Salin Artikel

Cerita Warga Sukoharjo Manfaatkan Air Hujan, Diyakini untuk Terapi Pengobatan Penyakit, Ini Tanggapan Dinkes

Pengolahan air hujan ini telah dilakukan Wahyu sejak tahun 2019, bersamaan dengan berdirinya Sekolah Air Hujan Banyu Bening Puspo Sukoharjo.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Rukun Tetangga (RT) 002, RW VI itu mengatakan, tujuan dirinya mendirikan sekolah air hujan ini adalah untuk mengadakan gerakan memanen air hujan.

Pendirian sekolah air hujan ini juga tak lepas dari peran kakak Wahyu, Agus. Agus merupakan dekan sekolah vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Ia ditawari kakaknya untuk membuat gerakan tersebut.

"Saya mau dan saya buat ini (sekolah air hujan). Dan ini juga untuk menggerakkan masyarakat untuk berpikirlah tentang air hujan. Gerakan air hujan ini juga untuk mengurangi dampak kekeringan dan banjir," kata Wahyu memulai ceritanya ketika di rumahnya di Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (7/9/2022).

Dalam gerakan ini, kata Wahyu, dirinya mendapatkan bagian spesialisasi terapi air hujan.

Untuk mendukung gerakannya itu, Wahyu memiliki dua tandon air masing-masing berukuran 1.000 liter.

Pada tandon itu terdapat paralon yang dipasang di genteng rumahnya agar ketika turun hujan air bisa langsung masuk. Sekaligus sebagai filter agar air hujan yang masuk tandon kondisinya bersih.


Berdasarkan hasil pengecekan yang telah dilakukan bahwa air hujan memiliki kandungan pH 6,5-7 dan lebih bersih dibandingkan dengan air tanah. Selain untuk terapi pengobatan, menurutnya, air hujan ini juga dapat dikonsumsi sehari-hari.

Wahyu juga bercerita sejak berdirinya sekolah air hujan dirinya tidak pernah membeli air untuk kebutuhan minum. Ia mengolah sendiri air hujan yang ada tandon penampungan sebagai kebutuhan sehari-hari.

"Kalau untuk air minum cukup ditampung, disaring, dimasak. Keuntungannya banyak. Untuk kesehatan lebih bagus, untuk penghematan warga bagus. Karena orang di sini itu beli air," terang dia.

Wahyu mengungkapkan jika digunakan untuk pengobatan, air hujan yang berada di bak penampungan itu harus diproses dengan penguraian suatu elektrolit oleh arus listrik pada sel elektrolisis (disetrum).

Proses elektrolisasi bertujuan untuk meningkatkan kandungan pH air hujan. Untuk satu liter air hujan membutuhkan waktu sekitar 1 jam elektrolisasi.

"Supaya pH-nya naik. Jadi pengalaman kami di Banyu Bening Indonesia Ph air hujan yang disetrum naik 9,3-9,5. Satu liter air hujan itu butuh waktu 1 jam. Kalau satu galon itu kira-kira butuh 24 jam baru bisa mencapai pH segitu (9,5)," ungkap dia.

"Kemudian dipisahkan antara asam dan basa. Alatnya itu bisa memisahkan. Ukurannya berbeda," sambung Wahyu.

Menurut Wahyu untuk air hujan yang asam hasil proses elektrolisasi digunakan sebagai pengobatan penyakit luar. Caranya adalah dengan disemprotkan pada bagian yang sakit atau luka.

"Kalau yang asam itu untuk obat luar. Luka, bekas luka bakar, luka lama, eksim, atau gatal-gatal itu bisa sembuh," terang dia.


Kemudian air hujan yang basa hasil elektrolisasi, diyakininya dapat digunakan sebagai terapi pengobatan penyakit dalam.

Banyak warga dari berbagai daerah di Solo raya, Purwokerto, dan lain-lain yang datang ke rumah Wahyu untuk terapi pengobatan dengan menggunakan air hujan tersebut.

Para pasien yang datang ke rumahnya ada yang mengeluhkan sakit asam lambung, gula darah, asam urat, kolestrol dan lain-lain. Wahyu pun menyarankan untuk terapi pengobatan penyakit dalam minimal sehari harus minum 1,5 liter air hujan yang telah diolah tersebut.

"Karena memang ini terapi jadi harus banyak (minum) dan rutin," tegas dia.

Dalam sehari, Wahyu bisa menghabiskan dua galon air hujan yang telah diolah secara elektrolisasi sebagai terapi pengobatan. Wahyu tidak pernah memungut biaya sepeser pun dari pasien alias gratis.

"Kalau yang ke sini itu saya tidak pernah menghalangi ke dokter. Malah saya suruh ke dokter. Obat dokter silakan, air hujan ini harus diminum. Kalau sembuh Alhamdulillah karena kita hanya sebagai perantara," terangnya.

"Tidak ada tarif. Ini sifatnya sedekah air hujan. Jadi yang ke sini itu tidak pernah saya tarik biaya," tambah Wahyu.

Penjelasan dinas

Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo Tri Tuti Rahayu mengatakan, belum menerima laporan terkait praktik pengobatan menggunakan elektrolisasi air hujan di Kecamatan Bendosari, Sukoharjo.

Menurut dia air hujan mengandung korosi dan basa. Kalau digunakan sebagai terapi pengobatan masih harus dilakukan analisis dan pemeriksaan lebih lanjut melalui laboratorium.

"Saya belum berani memastikan (bisa untuk pengobatan apa tidak). Karena harus ada analisis dan pengecekan laboratorium air hujan ini mengandung apa-apa yang sudah dialiri listrik dan lain-lain. Kapasitasnya di dalamnya harus ada pemeriksaan khusus. Saya belum berani menyatakan aman atau tidak kalau belum ada pemeriksaan lebih lanjut," kata Tri Tuti dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (9/9/2022).

Pihaknya mengatakan akan meninjau ke lokasi praktik untuk mengetahui kebenaran terkaik praktik pengobatan elektrolisasi dengan menggunakan air hujan.

Mengenai pembukaan praktik tersebut, kata dia, semua yang berkaitan dengan kesehatan manusia harus berizin.

"Kalau hubungannya dengan kesehatan manusia harus berizin. Kedua laporan belum ada saya cek dulu ke bawah kebenarannya," jelas dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/10/123406378/cerita-warga-sukoharjo-manfaatkan-air-hujan-diyakini-untuk-terapi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke