Salin Artikel

Tradisi Tudung Lingkup di Seberang Kota Jambi, Berawal dari Perempuan yang Dilarang Keluar Rumah dan Harus Pakai Kain Duo

JAMBI,KOMPAS.com - Rumah-rumah tua berdinding papan dan bertiang kayu bulian berderet padat di pinggir Sungai Batanghari.

Di antara rumah-rumah tua yang berusia ratusan tahun ini, kira-kira lebih dari seribu emak-emak menyusuri jalan setapak dari Kampung Tengah, Pelayangan Kota Jambi menuju tepian Sungai Batanhari. Jaraknya hanya selemparan batu dari monumen Gentala Arasy.

Jejak toleransi tumbuh kuat di tanah berjuluk kota santri. Penyatuan budaya Tionghoa dan Arab terukir dari arsitektur rumah, penamaan kampung, hingga bahasa sehari-hari.

Dari percampuran kedua budaya itu, lahir tradisi bernama tudung lingkup atau kain duo. Sebagian masyarakat ada yang menyebutnya bakarobong.

Tradisi ini mengharuskan perempuan keluar rumah mengenakan kain untuk menutup kepala dan wajah, hingga hanya memperlihatkan mata saja.

Dan para ibu-ibu itu, sedang mengikuti Festival Tudung Lingkup pada Minggu (28/8/2022) untuk mengembalikan ingatan kolektif di masa lalu.

Tradisi tudung lingkup atau kain duo

Tradisi tudung lingkup atau kain duo sudah ada di Kampung Tengah, Pelayangan, Kota Jambi sejak ratusan tahun lalu.

Sebelum tabun 1960-an, anak-anak perempuan yang telah baligh atau mengalami menstruasi dilarang keras untuk keluar rumah.

"Anak-anak yang sudah baligh itu dipingit, tidak boleh keluar rumah," kata Datuk A Ramzi S, Ulama Pesantren As'ad di rumahnya, Minggu (28/8/2022).

Apabila sudah dipingit, anak-anak perempuan tidak boleh keluar rumah di siang hari, karena takut menjadi fitnah.

Namun untuk urusan penting, anak-anak perempuan yang sudah baligh dan belum menikah diperbolehkan untuk keluar rumah, asal menggunakan kain duo atau tudung lingkup.

Ia mencontohkan apabila anak perempuan mau pergi ke tempat pesta pernikahan maka harus keluar malam dan menggunakan kain duo, sebagai penutup wajah. Penggunaannya mirip dengan cadar.

"Kain duo atau bakarobong itu, anak-anak perempuan kita hanya tampak mata saja. Begitu juga perempuan yang sudah menikah atau yang sudah punya anak, boleh keluar di siang hari, asal dengan kain duo," kata Ramzi.

Dulu tradisi Islam sangat ketat dan kuat. Melalui fatwa-fatwa ulama ini masyarakat sangat patuh dan tidak berani menentang.

Bahkan lelaki yang ketahuan keluar rumah dengan bercelana panjang atau pendek, langsung dirotan (dicambuk dengan rotan) agar segera menggantinya dengan kain sarung.

"Aturan mulai "melemah" sejak tahun 1960-an. Waktu itu terjadi pembaharuan secara besar-besaran di pendidikan, yang berawal dari pembukaan kelas bagi santriwati di pesantren," kata Datuk A Ramzi S, Ulama Pesantren As'ad di rumahnya, Minggu (28/8/2022).

Sebelum terjadi revolusi pendidikan pesantren, tokoh pendidikan pembaharu yakni KH Abdul Qadir, cucu dari ulama di masa kolonial, yakni syaikh Abdul Majid Al Jambi ditentang banyak ulama di Seberang Kota Jambi.

Pikiran Islam moderat Abdul Qadir yang mengikuti kakeknya, ingin membuka kelas bagi perempuan di pesantren. Menurutnya hal itu penting dilakukan untuk kesetaraan pendidikan bagi perempuan.

"Tantangan modernisasi akan menguat di waktu mendatang. Untuk itu, anak-anak perempuan kita harus memiliki pendidikan yang paripurna," kata Ramzi yang mengutip pikiran gurunya, Abdul Qadir, 62 tahun silam.

Meskipun menerima banyak adangan dari ulama lain, Abdul Qadir tetap membuka kelas santri perempuan.

Dampaknya cukup besar pada tradisi Islam di pusat Kesultanan Melayu ini.

Perempuan masuk pesantren

Perempuan diperbolehkan masuk pesantren, lantaran takut mereka masuk ke sekolah umum dan menggunakan rok. Untuk itulah KH Abdul Qadir menyuruh mereka masuk pesantren.

"Semenjak 1960-an aturan mulai tidak ketat. Lama kelamaan tradisi dari nenek moyang kita, Bekain Duo mulai ditinggalkan diganti dengan selendang," kata Datuk Ramzi.

Lelaki mulai memakai celana panjang dan tidak lagi memakai sarung. Hal ini bermula sejak masa penjajahan Belanda yang menggunakan celana saat bertugas.

"Saya dulu pertama kali pakai celana dibilang Belando masuk dusun," kata Ramzi sambil tertawa.

Tidak hanya itu, perempuan yang keluar rumah, perlahan tidak lagi menggunakan Kain Duo, melainkan memakai selendang dengan lebar sekitar 4 cm dan panjang 100 cm, lalu dililit di kepala, sebagai penutup rambut.

Tren menggunakan selendang ini perlahan mengikis tradisi bekain duo atau tudung lingkup. Lama-lama kelamaan perempuan tidak lagi menggunakan kain, tetapi celana agar serasi dengan selendang.

"Celana itu tidak ketat atau tidak menampakkan lekuk tubuh, sehingga diperbolehkan," kata Ramzi.

Pergeseran busana perempuan di seberang semakin terbuka dan mengikuti zaman. Sampai sekarang ada anak muda yang keluar tanpa penutup kepala (jilbab) seperti dulu dan mengenangkan celana yang memperlihatkan lekuk tubuh dan aurat.

"Kita ulama terus mengingatkan pada orang-orang tua yang memiliki anak gadis. Kalau tidak boleh (berdosa) jika perempuan membuka aurat dan tidak memakai hijab. Banyak yang menurut kata ulama, namun ada juga yang terpengaruh budaya luar," kata Ramzi.

Untuk saat ini, memang masih ada perempuan yang menggunakan Tudung Lingkup saat keluar rumah, tetapi jumlahnya dapat dihitung jari dan berasal dari perempuan lanjut usia (lansia) bukan perempuan muda atau ibu-ibu.

"Kalau anak-anak gadis, emak-emak sudah memakai jilbab untuk menutup aurat. Jadi sudah jarang pakai Tudung Lingkup," kata Datuk Ramzi dengan nada prihatin.

Festival Tudung Lingkup

Dengan demikian, Ramzi memandang Festival Tudung Lingkup haruslah muncul untuk mengembalikan ingatan kolektif di masa lalu, terkait tradisi Bekain Duo.

Festival Tudung Lingkup yang dilaksanakan dalam rangkaian acara Kenduri Swarnabhumi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Minggu (28/8/2022).

Dalam kegiatan itu, seribuan emak-emak dari berbagai kecamatan di Kota Jambi hanya berjalan kaki menyusuri jalan setapak di antara rumah-rumah tua di Seberang Kota Jambi.

Para emak-emak memakai kain duo, satu kain digunakan untuk bawahan (menutup celana) dan satunya untuk menutup wajah hingga tampak bagian mata saja.

Dalam festival tersebut, emak-emak itu melantunkan yel-yel lagu-lagu yang sedang viral seperti sikok bagi duo. Namun ada juga yang melantunkan lagu Sungai Batanghari.

Lebih dari seribu "emak-emak" di Jambi mengikuti Festival Tudung Lingkup yang diadakan di Kampung Tengah, Pelayangan Kota Jambi, Ahad.

Wakil Wali Kota Jambi, Maulana mengatakan Festival Tudung Lingkup merupakan kearifan budaya lokal Seberang Kota Jambi yang hingga kini masih terjaga.

Festival ini melibatkan 1.000 lebih ibu-ibu dari seluruh Kecamatan di Kota Jambi yang mengenakan kain batik Jambi sebagai penutup kepala dan hanya memperlihatkan mata.

"Kami berharap bukan saja melestarikan budaya, namun Festival Tudung Lingkup mampu menjadi penggerak ekonomi Seberang melalui UMKM pelaku perajin batik Jambi," katanya menerangkan.

Sementara itu, Rima perempuan muda dari Kecamatan Rawasari Kota Jambi mengaku pertama kali menggunakan Tudung Lingkup.

"Saya tidak tahu dengan pasti apa itu tradisi Tudung Lingkup. Tetapi ikut acara ini sangat seru," kata Rima malu-malu.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/29/141456178/tradisi-tudung-lingkup-di-seberang-kota-jambi-berawal-dari-perempuan-yang

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke