Salin Artikel

Gerombolan Mafia Tanah di Lampung Ditahan Polisi, dari Notaris hingga Juru Ukur BPN

LAMPUNG, KOMPAS.com - Gerombolan mafia tanah ditangkap aparat Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Lampung.

Komplotan ini mengambil alih lahan seluas 10 hektar yang sudah dimiliki 55 KK di Desa Malang Sari, Kecamatan Tanjung Sari, Lampung Selatan.

Direktur Ditkrimum Polda Lampung, Komisaris Besar (Kombes) Reynold Hutagalung mengatakan, ada lima pelaku yang telah ditangkap.

Kelima pelaku ini beragam profesi namun saling berkelindan, mulai dari notaris hingga PNS Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Kejahatan pertanahan di lahan milik warga Desa Malang Sari, Lampung Selatan yang berdampak pada 55 KK masyarakat yang menghuni di lokasi itu," kata Reynold di Mapolda Lampung, Jumat (30/9/2022).

Reynold menambahkan, dalam kasus ini ada dugaan pemalsuan surat dan keterangan palsu dalam akta otentik.

Adapun lima orang pelaku yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus mafia tanah ini adalah SJO (80) pensiunan Polri, SYT (68) kepala kampung, dan SHN (64) camat.

Kemudian FBM (44) juru ukur BPN Lampung Selatan, dan RA (49) pejabat pembuat akta tanah (PPAT) di Lampung Selatan.

Kronologi kasus mafia tanah

Reynold menjelaskan, kasus mafia tanah ini berawal dari SJO yang menjual objek tanah kepada AM (saksi). Objek tanah yang berada di Desa Malang Sari itu diatasnamakan milik SJO.

"SJO mendapatkan keuntungan dari transaksi jual beli sejumlah Rp 900 juta," kata Reynold.

Menurut Reynold, tanah seluas 10 hektar itu sebenarnya sudah ditempati dan dimiliki oleh warga Desa Malang Sari, Lampung Selatan.

Namun, untuk "mengesahkan" kepemilikan, SJO meminta kepada SYT selaku Kepala Desa Gunung Agung, Lampung Timur membuat surat keterangan.

"Objek tanah ada di Desa Malang Sari, tapi dibuatkan surat keterangan seolah sudah dimiliki oleh SJO sejak tahun 2013," kata Reynold.

SYT sendiri mendapatkan upah sebesar Rp1 juta.

"Surat keterangan ini dibuat tahun 2020 dan digunakan oleh AM sebagai dokumen untuk menerbitkan akta tanah," kata Reynold.

Sementara itu, SHN selaku camat menguatkan surat keterangan itu dengan membubuhkan tanda tangan dan cap stempel.

Dengan surat keterangan itu, RA selaku PPAT membuat akta jual beli (AJB) antara SJO dengan AM, padahal dalam penandatanganan itu tidak semua pihak menghadap notaris.

"RA mendapatkan Rp30 juta dengan menerbitkan 6 AJB antara SJO dengan AM," kata Reynold.

Adapun tersangka FBM berperan tidak melapor bahwa ada pihak lain yang telah menguasai objek tanah. FBM kemudian melakukan pengukuran sehingga diterbitkan SHM di lokasi tersebut.

"FBM mendapatkan upah sebesar Rp2,5 juta untuk melakukan pengukuran objek tanah itu," kata Reynold.

Sedangkan AM sendiri masih berstatus sebagai saksi dalam kasus ini. Reynold mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman kasus.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/30/162058478/gerombolan-mafia-tanah-di-lampung-ditahan-polisi-dari-notaris-hingga-juru

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke