BENGKULU, KOMPAS.com - Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Bengkulu serta Aparat Penegak Hukum (APH) Wilayah Hukum Bengkulu, sepakat mendukung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu melegalkan aktivitas pemungutan limbah (limpasan) batu bara yang terdapat di badan sungai Bengkulu.
Wakapolda Bengkulu Brigjen. Pol. Umardani menyampaikan bahwa langkah pemerintah memberi izin aktivitas pemungutan limpasan batu bara ini secara aturan tidak melanggar hukum.
Meski legal, aktivitas tersebut diharap jangan sampai disalahgunakan masyarakat, agar badan sungai tidak rusak karena aktivitas alat yang digunakan.
"Jadi aturan teknis juga harus kita buat, jangan sampai nanti alat berat masuk ke dalam sungai. Intinya harus kita atur secara rinci siapa dan apa saja yang boleh mengambil limpasan batu bara tersebut," ungkap Brigjen. Pol. Umardani saat mengikuti jalannya Rapat Koordinasi Pengelolaan Sungai Bengkulu Dalam Upaya Pengendalian Banjir, di Ruang Cempaka I (Garuda) Balai Raya Semarak Bengkulu, Rabu (28/9/2022).
Hal senada dikatakan Ketua DPRD Provinsi Bengkulu Iksan Fajri. Menurutnya, pemungutan limpasan batu bara di dasar sungai itu bisa dilegalkan, mengingat aktivitas tersebut memuat potensi perekonomian bagi masyarakat dan membuat sedimentasi sungai berkurang.
"Jadi ini sangat jelas, selain dapat mengurangi pendangkalan, pemungutan sisa batu bara itu memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat dan nelayan tradisional," jelasnya.
Sementara itu dijelaskan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, dari rapat koordinasi bersama Forkopimda Provinsi Bengkulu, Balai Wilayah Sungai Bengkulu, beberapa OPD teknis Provinsi Bengkulu, Pemkot Bengkulu dan Pemkab Bengkulu Tengah, sepakat membentuk Kelompok Kerja (Pokja) untuk membuat produk hukum agar masyarakat punya dasar hukum ketika mengambil limbah batu bara di badan sungai.
Hal ini termasuk membentuk badan hukum pengelola, mekanisme penjualan dan alat apa yang boleh digunakan.
"Saya minta dalam waktu dekat ini bisa selesai sehingga segera bisa melakukan aktivitas pengambilan limpasan batu bara secara legal, sehingga bisa membantu mengurangi sedimentasi yang menyebabkan pendangkalan sungai," terang Gubernur Rohidin usai pimpin rapat tersebut.
Gubernur Rohidin juga menerangkan bahwa permasalahan utama terjadinya banjir di sejumlah wilayah di Provinsi Bengkulu belakangan ini adalah adanya kerusakan daerah aliran sungai.
Di mana, terdapat aktivitas pertambangan di hulu yang membuat lingkungan sekitar rusak, lalu ada penyempitan daerah tengah karena adanya kegiatan masyarakat seperti penggunaan sarana pertanian dan aktivitas lainnya serta daerah hilir yang mengalami sedimentasi akibat limbah dan semacamnya.
"Jadi menurut penilaian kami, bukan sebuah masalah ketika masyarakat diizinkan mengambil sisa-sisa pecahan batu bara yang hanyut karena hanya akan membuat sungai terjadi pendangkalan," pungkas Gubernur Bengkulu ke-10 ini.
Kritikan aktivitas lingkungan
Sementara itu kebijakan Pemprov Bengkulu direstui penegak hukum dikritik sejumlah organisasi lingkungan.
Yayasan Kanopi menilai keputusan ini menunjukkan pemerintah dan aparat penegak hukum secara tidak langsung telah melegalkan buruknya model pertambangan batu bara di hulu Sungai Bengkulu sehingga memproduksi begitu banyak limbah atau limpasan yang dibuang ke dalam sungai.
Yayasan Kanopi mengatakan dalam persoalan ini pemerintah daerah telah gagal atau sengaja tutup mata dengan praktik penambangan batu bara yang serampangan selama bertahun-tahun sehingga mereka dengan bebas membuang limbah pencucian batu bara ke Sungai Bengkulu sehingga memperburuk sedimentasi atau pendangkalan sungai.
Dengan keputusan ini lemahnya pengawasan dan penindakan terhadap aktivitas penambangan yang tidak taat aturan lingkungan semakin terbukti.
Pernyataan dari para pihak tersebut juga membenarkan bahwa memang batu bara yang ada di dalam sungai berasal dari tambang yang ada di hulu sungai.
Padahal, perusahaan seharusnya tidak melakukan pembuangan limbah ke sungai dengan keadaan batubara ikut terbawa. Limbah yang dibuang adalah yang sudah melalui proses pengendapan sehingga yang dibuang berupa air yang tidak membawa butiran batu bara.
Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) terdapat delapan izin usaha pertambangan batu bara di hulu Sungai Bengkulu. Dari delapan perusahaan tersebut lima sedang aktif yakni PT Ratu Samban Mining (ada 2 IUP), PT Bengkulu Bio Energi, PT Inti Bara Perdana, PT Kusuma Raya Utama, dan PT Griya Pat Petulai.
Sedangkan PT Danau Mas Hitam izin usaha pertambangannya sudah habis sedangkan dua perusahaan belum beroperasi kembali yaitu PT Cipta Buana Seraya dan PT Bara Mega Quantum.
Saat ini pula ada 6.000 pelanggan PDAM kota Bengkulu masih menjadikan air Sungai Bengkulu sebagai sumber air baku. Padahal, berdasarkan penelitian pada 2015, analisis kualitas air sungai sub DAS hilir sungai Bengkulu tercemar berat berdasarkan indeks storet sungai bagian hulu, tengah hilir.
Direktur Program dan Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu menyatakan justru seharusnya pemerintah menindak perusahaan tambang yang tidak taat terhadap kaidah keselamatan lingkungan.
“Proses pelegalan ini menunjukan bahwa pemerintah tidak becus melakukan pengawasan kepada perusahaan tambang yang seenaknya saja membuang limbah sedimen maupun butiran bekas galian ke sungai,” kata Olan.
Ia pun menilai pelegalan masyarakat yang mengumpulkan batu bara di sungai tidak menyelesaikan persoalan pendangkalan sungai, banjir, kualitas air sungai yang rusak jika proses ekploitasi serampangan pertambangan batu bara di hulu tidak dihentikan.
Untuk itu, ia mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi dan penindakan tegas kepada perusahaan tambang batubara yang ada di hulu Sungai Bengkulu.
https://regional.kompas.com/read/2022/09/30/103448978/aktivitas-ambil-batu-bara-di-sungai-bengkulu-dilegalkan-dikritik-aktivis