Salin Artikel

Kisah Orang dengan HIV Punya Keturunan Sehat hingga Satukan Cinta yang Hampir Kandas

BENGKULU, KOMPAS.com - YY (37), seorang pria berperawakan sedang berwajah cerah terlihat sibuk menyusun laporan kegiatan pendampingan orang dengan HIV yang menjadi tanggungjawabnya di Kantor Yayasan Peduli Sosial Nasional (Pesona), Kota Bengkulu.

Yayasan Pesona merupakan sebuah lembaga berfokus pada kegiatan pendampingan orang dengan HIV.

Terdapat enam orang pendamping pada Senin (17/10/2022) siang itu, saat kompas.com bertandang ke Kantor Yayasan Pesona.

YY terlihat menonjol. Sesekali dia berpindah dari satu kursi ke kursi lain memastikan laporan para pendamping benar. YY terlihat aktif berdiskusi tekait persoalan-persoalan yang ditemukan para pendamping lain di lapangan.

Di balik kegesitan dan keceriaan YY, dia adalah orang dengan HIV yang memilih jalan hidup menjadi pendamping orang dengan HIV.

YY mengaku mengidap HIV sejak 13 tahun lalu, kala ia masih aktif mengonsumsi putaw.

HIV tak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh YY, tetapi juga sempat membutakan mata hingga membuatnya lumpuh beberapa tahun.

Selain rasa sakit yang dialami, YY juga harus berhadapan dengan diskriminasi masyarakat dan pemerintah saat awal dia divonis HIV pada 2009.

"Saya pengguna putaw, lalu tahun 2009 saya divonis positif HIV. Karena minimnya informasi mengenai HIV, saya menikah dan istri saya juga terkena HIV," ujar YY membuka cerita dengan wajah berseri.

Sejauh ingatan YY, selama 2009 hingga 2013 dia tidak merasakan kondisi fisiknya drop akibat HIV. Dalam periode ini pula, dia masih mengonsumsi narkoba jenis sabu.

Di tahun 2013, YY ditangkap polisi karena membawa sabu. Di dalam bui, secara berangsung kondisi tubuhnya semakin menurun hingga dia sempat mengalami kebutaan (macular degeneration), linglung, hingga lumpuh.

"Saya ketergantungan dengan sabu. Saat ditangkap polisi, dua hari tak konsumsi sabu fisik drop. Saya sempat alami kebutaan, lumpuh, diare di penjara. Pihak penjara angkat tangan akhirnya saya dirawat di rumah," kata YY.

"Setelah dirawat di rumah saya dibantu Yayasan Pesona mengembalikan kepercayaan diri dan kesehatan lalu saya dirawat di rumah sakit selama dua tahun," kenangnya.

Selama empat bulan menjalani perawatan di rumah sakit, pengelihatan YY membaik. Memasuki tahun kedua perawaratan, kakinya yang sempat lumput mulai berangsur pulih.

"Saya bersyukur mata sudah bisa melihat lagi kaki bisa berjalan lagi sekarang. Saya seperti anak kecil memulai belajar berjalan pelan-pelan merayap di dinding. Padahal saat itu dokter sudah menyerah," jelasnya.

YY mengaku pertama kali mengenal Yayasan Pesona dari temannya yang sesama pengguna putaw dan lebih dulu direhab.

"Dari Yayasan Pesona saya mendapatkan bimbingan, konsultasi, pendampingan hingga mengakses obat Antiretroviral (ARV) yang harus dikonsumsi secara disiplin seumur hidup," ungkap dia.

"Saat mengetahui saya HIV dunia saya seperti berakhir. Namun pendamping dari yayasan Pesona menguatkan bahwa banyak contoh orang dengan HIV hidup panjang umur. Lalu saya bergabung menjadi pendamping di Yayasan Pesona."

Memilih menjadi pendamping

Pilihan hidup menjadi pendamping orang dengan HIV, bagi YY adalah keputusan bulat setelah dia mengalami sendiri bagaimana menderitanya orang dengan HIV baik secara fisik, mental dan stigma sosial.

Ia juga menegaskan, pilihan tersebut merupakan bentuk penebusan dosa yang pernah ia lakukan. Dia tidak ingin hanya berpangku tangan ketika ada orang lain yang baru terpapar HIV tidak mendapat pendampingan.

"Saya merasakan pedihnya fisik dan mental mengidap HIV diawal sakit, selain itu saya takut kalau mereka tidak didampingi kasihan akan menularkan pada anak dan isteri. Maka dari itu, saya disiplin menjadi pendamping saat ini. Ada ratusan orang dengan HIV yang saya dampingi," ungkap dia.

Saat ini kondisi kehidupan YY sungguh membahagiakan bersama istrinya yang juga orang dengan HIV. Kendati demikian, mereka berhasil dikaruniai dua anak yang negatif HIV.

"Saya memecah stigma negatif orang dengan HIV tetap bisa memiliki kehidupan yang normal, anak yang banyak serta masyarakat yang menerima saya dengan terbuka. Saya bersyukur atas semua ini. Bahkan saya berencana akan terus punya anak banyak," tambahnya tertawa lepas.

Menyatukan cinta hingga temani orang dengan HIV yang ditelantarkan

Dalam perjalanannya menjadi pendamping orang dengan HIV, YY mengaku berhasil menyatukan banyak cinta yang nyaris kandas.

Salah satu pengalaman yang tak terlupakan baginya adalah perjalanan seorang anggota polisi pria yang divonis HIV, dua bulan sebelum menikah.

Saat mengabarkan hal tersebut ke calon pengantinnya, pihak perempuan menangis karena keluarga meminta pernikahan dibatalkan.

Beruntung, dengan bantuan YY dan istri, pernikahan keduanya berjalan dengan lancar.

"Saat itu ada seorang anggota polisi positif HIV padahal dua bulan lagi hendak menikah. Mengetahui itu pihak perempuan hendak membatalkan pernikahan, perempuannya menangis sedih, saya diminta menjadi pendamping. Saya sempat bingung memulai dari mana. Lalu saya bawalah istri dan anak saya sebagai testimoni bahwa HIV tidak menakutkan, bahwa orang dengan HIV tetap bisa memiliki keturunan dan hidup layaknya manusia lainnya," kenang dia.

Dalam pertemuan itu, YY dan istri menunjukkan kepada pasangan tersebut bahwa dia dan istrinya positif HIV selama belasan tahun, tetapi memiliki anak yang sehat, tidak terpapar HIV.

"Saya bahkan memastikan membawa surat keterangan dokter yang menyebut anak saya tidak dengan HIV. Selain itu kehidupan saya dan istri sehat saja sampai detik ini. Mendengar kesaksian saya, pihak keluarga perempuan melunak dan tetap bisa menerima anggota polisi yang positif HIV, lalu mereka menikah," ujar YY haru.

YY juga pernah mendapat permintaan untuk membujuk seorang pekerja seks yang memiliki bayi. Diduga pekerja seks dan bayinya itu terpapar HIV tetapi tidak bersedia melakukan tes dengan berbagai alasan.

"Lagi-lagi, saya bawa anak dan istri ke hadapan perempuan itu. Saya lihat bayinya sudah alami sariawan tanda dugaan gejala HIV. Saya testimoni lagi di hadapan perempuan itu bahwa jangan takut untuk tes dan ikuti program pendampingan. Akhirnya bersedia dites dan menjalani proses pengobatan," kata YY.

YY juga pernah mendampingi orang dengan HIV yang diasingkan keluarga selama berbulan-bulan namun terlambat penanganan hingga meninggal dunia.

"Selama berbulan-bulan dia diasingkan di ruangan khusus, piring khusus, ghelas khusus, lalu saya datang saya gendong bawa ke RSUD untuk mendapatkan perawatan. Sayang beberapa hari kemudian dia meninggal dunia karena lambatnya penanganan," kenangnya.

Ia menyesalkan masih banyak masyarakat yang menganggap HIV dapat menular lewat gelas, cangkir, air liur dan lainnya padahal hal tersebut tidak benar. Hal ini terjadi karena masih minimnya pendidikan informasi seputar HIV. Padahal kata dia orang dengan HIV justru harus mendapatkan penanganan cepat tidak dengan diasingkan.

Saran untuk orang dengan HIV

Diakhir cerita YY menyarankan pada orang dengan HIV baru untuk menjaga pola hidup sehat, minum obat ARV secara disiplin, tidak bergadang malam, jauhi alkohol, optimisme hidup, dan sering cek viraload (adalah istilah yang digunakan untuk merujuk jumlah / banyaknya virus di dalam darah seseorang).

Untuk masyarakat umum ia menyarankan jangan takut untuk mengikuti tes HIV karena lebih baik dari awal daripada tahu belakangan.

"Jauhi virusnya bukan orangnya," tegas YY.

Terakhir saran pada pemerintah ia berharapa pemerintah dapat memperbanyak layanan kesehatan orang dengan HIV termasuk adanya p[rogram cek hepatitis C.

"Cek hepatitis C sangat diperlukan bagi kami. Di Bengkulu belum ada," tutup dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/10/19/094106478/kisah-orang-dengan-hiv-punya-keturunan-sehat-hingga-satukan-cinta-yang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke