Salin Artikel

Sejarah Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Warga tampak antusias saat rombongan Presiden Jokowi mendekati Pasar Olilit di Tanimbar Selatan.

Presiden dan Ibu Negara Iriana terlihat melambaikan tangan kepada warga. Serta sempat menerima permintaan foto bersama warga di sekitar Pasar Olilit.

Antusiasme warga terjadi karena hampir 50 tahun lebih tak dikunjungi oleh Presiden. Kawasna tersebut terakhir kali dikunjungi Presiden Soekarno pada tahun 1958.

Sejarah pemerintahan Kepulauan Tanimbar

Dua hari pasca-kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, wilayah Mauluku menjadi salah satu dari delapan provinsi yang kala itu dibentuk di Jakarta.

Padahal saat itu pasukan NICA Belanda masih menguasai Maluku hingga tahun 1949.

Dikutip dari tanimbar.go.id, dari 19 Agustus 1945 hingga 12 Desmeber 195, roda pemerintahan Proivinsi Maluku dipimpin Gubernur Johanes Latuharhary terpaksa dijalankan dari luar wilayah Maluku.

Pertimbangan ini diambil karena pengaruh Belanda yang masih sangat kuat di Maluku.

Walau demikian cikal-bakal pemekaran wilayah mulai dilakukan. Di antaranya penetapan Kabupaten Maluku Utara, Maluku Tengah dan Maluku Tenggara, dimana saat itu disebut Daerah Tingkat II (Dati II), kini kabupaten.

Di saat bersamaan muncul pergerakan di Maluku Selatan yang ingin merdeka. Dengan proses yang panjang, Maluku Selatan dibubarkan.

Lalu diinisiasi pembentukan Dati UU Maluku Tenggara yang meliputi Kepulauan Kei, Kepulauan Aru, Kepulauan Tanimbar, Kepualaun Babar dan Kepulauan Selatan Daya (Lemola, Kisar, Babar dan sebagainy).

Saat itu diputuskan ibu kota berkedudukan di Tual dengan Bitik Sutan Tjaniago sebagai kepala daerah.

Untuk memberikan dukungan, Gubernur Maluku melakukan kunjungan ke Maluku Tenggara ke Tepa, Saumlaki, Dobo, Tual dan Kisar sejak November hingga awal Desember 1951.

Geladak Kapal KM Kasimbar menjadi saksi pertemuan gubernur dengan para pemuka masyarakat tiap wilayah yang dilaksanakan pada 10 Desember 1951.

Pada September 1952, Bitik Sutan Tjaniago tiba di Tual untuk melaksanakan tugasnya sebagai Kepala Daerah Tingkat II Maluku Tenggara.

Puncaknya, pada 22 Desember 1952, DPRDS dilantik sekaligus Pembukaan Sidang Perdananya sebagai bagian penting dari Maluku Tenggara.

Runtuhnya orde baru banyak daerah yang dimekarkan Kabupaten Maluku Tenggara yang dimekarkan mejadi wilayah. Seperti Kabupaten Maluku Tengggara Barat, Kota Tual dan Kabupaten Kepulauan Aru.

Hingga taun 2008, pemekaran wilayah bagian barat Kabupaten Maluku Tenggara Barat menjadi Maluku Barat Daya menyisakan satu wilayah gugusan kepulauan yakni Kepulauan Tanimbar sebagai kabupaten induk.

Kabupaten Maluku Tenggara Barat pun terkonsentrasi di gugus Pulau Tanimbar yang terdiri dari 10 kecamatan yang tersebar di 22 pulau dari total sekitar 206 pulau.

Diawali deklarasi pada 3 November 2015 di Saumlaki.

Masing-masing perwakilan daerah seperti camat, kepala desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat saat itu mendeklrasikan perubahan nama Kabupaten Maluku Tenggara Barat menjadi Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Naskah deklrasi ini ditandatangani para tokoh dihadapan Menteri Dalam Negeri, Gubernur Maluku, Bupati Maluku Tenggara Barat dan Ketua DPRD Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

Setelah mejalani proses administrtasi, pada 10 September 2018, Bupati dan jajaran Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat kembali diundang Direktorat Jendral Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri.

Undangan dilakukan untuk koordinasi dan penyamaan persepsi, termasuk perkembangan update pengubahan nama menjai Kabupaten Kepualaun Tanimbar.

Terletak di belahan selatan Maluku, kepulauan ini membentuk rantai gugus pulau dengan Kepualaun Aru, Kepualaun Kei hingga Kepualauan babat dan Pualu Selatan Daya yang berdekatan dengan Pulau Timor serta Nusa Tenggara.

Berbatasan langsung dengan Australia. Kepulauan Tanimbar menjadi kawasan tapal batas terluas Nusantara.

Hal tersebut ditulis Marlon NR Ririmasse dalam jurnal yang berjudul Arkeologi Kepulauan Tanimbar Bagian Utara: Tinjauan Potensi di Pulau Fordata dan Pulau Larat Maluku Indonesia.

Pulau terbesar di Kepulauan Tanimbar adalah Yamdena. Sementara pulau utama adalah Selaru, Fordata, Wuliaru dan Sera.

Pulau paling utara adalah Pulau Molu dan pulau paling selatan adalah Selaru yang juga menjadi salah satu dari 96 pulau terluar di Indonesia.

Masyarakat Tanimbar berbicara dalam lima bahasa berbeda. Penutur terbesar adalah bahasa Yamdena, diikuti bahasa Fordata, bahasa Selaru dan bahasa Makatian.

Sumber-sumber historis terkait Kepulauan Tanimbar umumnya diinisiasi oleh para pendatang Eropa. Mereka memiliki latar belakang petugas pemerintah kolonial hingga
misionaris agama.

J.G.F. Riedel dan van Hoevell adalah dua nama yang cukup dikenal di Tanimbar.

Kehadiran mereka terkait upaya menjalanlan kebijakan pasifikasi yang diterapkan kolonial Hindia Belanda di seluruh Kepulauan Maluku Tenggara.

Riedel dan van Hoevel juga banyak menyumbangkan koleksi etnografi Tanimbar ke museum-museum di Eropa.

Misi Katolik masuk ke Tanimbar pada tahun 1907. Sementara misi Protestan masuk setelah Perang Dunia ke-2.

Di antara para misionaris yang datang, Petrus Drabbe adalah salah seorang yang paling menonjol.

Kontribusi Drabbe bagi studi akademis di wilayah ini diwakili oleh karyanya terkait budaya Tanimbar yang berjudul Etnografie Tanimbar.

Selepas Drabbe, nyaris tak ada karya akademik dengan bobot signifikan terkait Kepulauan ini.

Hingga akhirnya seorang antropolog asal Amerika Serikat, Susan McKinnon(1988) menerbitkan karyanya terkait studi antropologis atas wilayah ini dengan fokus pada Pulau Fordata.

Kepualauan Tanimbar memiliki potensi sumber daya arkeologis salah satunya adalah di Sangliat Dol.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/02/151500578/sejarah-kabupaten-kepulauan-tanimbar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke