Salin Artikel

Mengenal Kain Tenun Ikat Tanimbar

Saat turun dari pesawat, Kepala Negara beserta Ibu Negara Iriana Jokowi dikalungkan kain tenun khas Tanimbar oleh salah satu penari dari Sanggar Tari Malisngorar.

Kepala Negara dan rombongan juga disambut dengan tarian selamat datang di Bumi Duan Lolat.

Kain tenun ikat khas Tanimbar

W. Pattinama dalam tulisannya yang berjudul Kain Tenun Tradisional Tanimbar di Kabupaten Maluku Tenggara Barat menyebut kain tenun adalah ketrampulan bagi msyarakat Tanimbar sejak dari leluhur mereka.

Kain tenun juga menjadi salah satu komponen yang ada dalam lambang daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang dikenal dengan Kepulauan Tanimbar.

Selain menjadi ciri khas kerajinan, kain tenun juga memiliki nilai adat yang sakral dalam pelaksanaan adat istiadat.

W. Pattinama menulis sejak dulu masyarakat di Tanimbar sudah mengetahui cara menenun.

Mereka akan mengolah daun lontar dan seratnya dianyam hingga menyerupai kain lalu dipakai sebagai penutup tubuh.

Berbeda dengan daerah Maluku lainnya, leluhur orang Tanimbar sudah mengenakan anyaman daun lontar untuk menutupi tubuh mereka.

Dengan perkembangan waktu, mereka memakai kapas untuk dipintal dan dijadikan benang untuk menenun. Kala itu banyak pohon kapas tumbuh di wilayah Pulau Yamdena.

Hal serupa juga dilakukan saat upacara pernikahan hingga pelantikan kepala desa.

Pada umumnya kain tenun bagi masyarakat Tanimbar dianggap sebagai barang yang cukup berharga.

Dari awalnya menggunakan serat daun lontar, masyarakat beralih menggunakan benang dengan bahan dasar kapas sehingga kain tenun lebih bertahan lama.

Di Tanimbar sanggar-sanggar tenun sudah jarang memintal dari bahan kapas untuk pembuatan kain tenun.

Mereka lebih banyak memakai benang yang sudah dijual dipasaran untuk menenun karena lebih praktis.

Sehingga kain yang dibuat lebih cepat selesai dan cepat bisa dijual atau
untuk dipakai sendiri atau untuk keperluan adat.

Kain tenun pada masyarakat Tanimbar terdapat hampir pada semua desa dengan motif yang berbeda antara desa satu dengan desa lainnya.

Sebagain besar penenun adalah perempuan. Sejak dulu, saat anak perempuan sudah beranjak dewasa maka dia akan diajari menenun.

Dahulu, mereka membuat kain tenun dengan tiga warna yakni hitam, kuning dan merah.

Warna hitam didapatkan dari daun taru. Sementara warna kuning didapatkan dari pohong bengkudu atau nengwe. Sedangkan untuk warna merah, mereka menggunakan kulit pohon mangrove yang disebut dengan tongke/mange-mange.

Saat ini penenun jarang menggunakan benang yang terbuat dari kapas karena menenun membutuhkan waktu lebih lama, kain agak berat sehingga kurang diminati pembeli lokal.

Mereka lebih suka menggunakan benang pabrik dengan pewarna kain pabrikan.

Para penenun yang sebagian besar perempuan akan mengerjakan satu helai kain selama tiga hari jika dikerjakan dari pagi sampai sore.

Namun jika dikerjakan di antara pekerjaan rumah tangga lainnya, satu lembar kain akan diselesaikan dalam waktu 7 hari.

Pada umumnya penenun di Tanimbar akan mengerjakan kain tenun seorang diri mulai dari awal pembuatan motif hingga selesai.

Motif biasanya akan dibuat terlebih dahulu di sehelai kertas. Pada umumnya motif kain tenun baik klasik maupun modern tak berbeda jauh.

Motif ini berfungsi sebagai pemujaan terhadap roh-roh tertentu, kehidupan leluhur yang diciptakan secara simbolik dalam bentuk keindahan yang diabstrakkan.

Ada motif yang melambangkan keperkasaan seperti anak panah, bendera atau manusia tanpa kepala yang melambangkan perang antar desa.

Ada juga motif geometris dalam bentuk tumpal, palang, swastika, belah ketupat, empat persegi dan lain sebegainya.

Ada juga ragam hias kunci/kait, pilin ganda dan lain-lain.

Pada motif kain tenun klasik, ada banyak beragam motif di dalamnya. Sementara untuk motif modern, pada satu kain tak banyak motif dan banyak dikombinasikan dengan motif kriustik bentuk bunga cengkeh, bunga larat dll.

Ada juga kain tenun yang disebut kain sinun yang biasanya digunakan untuk pembungkus jenazah.

Di kain sinun, terdapat motif tumpal dan bgaian dalamnya ada motif kprak empat per segi dan diapit motif kait/kunci yang melambangkan peti mati.

Di sisi lain terdapat motif kepala, kaki dan tangan manusia yang terpisah yang melambangkan kematian.

Di bagian ujung dilukis motif pohon hayat dengan puncak mengarah ke luar.

Ada juga kain tenun salendang yang dikenal dengan nama arabil ira. Motifnya adalah ikan yang sedang makan umpan yang menggambarkan kekayaan alam masyarakat Selaru.

Motif-motif lain adalah motif anjing (siaha), kembang dengan jambangan, lebah (niri), sarang lebah, perahu (abo), ruas bambu/temar akar, dan bulan sabit (wulan lihir).

Ada juga motif ular cincin/ular fangat, kembang enau, kuncup/tandan enau, kenari (iwar ihin), katak/kodok, bunga luang kecil, hias sula (laor), lipan/kaki seribu, tali tiga, jagung, tali sembilan, kain kapas hingga motif tulang ikan.

Total ada 41 motif yang ada di tenun kain Tanimbar.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/02/164600678/mengenal-kain-tenun-ikat-tanimbar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke