadian unik yang berkaitan dengan keadilan restoratif.

Kantor di mana Helmi bertugas kala itu kemalingan. Namun, Helmi pula yang justru membuat tuntutan para pelaku tidak dilanjutkan.

Ketika itu Helmi masih menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di salah satu kabupaten di Sumatera Selatan.

Baru sampai di kantor, Helmi mendapatkan laporan dari pegawainya kalau kantor kejaksaan itu kemalingan.

"Ada laporan, kantor kemalingan. Bukan barang berharga hanya besi-besi hollow buat bahan kanopi," kata Helmi akhir pekan kemarin.

Menurut Helmi, nilai kerugian akibat pencurian itu hanya sekitar Rp 400.000. Para pelaku pun diketahui merupakan beberapa pemuda yang tinggal di dekat kantor.

Lantaran nilai kerugian yang tidak seberapa banyak, tanpa pikir panjang, Helmi mengajukan keadilan restoratif kepada para pelaku.

Alasan lain pengajuan keadilan restoratif itu, kata Helmi, atas dasar kemanusiaan.

"Kerugian tidak banyak, pelaku juga anak-anak muda, ya sudahlah, saya ajukan restorative justice, meski saya juga korbannya," kata Helmi sambil terkekeh.

Pengajuan keadilan restoratif itu pun disetujui oleh Kejaksaan Agung.

Pidana sebagai jalan terakhir

Bagi Helmi, hukuman pidana untuk perkara-perkara yang ringan adalah jalan terakhir.

Prinsip utama setiap Helmi mengajukan keadilan restoratif adalah asas kemanusiaan (humanisme).

Hingga kini, setelah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dari 13 perkara yang diajukan mendapatkan keadilan restoratif, 10 perkara telah disetujui.

"Tiga perkara tidak disetujui," kata Helmi.

Keadilan restoratif adalah suatu metode yang secara filosofinya dirancang untuk menjadi suatu resolusi penyelesaian dari konflik yang sedang terjadi dengan cara memperbaiki keadaan ataupun kerugian yang ditimbulkan dari konflik tersebut.

Prinsip utama dalam keadilan restorative adalah penegakan hukum yang selalu mengedepankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan mengembalikan pola hubungan baik dalam masyarakat.

Menurut Helmi, hal ini juga kebijakan yang telah diterbitkan oleh Kejaksaan Agung Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restorative dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Bangun rumah restorative justice

Sebagai bentuk komitmen dalam pelaksanaan keadilan restoratif, Helmi dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandar Lampung pun membangun Rumah Restorative Justice.

Tempat ini diresmikan pada Senin (5/12/2022) dan bertempat di Sesat Agung Tiyuh Kedamaian Warga Balaw, Kecamatan Tanjung Karang Timur.

Menurut Helmi, pembentukan Rumah Restorative Justice ini menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara pidana di luar persidangan.

"Kita libatkan masyarakat, tokoh agama serta tokoh adat dalam upaya penegakan hukum bersama-sama dengan kejaksaan," kata Helmi.

Helmi menjabarkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar bisa mengajukan keadilan restoratif, diantaranya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dan ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun.

Kemudian, telah ada kesepakatan perdamaian korban dan tersangka serta nilai kerugian tidak lebih dari Rp 2,5 juta.

"Prinsip pentingnya adalah dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan," kata Helmi.

https://regional.kompas.com/read/2022/12/06/050200678/cerita-kepala-kejari-bandar-lampung-kantornya-pernah-kemalingan-justru-beri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke