Salin Artikel

Dedi Mulyadi Temukan Satu Keluarga Hanya Makan Nasi dan Garam

KOMPAS.com - Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menemukan satu keluarga di Kampung Sukamanah, Desa Cigelam, Kecamatan Babakan Cikao, Purwakarta, Jawa Barat, hanya makan dengan nasi dan garam.

Keluarga tersebut hidup di rumah bedeng yang berada di lahan milik Jasa Marga berdekatan dengan jalan tol.

Fenomena kemiskinan itu ditemukan Dedi saat dia melakukan blusukan sebagaimana biasanya.

Awalnya, Dedi masuk ke sebuah rumah bedeng yang tidak layak huni; Kemudian ia bertanya kepada penghuni rumah tersebut.

"Sudah pada makan belum?" tanya Dedi saat masuk ke rumah tersebut dilansir Kompas.com dari YouTube Kang Dedi Mulyadi.

Keluarga tersebut baru saja makan nasi dengan lauk potongan mentimun yang dimasak bumbu cikur.

Menurut sang ibu, Mimin, ia baru hari ini makan dengan lauk seperti itu, biasanya mereka hanya makan nasi dengan garam atau penyedap rasa.

Sehari-hari keluarga tersebut hidup dari penghasilan kepala keluarga, Agus Deni, yang berjualan minuman keliling di pasar malam dan acara hiburan. Dalam satu hari mereka biasa mendapatkan uang Rp 20.000 hingga Rp 50.000.

"Hujan terus jadi lagi sepi, paling bawa uang Rp 20.000 hingga Rp 50.000 sehari. Itu juga sudah habis untuk beli beras," katanya.

Saat ini Agus dan Mimin masih menghidupi dua anaknya yang masih kecil, satu di antaranya sudah bersekolah SD. Sementara anak paling besar bekerja sebagai tukang parkir di rest area dengan penghasilan Rp 30 ribu per hari.

"Sehari parkir kadang dapat Rp 70.000, dipotong uang kas karang taruna Rp 30 ribu. Itu uangnya untuk bantu beli makan," ucap Mimin.

Kang Dedi kemudian mengecek kondisi dapur keluarga tersebut. Benar saja mereka tidak memiliki bahan pokok seperti beras dan lauk pauk. Bahkan gas untuk memasak dan air galon dalam kondisi habis.

Kondisi rumah keluarga tersebut pun memprihatinkan. Mereka tinggal di sebuah bedeng beralaskan tanah, berdinding triplek dan kain sarung.

Dikonfirmasi via sambungan telepon, Kamis (3/11/2022), Dedi Mulyadi mengatakan bahwa rumah bedeng yang berada di pinggir tol tersebut sebanyak 18 unit, termasuk yang ditempati Mimin dan keluarganya.

Menurut Dedi, sebagian penghuni bedeng itu berasal dari daerah sekitar Purwakarta, seperti Karawang. Namun Mimin sendiri adalah asli warga Purwakarta.

"Mereka rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka sebagian adalah urban. Awalnya tinggal di hutan, namun karena hutan terkena tol, akhirnya mereka tinggal di pinggir tol," kata Dedi.

Kemiskinan kultural

Dedi mengatakan, ia melihat tetangga Mimin masih mengumpulkan kayu bakar untuk memasak. Sedangkan Mimin selama ini ia tergantung pada gas melon untuk masak dan air galon untuk minum.

"Jadi hari ini adalah hari kematian bagi keluarga ini? Kompor mati, gas mati kosong, galon mati tidak mengalir, uang juga tinggal Rp 500," ucap Kang Dedi.

Menurut Kang Dedi ini adalah salah satu contoh mengapa kemiskinan masih menjamur di masyarakat Indonesia.

Seperti keluarga Mimin yang ketergantungan terhadap kompor gas, padahal sumber daya alam untuk kayu bakar masih sangat banyak. Begitu juga air minum yang harus beli berupa galon.

"Kayu bakar tidak dipakai, kemudian pakai gas beli Rp 25.000 sampai Rp 35.000. Air pakai galon, beli lagi, duit lagi, beras harus beli lagi, ikan harus beli lagi, listrik beli lagi, sekolah harus jajan, sedangkan duit yang dicari gak setiap hari didapat kadang Rp 20.000, kadang Rp 50.000 atau kadang tidak ada. Karena semua tergantung sama uang, orang bisa mati," beber Dedi.

Ia pun mengkritik anak-anak Mimin yang setiap hari hanya menonton televisi tanpa kegiatan. Hal tersebut menimbulkan hawa lapar pada anak, namun tak ada yang bisa dimakan.

"Nah, kalau anak cari kayu bakar punya kegiatan tidak hanya nonton TV. Pulang bisa dapat jamur, bisa dapat nangka jatuh, pisang jatuh, mangga yang jatuh tergantung rezekinya dapat apa. Datang ke rumah masak pakai kayu gratis, selama berjalan ada yang nyuruh dapat uang untuk beli beras. Karena saya pernah ngalamin seperti itu sehingga hidupnya kreatif," katanya.

"Nasib yang seperti ibu ini banyak. Ini yang dimaksud kemiskinan kultural, kemiskinan karena perubahan budaya hidup," sambung Kang Dedi.

Jika saja keluarga tersebut tidak tergantung pada hal-hal tersebut seperti memanfaatkan kayu bakar, memasak air untuk minum, maka hidup akan lebih makmur karena tidak tergantung pada hal yang sifatnya harus dibeli.

Kang Dedi Mulyadi pun memberikan sejumlah uang kepada Mimin sebagai bekal hidup. Ia meminta uang hasil jualan suaminya ditabung untuk tambahan modal usaha. Sementara untuk makan satu bulan ke depan bisa memanfaatkan uang yang baru saja diberi.

https://regional.kompas.com/read/2022/11/03/211753978/dedi-mulyadi-temukan-satu-keluarga-hanya-makan-nasi-dan-garam

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke