Salin Artikel

Kisah Mereka yang Berjuang Tangkap Momen Puncak Gerhana Bulan Total

KOMPAS.com - Dana sengaja pergi ke alun-alun Lumajang hari itu, Selasa (8/11/2022).

Tak sendiri, Warga Kabupaten Lumajang, Jawa Timur (Jatim) itu sengaja mengajak anak lelakinya yang berusia lima tahun.

Hari itu kedatangan mereka ke alun-alun bukan tamasya semata, tetapi juga untuk menyaksikan keindahan fenomena gerhana bulan total yang jarang terjadi.

Bukan hanya Dana dan buah hatinya, sejumlah warga Lumajang bersama Arya Wiraraja Astronomy club dan Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama' (LFNU) telah berkumpul di alun-alun untuk menyaksikan detik demi detik Bumi, Bulan, dan Matahari ada dalam posisi sejajar.

Peralatan yang dibutuhkan untuk memantau fenomena gerhana bulan total itu pun telah terpasang.

Rencananya, warga yang sudah berkumpul akan diberikan kesempatan untuk melihat gerhana bulan total itu dengan menggunakan teleskop.

Namun niat Dana memberikan pengalaman langka ini kepada sang buah hati belum bisa terwujud, cuaca tak mendukung rencana mereka, hujan turun mengguyur Lumajang sore itu.

"Sayang sekali cuacanya tidak mendukung, sengaja bawa anak saya biar dia tahu, sambil belajar juga kan," kata Dana, Selasa (8/11/2022).

Hubungan masyarakat (Humas) Arya Wiraraja Astronomy Club, Faisal Febriansyah mengatakan, pihaknya memang sengaja mengundang masyarakat untuk menyaksikan gerhana bulan total bersama-sama di alun-alun Lumajang.

Selain memberi kesempatan untuk melihat fenomena itu dengan lebih jelas, Faisal menjelaskan, pihaknya pun berencana memberikan edukasi seputar gerhana kepada warga.

"Kecewa sudah tentu, tetapi berhubung faktor cuaca adalah hal yang ada di luar kontrol kami, maka kami hanya bisa ikhlas dan menerima keadaannya, kekecewaan semakin tinggi karena hal ini telah lama kami nantikan," ujar Faisal.

Bersyukur meski tak melihat utuh

Kondisi nyaris serupa juga dialami mahasiswa dan para pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Mereka datang ke Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, untuk menyaksikan gerhana bulan total dari lantai tiga gedung kampus tersebut.

Pengamatan mulai dilakukan sejak pukul 17.00 Wita, namun hingga puncak fenomena tersebut, gerhana bulan total tak kunjung terlihat akibat cuaca mendung.

"Gerhananya tidak terlihat utuh dan bersih karena awan. Tadi itu kan kita pantau di horison timur, tapi kelihatannya kotor sehingga tidak utuh," kata Kepala Pusat Studi Astronomi IKIP Muhammadiyah Maumere, Adi Jufriansah.

Adi menyampaikan, awan mendung menyelimuti langit Maumere sejak pukul 11.00 Wita dan diperkirakan hingga pukul 23.00 Wita.

Bahkan, dia menambahkan, hujan lebat serta angin kencang sempat menerjang Kabupaten Sikka sekitar pukul 14.00 Wita.

Meski tak bisa melihat secara jelas, Adi mengaku tetap bersyukur masih berkesempatan menyaksikan langsung fenomena langka tersebut.

"Kita masih bisa lihat, ketimbang di beberapa wilayah lain itu yang gelap sama sekali. Kita dapat tadi itu setelah fase total sekitar pukul 19.04," ucapnya.

Langit cerah menjelang puncak

Awan hitam tebal di atas Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), sempat dikhawatirkan akan menutupi pandangan menuju gerhana bulan total.

Padahal, menurut pantauan Kompas.com, warga mulai berdatangan ke Planetarium Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang sejak pukul 15.00 WIB.

Selain melihat simulasi gerhana, pemaparan film, dan berdiskusi, kedatangan mereka ke lokasi itu tentu untuk menyaksikan gerhana bulan total melalui teleskop.

Tiga teleskop telah terpasang di lokasi observasi untuk menyaksikan fenomena blood moon yang akan dimulai pada pukul 17.45 WIB hingga 19.20 WIB.

Operator teleskop Planetarium UIN Walisongo Semarang, Ikhsan, mengatakan bahwa mendung melanda wilayah tersebut sejak sore.

"Kalau tertutup awan tebal, pakai teleskop pun tidak bisa terlihat," kata Ikhsan.

Beruntung, cuaca di Ngaliyan berubah cerah pada sekitar pukul 18.00 WIB, sehingga teleskop milik Planetarium UIN Walisongo Semarang bisa menangkap momen puncak gerhana bulan total.

Salah satu pengunjung yang hadir, Anin Azlihah, mengaku antusias dan puas bisa menyaksikan secara jelas gerhana bulan total.

Mahasiswa jurusan Ilmu Falak UIN Walisongo Semarang itu merasa senang karena tiap warga yang datang diberi kesempatan secara bergantian melihat gerhana bulan melalui teleskop.

"Ini baru pertama kali, senang sekali bisa lihat gerhana bulan secara langsung," ungkapnya.

Kepala Planetarium UIN Walisongo Semarang, Ahmad Syifaul Anam menjelaskan, acara kali ini bukan hanya bertujuan untuk mengajak warga melihat keindahan gerhana bulan total.

Dia berharap, observasi ini bisa mematahkan mitos-mitos yang berkaitan dengan gerhana bulan di Indonesia, seperti ibu hamil dilarang keluar rumah saat gerhana.

"Kami juga ingin menghilangkan mitos-mitos semacam itu. Sekalipun itu khazanah budaya kita, harus kita apresiasi, tapi kegiatan semacam ini bisa dijadikan pembelajaran kepada pendidik," pungkas Ahmad.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontibutor Lumajang, Jawa Timur, Miftahul Huda, Kontributor Maumere, Serafinus Sandi Hayon Jehadu, Kontributor Semarang, Sabrina Mutiara Fitri | Editor: Pythag Kurniati, Dheri Agriesta, Robertus Belarminus)

https://regional.kompas.com/read/2022/11/09/130037478/kisah-mereka-yang-berjuang-tangkap-momen-puncak-gerhana-bulan-total

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke