Salin Artikel

Usut Dugaan Korupsi Rp 166 Miliar di Kota Bima, KPK Disebut Panggil 3 Kontraktor

Ketiga pemilik perusahaan itu dipanggil untuk dimintai keterangan terkait laporan dugaan korupsi proyek rehab dan rekon senilai Rp 166 miliar.

Ketiga kontraktor yang dipanggil lembaga anti rasuah itu masing-masing berinisial W, J dan IK.

Sebelum memanggil ketiga kontraktor itu, KPK dikabarkan telah memeriksa dua pejabat Pemkot Bima yakni Kadis PUPR dan BPBD beberapa waktu lalu.

Salah satu kontraktor inisial W yang dikonfirmasi mengakui telah menerima surat panggilan dari KPK. Dalam surat itu, ia diminta memberikan keterangan.

"Ya, selain saya, ada dua kontraktor lain juga dipanggil. Perihal surat itu pengambilan keterangan, dan kami diminta hadir untuk memberi keterangan di kantor BPKP Mataram," kata dia saat dikonfirmasi, Rabu (28/9/2022).

Kepada wartawan, W memastikan akan kooperatif menghadiri panggilan KPK.

Selain dipanggil untuk diminta keterangan, W mengaku juga dimintai penyidik untuk membawa sejumlah dokumen seperti buku rekening perusahan dan milik pribadi.

"Termasuk juga diminta dokumen proyek yang dikerjakan," tuturnya.

W merupakan salah satu dari sejumlah kontraktor yang memenangkan tender proyek rehab dan rekon pascabanjir 2017 dengan total nilai proyek mencapai Rp 166 miliar.

Saat ditemui Rabu (28/9), W membenarkan bahwa perusahannya telah memenangkan sejumlah paket proyek rehab dan rekon di Dinas PUPR dan BPBD Kota Bima.

"Ya, ada enam paket proyek yang perusahaan saya kerjakan pada tahun 2019 dan 2021," ujarnya.

Pada enam paket proyek itu dengan nilai anggarannya bervariasi. Mulai dari paling besar dengan angka Rp 5,3 miliar hingga terkecil Rp 100 juta.

Sementara pekerjaan fisik, kata W, meliputi pekerjaan jalan dan drainase serta pembuatan talud di perumahan relokasi Oi Fo'o. Kemudian, pekerjaan pipanisasi air bersih di Kelurahan Paruga.

Namun W membantah mengerjakan proyek rehab dan rekon tersebut. Ia menyebut, perusahaannya digunakan oknum yang mengaku keluarga pejabat.

Saat itu, oknum tersebut meminjam perusahaan miliknya untuk ikut tender proyek miliaran rupiah tersebut.

Ketika perusahaannya memenangkan lelang, lanjut W, proyek-proyek tersebut langsung diambil alih oleh keluarga dekat oknum pejabat Pemerintahan Kota Bima.

Sementara W mengaku hanya dilibatkan sebagai pelaksana dengan sistem gaji tanpa mendapat kompensasi.

"Betul, saya hanya sebatas pemilik perusahaan. Dipinjam, semacam atas nama saja. Saya hanya disuruh kerja sebagai pelaksana. Sedangkan yang kendalikan proyek adalah keluarga pejabat itu," ujar W

Meski dilibatkan sebagai pelaksana, W mengakui tidak mendapat fee sepersen pun dari sejumlah paket proyek yang dikerjakan.

Karena setelah pencairan, kata dia, anggaran langsung diambil oleh oknum yang menggunakan perusahaannya.

Dia juga mengaku tidak terlalu dilibatkan ataupun mengetahui anggaran yang seharusnya dikelola oleh pihak ketiga untuk pengadaan barang dan jasa didua instansi tersebut.

W mengaku hanya menandatangani kontrak ketika perusahaan miliknya menang tender serta berkas permohonan pencairan uang.

"Waktu tandatangan berkas, saya cuma lihat nilainnya saja. Tapi setelah pencairan, uangnya langsung diambil oleh dia semua (keluarga pejabat. Yang dikasi ke saya dalam bentuk gaji sebagai pelaksana," tuturnya.

Terkait panggilan KPK, dirinya akan hadir sesuai jadwal yang ditentukan. Bahkan dirinya siap membongkar fakta yang sebenarnya terjadi dilapangan dihadapan penyidik.

"Saya akan bongkar semuanya," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/28/082040078/usut-dugaan-korupsi-rp-166-miliar-di-kota-bima-kpk-disebut-panggil-3

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke