Salin Artikel

Gamelan Kiai Guntur Madu dan Nyai Guntur Sari Ditabuh, Perayaan Sekaten Keraton Solo Dimulai

SOLO, KOMPAS.com - Perayaan Sekaten di Keraton Solo, Jawa Tengah, resmi dimulai dengan ditabuhnya dua gamelan, Kiai Guntur Madu dan Nyai Guntur Sari di halaman Masjid Agung Solo, Sabtu (1/10/2022) siang.

Dua gamelan pusaka Keraton Solo ini sebelumnya diarak para abdi dalem dari halaman Keraton Solo menuju ke halaman Masjid Agung.

Seperangkat gamelan Kiai Guntur Madu ditaruh di bangsal selatan dan gamelan Nyai Guntur Sari di bangsal utara.

Warga sejak pagi sudah tampak memadati halaman di Masjid Agung Solo untuk menantikan para abdi dalem keraton memainkan gamelan pusaka.

Bangsal atau lokasi gamelan Kiai Guntur Madu dan Nyai Guntur Sari sudah dihiasi dengan janur (daun kelapa muda).

Begitu juga di sekitarnya, para penjual kinang juga tampak berderet melayani para pembeli.

Namun, pembeli kinang tidak serta merta bisa langsung mengunyah kinang tersebut. Sesuai tradisi Jawa, kinang akan dikunyah bersama-sama dengan ditabuhnya gamelan Kiai Guntur Madu dan Nyai Guntur Sari.

Setelah doa dipanjatkan, dua gamelan pun dimainkan para abdi dalem Keraton Solo dengan mengenakan pakaian tradisional Jawa.

Permaisuri Raja Keraton Solo GKR Pakubuwana XIII ikut menyaksikan ditabuhnya dua gamelan tersebut.

Pada saat bersamaan, warga tanpa diperintah langsung menguyah kinang yang sudah ada di tangan.

Sebagian warga berebut janur yang menghiasai bangsal gamelan, baik sisi selatan maupun utara.

Tafsir Anom Keraton Solo, KRT Muhtarom mengatakan, Sekaten adalah upacara adat keraton yang setiap tahun diadakan. Tahun ini kembali digelar dengan meriah setelah dua tahun lalu tidak berlangsung hanya dipusatkan di keraton.

"Alhamdulillah tahun ini bisa kita laksanakan kembali dan menjadi event tahunan keraton dan Masjid Agung selaku tempat diselenggarakannya Sekaten," ungkap Muhtarom.

Sekaten, lanjut dia, merupakan warisan budaya Islam dari para walisanga di Demak kemudian dilestarikan sampai di Mataram dan Solo hingga saat ini.

"Sekaten ini memilik makna sahadatain. Orang Jawa mengatakan Sekaten, kalimat syahadat menjadi kalimasodo. Jadi ini merupakan sebuah upacara adat dan tradisi mengusung gamelan oleh para wali menjadi alat dakwah yang efektif di Jawa ini," kata dia.

Dia menambahkan, gamelan yang ditabuh ini ada dua melambangkan bahwa hidup ini berpasang-pasangan. Kemudian untuk nginang yang ada di tradisi Sekaten memiliki makna.

"Islam itu memiliki rukun Islam. Rukun Islam itu ada lima, maka dengan menginang atau nginang itu terdiri dari suruh. Suruh melambangkan dua kalimat syahadat, gambir melambangkan shalat, ada enjet adalah puasa, terus susur itu zakat dan kembang kantil itu haji," ungkap dia.

"Empat unsur ini pahit semua. Suruh, membaca kalimat syahadat susah juga. Artinya butuh komitmen, butuh perjuangan. Shalat juga butuh perjuangan, puasa juga pahit. Artinya kalau semua dijalankan secara simultan sudah bagus," sambung Muhtarom.

https://regional.kompas.com/read/2022/10/01/164623878/gamelan-kiai-guntur-madu-dan-nyai-guntur-sari-ditabuh-perayaan-sekaten

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke