Salin Artikel

Telur Busuk

Ternyata, yang tetap hangat hingga pagi ini, ialah headline pemberitaan terkait sang calon orang nomor 1 yang hendak bersafari ke Aceh, namun dihadiahi telur busuk dan kaus kaki busuk oleh orang tak dikenal.

Yang menarik dalam pemberitaan ini ialah diksi yang digunakan dalam pemberitaan. Mereka yang berkutat dalam studi pragmatik tentunya bak mendapat cendawan di musim hujan. Implikatur dan tindak tutur nama pisau bedahnya.

Implikatur itu sendiri merupakan maksud yang terkandung dalam ucapan yang biasanya tidak dinyatakan secara langsung. Implikatur ini muncul saat seseorang melakukan tindak tutur.

Hymes memberikan akronim SPEAKING untuk memahami apa yang ingin disampaikan seseorang saat bertutur. Ringkasnya, semua kata itu bermakna saat melekat pada konteksnya.

Berikut beberapa konteks yang menarik untuk dibedah terkait peristiwa telur busuk.

Pertama, Juru Bicara DPP Partai Demokrat mengeluarkan pernyataan bahwa pelemparan tersebut merupakan perbuatan memalukan (Tempo, 4/12/22).

Kedua, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat menyatakan hal tersebut merupakan perbuatan pengecut dan tidak bertanggung jawab (detikNews, 4/12/22).

Ketiga, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem menganggap kalau itu pekerjaan orang yang tidak waras (Kompas.com, 4/12/22).

Ketiga sumber sama-sama menyikapi insiden telur busuk dan kaus kaki busuk. Ketiganya memberikan respons yang sama, yakni menyayangkan terjadinya peristiwa tersebut. Bedanya? Tentu saja ada!

Sik toh, ojo kesusu. Ini bukan membanding-bandingke ala lagu dangdut viral itu. Ini tentang bahasa dan kekuasaan. Siapa yang merasa berkuasa, dia yang berhak menggunakan bahasa. Berat, ya?

Pernyataan pertama, memalukan. Memalukan siapa? Mengapa mesti malu?

Kata memalukan dibebani makna ‘menyebabkan, memberi malu’. Sebagai pembaca, kita mesti bertanya-tanya, yang dilempari telur busuk dan kaus kaki busuk ialah kantor DPW NasDem. Mengapa juru bicara DPP Partai Demokrat menganggap ini memalukan?

Barangkali ini ada hubungannya dengan stigma yang beredar di masyarakat bahwa jika ada yang melempari rumah kita dengan telur busuk (terutama di dalam sinetron-sinetron bertema hidayah) itu artinya kita telah berbuat keburukan atau niradab.

Pertanyaan lanjutan, apakah dalam kasus ini NasDem telah berbuat keburukan? Tidak, bukan? Artinya mereka tidak perlu malu karena memang tidak melakukan perbuatan tak beretika.

Lantas, siapa yang seharusnya malu? OTK? Namanya saja orang tak dikenal. Di sinilah perlu kejelian pembaca.

Mengapa diksi orang tak dikenal ini yang digunakan oleh Ketua DPW Partai NasDem Aceh? Apakah sang ketua bisa memastikan kalau si pelaku tidak dikenal olehnya maupun anggotanya?

Terus, apakah tertutup kemungkinan si pelaku adalah orang yang dikenal?

Sejatinya, kalimat dicukupkan pada kantor DPW NasDem dilempari telur busuk dan kaus kaki busuk. Titik. Jangan mengambil keputusan awal sebelum ada kepastian dari pihak berwajib terkait si pelempar, apakah orang yang dikenal atau tidak dikenal.

Kedua, pernyataan perbuatan pengecut dan tidak bertanggung jawab. Diksi pengecut tentu diarahkan pada si pelempar, bukan?

Sebetulnya, kata pengecut tidak cocok digunakan oleh Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat karena makna yang terkandung di dalamnya ialah ‘penakut’. Apakah mungkin seorang penakut berani melakukan perbuatan tersebut?

Paradoks. Si pelempar tentu tidak akan berani melempar jika dia tahu bahwa perbuatan tersebut akan berurusan dengan penegak hukum.

Pertanyaan lanjutan, jika sejatinya ia memang penakut, namun tetap berani mengeksekusinya, mengapa ia sampai berani? Di sini jelas bahwa ia bukanlah pengecut.

Ketiga, perbuatan orang tidak waras. Di pemberitaan lain, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem ini menggunakan diksi orang iseng (Tempo, 3/12/22).

Nah, secara kebahasaan, diksi ini masih berterima akal sehat. Waras memiliki makna ‘sehat jasmani dan rohani’, sedangkan iseng ‘perbuatan perintang waktu’. Sang Wakil Ketua Umum Partai Nasdem cukup pas dalam menggunakan diksi.

Seseorang yang waras tentunya dapat mengontrol perkataan dan perbuatan. Perbuatan melempar telur busuk dan kaus kaki busuk tidak mungkin dilakukan orang waras.

Ingat, waras atau tidaknya seseorang tidak dapat dilihat dari indikator kesehatan jasmani saja. Seseorang yang mengalami gangguan pemikiran, bisa saja bertubuh sehat bugar.

Pun, orang iseng, namanya saja iseng. Berkaitan dengan kewarasan, tidak mungkin orang waras iseng-iseng membuang telur busuk dan kaus kaki busuk sembarangan, terlebih ke kantor DPW Partai Nasdem.

Memang benar pepatah lama berkata, cerek berisi susu hanya akan mengeluarkan susu, tidak mungkin kopi atau teh.

https://regional.kompas.com/read/2022/12/05/07300061/telur-busuk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke