Salin Artikel

Sejarah Monumen Pers Nasional Solo, Saksi Lahirnya Radio Pertama Pribumi dan Berdirinya PWI

Hiruk-pikuk kendaraan berlalu lalang seolah tak menggoyahkan ketekunan tiga pria yang berdiri memandang sebuah papan pengumuman berbahan aluminium dilapis kaca.

Ukuran papannya sekira panjang 4 meter dan lebar 1 meter, ditopang oleh tiga kaki besi setinggi pinggang orang dewasa.

Papan pengumuman dilengkapi sebuah kanopi dengan bagian atap bergelombang. Di dalam papan berlapis kaca tadi terpampang lembaran-lembaran aneka artikel dari empat media cetak terbitan lokal dan nasional.

Di sudut paling kiri papan berkaca, tampak seorang pria bercelana pendek biru kaus putih polos dengan rambut hampir memutih menghiasi kepala.

Garis jejak kerutan penanda keriput mulai kelihatan di lengan dan sudut mata pria yang hanya beralas kaki sendal karet.

Sambil sekali-sekali membetulkan letak kacamata berlis hitam tebal yang terkadang melorot ke ujung cuping hidung, ia tampak takzim membaca artikel yang mengulas fluktuasi harga saham di Bursa Efek Indonesia.

Di sebelahnya, dengan perawakan tak jauh beda, ada seorang bapak berjaket merah kusam. Mulut sedikit menganga seolah terpana dengan berita kilas soal rencana gila salah satu orang terkaya dunia memindahkan manusia ke Planet Mars.

Di ujung paling kanan, pria lebih muda, bercelana jins biru kaus kerah warna senada dan sepatu sneaker, beberapa kali tangan kirinya mengepalkan tinju ke udara.

Terdengar suara lumayan keras dari pelantang mini yang tersemat ke lubang kuping. Samar-samar terdengar suara mengentak musik tekno seperti hendak meloncat dari pelantang hitam yang terhubung dengan gawai canggih si pria muda yang tersimpan di saku celana.

Sepertinya si pria muda sedang menikmati musik jedag jedug kesukaannya sambil membaca artikel telaah pertandingan dua klub sepak bola ternama di negaranya Ratu Elizabeth II.

Begitulah keseharian di halaman depan Monumen Pers Nasional, sebuah gedung kokoh abu-abu empat lantai berdiri angkuh tepat di seberang bundaran yang mempertemukan Jl Gajah Mada dan Jl Yosodipuro, Kota Surakarta.

Papan layanan baca yang berdiri tegak di sayap kiri halaman depan Monumen Pers Nasional adalah sudut favorit warga untuk membaca koran gratis yang terbit di hari itu.

Membaca koran sendiri kini menjadi sebuah pemandangan langka ketika beragam informasi bisa didapat dengan mudah dalam hitungan sekejap lewat kemajuan teknologi digital dengan internet sebagai panglimanya.

Itu pula sebab, mengapa banyak industri pers media cetak gulung tikar dibuatnya.

Berdiri pada 1918 atas perintah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunegara VII, gedung itu dulunya bernama Societeit Sasono Soeko Mangkunegaran.

Letaknya di sebelah barat Pura Mangkunegaran.

Sasono Soeko adalah satu dari tiga bangunan societeit yang pernah ada di Surakarta selain Societeit Harmoni dan Societeit Habiproyo.

Perancangnya adalah Mas Aboekassan Atmodirono, arsitek pribumi pertama di Nusantara.

Pria kelahiran Wonosobo, 18 Maret 1860 itu nasibnya sungguh beruntung karena pernah merasakan sekolah untuk anak-anak Belanda dan bangsa Eropa lainnya, Europeesche Lagere School atau ELS.

Bersama Mangkunegara VII, keduanya memadukan kultur Timur dan Barat pada tampilan bangunan. Perkumpulan Budi Utomo menjadi wadah bertemunya Mangkunegara VII dan Mas Aboekassan karena keduanya aktif di organisasi itu.

Menurut buku "Monumen Pers Nasional: Spirit Journalist of Indonesia", gaya Timur desain gedung diwakili oleh bentuk cakrik atau fasad menyerupai Candi Borobudur.

Sedangkan gaya Barat terlihat dari bentuk jendela, pintu, dan langit-langit yang tinggi, khas arsitektur art deco Eropa di masa itu.

Sebagai lokasi pertemuan, Sasono Soeko pernah dijadikan tuan rumah rapat pendirian Solosche Radio Vereeniging (SRV) atau Perkumpulan Radio Solo pada 1 April 1933.

Inilah stasiun radio pertama yang dimiliki pribumi dengan format siaran soal budaya ketimuran. Dikelola oleh Sarsito Mangunkusumo, insinyur lulusan Techniche Hogeschule Delft, Belanda dan bergelar Raden Mas.

Ia tangan kanan Mangkunegara VII untuk urusan infrastruktur publik yang dibangun Pura Mangkunegaran.

SRV adalah cikal bakal lahirnya Radio Republik Indonesia. Panitia tender kantor pertama SRV dibentuk oleh keponakan Sarsito, yakni Ir Sediyatmo, penemu pondasi bangunan cakar ayam yang terkenal.

Mengutip buku Babad Sala, studio SRV berhasil berdiri di atas lahan pemberian Mangkunegara VII seluas 6.000 m2 yang berlokasi di Kampung Kestalan.

Pada 29 Januari 1936, siaran SRV mulai mengudara diawaki para angkawasan pejuang seperti Sarsito.

Sasono Soeko sempat pula menjadi markas Palang Merah Indonesia Surakarta dan tempat rapat Bumiputera pada 1934.

Pemrakarsanya adalah Sumanang, BM Diah, Sumantoro, Mashudi Darmosugito, Safiudin, RM Sadono Dibjowirojo, RM Darmosugondo, Surono, dan Sulistio.

Ide Monumen Pers Nasional muncul pada peringatan dasawarsa PWI, 9 Februari 1956 yang ditandai berdirinya Yayasan Museum Pers Indonesia, di antaranya dimotori Rosihan Anwar dan BM Diah.

Sebagai modal awal adalah koleksi buku dan majalah yang dikumpulkan Soedarjo Tjokrosisworo.

Saat kongres di Palembang pada 9 Februari 1970, tercetuslah niat membangun Museum Pers Nasional dan disempurnakan lewat Kongres Tretes tiga tahun setelahnya menjadi Monumen Pers Nasional.

Tepat saat peringatan empat windu PWI, 9 Februari 1978, Monumen Pers Nasional diresmikan oleh Presiden RI Kedua, Soeharto, di atas lahan negara seluas 2.998 meter persegi.

Sasono Soeko pun dipilih sebagai bagian Monumen Pers Nasional.

Terdiri dari satu unit bangunan induk dijadikan convention hall, dua unit bangunan berlantai dua mengapit sayap kanan-kiri untuk Balai Budaya dan Wisma.

Satu unit lainnya yang berlantai empat di belakang bangunan induk digunakan untuk ruang dokumentasi, konservasi, dan preservasi.

Pada bangunan utama, yaitu Sasono Soeko, yang menjadi bagian depan Monumen Pers Nasional dilakukan penambahan ornamen seperti lambang negara Garuda Pancasila yang dipasang di puncak gedung.

Kemudian dibuat pula ornamen empat naga telentang menghiasi pintu masuk monumen yang dinamai Catur Manggala Kura.

Lambang Garuda dan Catur Manggala Kura adalah ciptaan seniman patung terkemuka Surakarta, Udiyanto Kursin.

Sejak 22 Juni 2015 lewat Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 210/M/2015, Monumen Pers Nasional ditetapkan sebagai cagar budaya nasional.

Bangunan Monumen Pers Nasional juga dilindungi oleh Undang-Undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

SUMBER: Indonesia.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/09/04/111500878/sejarah-monumen-pers-nasional-solo-saksi-lahirnya-radio-pertama-pribumi-dan

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke