Salin Artikel

Cerita Bupati Luwu Utara Peristiwa Banjir Bandang Masamba, Penyebab hingga Recovery

JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir bandang pernah melanda Masamba, Luwu Utara pada Juli 2020 silam.

Begitu besarnya bencana tersebut, hingga kini masih dilakukan recovery meski sudah 2 tahun berlalu.

Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani menuturkan, sebanyak 1.005 rumah yang rusak berat ditargetnya rampung diperbaiki pada Desember 2022.

"Kalau rehabilitasinya, lahan dan rumah masih berlangsung, hunian tetap target kami Desember ini semuanya tuntas, 1.005 unit. Itu yang rusak berat," kata Indah, saat berkunjung ke kantor Kompas.com, di Jakarta, Jumat (30/9/2022).

Indah mengatakan, total ada 4.000-an rumah yang akan diperbaiki oleh pemerintah, baik melalui CSR swasta atau dana stimulan.

Untuk warga yang rumahnya rusak sedang dan ringan, akan diberi bantuan masing-masing Rp 25 juta dan Rp 10 juta.

"Jadi, warga yang membenahi, tapi nanti di-reimburse oleh pemerintah, yang batasannya kalau enggak salah (rusak) sedang Rp 25 juta, rusak ringan Rp 10 juta. Itu ditanggung oleh pemerintah," ujar dia. 

Tahun ini, BNPB disebut akan memberi bantuan Rp 21 miliar untuk fasos fasum.

"Itu masih sangat jauh dari kebutuhan, karena kami hitung untuk kerugian lahan saja sekitar Rp 8 triliun," ujar Indah.

Untuk pemulihan ini, Indah menyebut dalam dokumen rencana rehab, rekon pasca bencana banjir bandang itu didesain per 5 tahun.

Pemerintah pusat hingga Kementerian PUPR terlibat dalam pemulihan di sana. Seperti Kementerian PUPR yang akan membuatkan tanggul-tanggul.

Indah menyebut, perlu ada 7-11 sabo dam yang dibutuhkan dibangun di Sungai Rongkong.

Karena pendangkalan di hilir, hujan sedikit air di sungai tersebut mudah meluap. Minimal jika tidak ada sabo dam, perlu ada normalisasi sungai tersebut.

"Tahun depan kalau enggak salah sabo dam, untuk penangkap sedimen pasir. Kalau didesain dari direktorat sabo itu 7-11 dibutuhkan. Tapi, karena kondisi keuangan negara kita, tahun depan itu 1, walaupun kami usul kalau bisa 2," ujar dia.


Faktor alam dan manusia

Indah menuturkan, penyebab banjir bandang pada 2020 silam karena faktor alam dan manusia.

Saat itu, di hari H+1 hingga 2 minggu setelah kejadian, ada 44.000 orang yang terdampak dari 6 kecamatan.

Faktor alam penyebab kejadian ini diduga karena siklus 40 tahunan di hulu.

Pepohonan besar di hulu secara alami akan mengalami penuaan hingga menyebabkan lapuk.

"Kalau sekitar 40 tahunan dia secara alami dia tua, kayu itu kan pasti lapuk, kalau dia lapuk tergerus turun jatuh. Dia akan membawa semua vegetasi yang ada di bawahnya," ujar dia.

Dia menepis adanya faktor manusia seperti penggundulan hutan di kawasan hulu.

Faktor alam berikutnya, karena kemerengan lereng di hulu hingga 46 derajat. Kemudian, struktur lerengnya banyak dari granit kambuno, bebatuan pasir, yang membuat mudah terjadi longsoran.

"Dia kayak yang gampang pecah, gampang retak. Jadi tanahnya itu tidak mengikat, kurang mengikat. Kalau tanah liat relatif dia kuat mengikat," ujar dia. Kalau dia terjadi longsoran, cepat sekali dia. Kalau tanah, kan dia pelan-pelan," ujar dia.

Faktor siklus 40 tahunan ini diperkuat dengan temuan struktur batuan pasir yang menopang di bawah hunian warga di hilir. 

Meterialnya sama dengan yang dibawa banjir bandang itu. Artinya, struktur tanah dan sebagainya yang terbentuk itu adalah material yang pernah dibawa oleh banjir beberapa puluh hingga tahun ratusan tahun lalu.

Banjir bandang ini menjadi semakin parah karena di hilir sudah berdiri pemukiman, pertanian, dan perkebunan warga.

Air tanahnya menjadi tergerus. Ini adalah faktor yang berasal dari manusia.

https://regional.kompas.com/read/2022/10/06/150713778/cerita-bupati-luwu-utara-peristiwa-banjir-bandang-masamba-penyebab-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke