Salin Artikel

Sejarah Loji Gandrung di Kota Solo

Berada di Jalan Brigjen Slamet Riyadi nomor 261, Kelurahan Penumping, Kecamatan Laweyan. bangunan Logi Gandrung memiliki gaya arsitektur indish.

Kata indish berasal dari Nederlansch Indie yang arinya Hindia Belanda. Arsitektur Indis lahir dari munculnya budaya indis yakni perpaduan antara budaya Eropa (Belanda) dengan budaya lokal, Jawa.

Di Logi Gandrung, sentuhan budaya Jawa terlihat dari atap sirap kayu berbentuk segi lima dan bagian puncaknya ada menara semu berkaca patri.

Loji Gandrung adalah karya arsitek Belanda, C.P Wolff Schoemaker, seorang guru besar arsitek di Technische Hooheschool te Bandoeng yang sekarang dikenal sebagai Institut Tekhnologi Bandung.

Schoemaker adalah salah satu dari tiga arsitek ternama di Hindia Belanda selain Albert Aalbers dan Henri Maclaine Pont.

Ia juga menjadi salah satu dosen arsitek Soekarno, Presiden Pertama Indonesia.

Tempat tinggal saudagar perkebunan gula

Dikutip dari Indonesia.go.id, Gandrung Loji awalnya menjadi tempat tinggal Johannes Augustinus Dezentje.

Ia adalah saudagar perkebunan gula dan tuan tanah ternama di Ampel, Boyolali yang hidup antara tahun 1797 hingga 1839.

Tinus, begitu Dezentje akrab disapa, adalah anak dari August Jan Caspar, seorang pejabat militer Kolonial Belanda terkenal yang saat itu punya hubungan baik dengan Keraton Kasunanan Surakarta.

Tinus membangun tempat tinggal besarnya itu pada 1830 atau setelah ia menikahi salah seorang anggota keluarga Keraton Kasunanan Surakarta bernama Raden Ayu Cokrokusumo.

Ia tak lain saudara perempuan Sunan Paku Buwono IV pada 1819.

Pernikahan dengan Raden Ayu Cokrokusumo adalah pernikahan kedua Tinus, pascakematian istri pertamanya, Johanna Dorothea Boode, pada 1816 yang meninggal saat melahirkan anak pertama mereka.

Desain bangunan rumah Tinus meniru bangunan-bangunan megah di Belanda. Yakni punya teras memanjang dan luas ditambah ukuran daun pintu dan jendela besar-besar serta langit-langitnya sangat tinggi.

Saat itu, tempat tinggal Tinus lebih mirip sebagai benteng dibandingkan sebuah rumah lantaran dikelilingi tembok tinggi dan pos penjagaan.

Untuk membedakannya dengan banteng, Tinus memperbanyak taman hijau dan teras rumah dipasangi seperangkat alat musik gamelan.

Timus pun kerap mengundang relasinya untuk berpesta di rumahnya.

Dalam Bahasa Jawa , gandrungan berarti tergila-gila atau menyukai.

Seiring berjalannya waktu, rumah Tinus itu dikenal juga sebagai Loji Gandrung. Kata loji sendiri artinya rumah besar, bagus, dan berdinding tembok dan aslinya berasal dari Bahasa Belanda, loge.

Ketika Jepang menduduki Surakarta, Loji Gadrung menjadi markas pusat pimpinan pasukan.

Bahkan Jenderal Gatot Subroto pernah memakai Loji Gandrung untuk menyusun strategi militer menghadapi Agresi Militer II Belanda bersama sekutu pada 1948-1949.

Saat itu, Gatot Subroto adalah gubernur militer untuk wilayah Daerah Istimewa Surakarta dan sekitarnya.

Itulah sebabnya saat ini di halaman depan bangunan, tepat di atas kolam, terdapat patung Gatot Subroto.

Selain Gatot Subroto, Loji Gandrung juga pernah dimanfaatkan Komandan Brigade V, Letkol Slamet Riyadi untuk mempersiapkan Serang Umum pada 1949.

Kedua pahlawan nasional itu telah menjadikan Loji Gandrung sebagai pusat penyusunan kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaan.

Presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno juga pernah berkunjung dan menginap di sini.

Sebagian benda-benda furniturnya masih dipertahankan, misalnya, kursi antik yang ada di ruang tamu, lengkap dengan foto ukuran besar Presiden RI pertama, Soekarno.

Foto Soekarno juga menghiasi kamar tidur utama, satu dari dua kamar di Loji Gandrung.

Letaknya di sebelah kanan dari ruang tamu. Satu dipan ukuran besar dan lemari hias yang kesemuanya terbuat dari kayu jati menghiasi ruang kamar.

Salah satu kamar dikenal sebagai Ruang Soekarno karena beberapa kali dipakainya untuk beristirahat saat mengunjungi Kota Solo.

Di kamar Soekarno itu, juga diletakkan seperangkat piano.

Sejak disepakati sebagai cagar budaya pada 3 Mei 2013, Pemerintah Kota Surakarta kemudian menyiapkan bangunan wisma dua lantai di belakang Loji Gandrung sebagai rumah dinas baru untuk wali kota.

Rumah dinas baru itu mulai ditempati pada Agustus 2020.

Loji Gandrung punya dua sayap bangunan, yaitu sayap barat untuk kantor staf wali kota dan sayap timur untuk menerima tamu. Di bagian belakang ada aula untuk menggelar pertemuan.

Loji Gandrung sempat menjalani revitalisasi pada 2 Juni 2017 dan rampung akhir 2018.

Kegiatan itu meliputi perbaikan atap sirap yang rapuh dan keropos dimakan rayap. Sebuah kolam besar lengkap dengan patung Gatot Subroto terbuat dari bahan logam warna kemerahan juga turut dihadirkan.

Pagar pembatas kompleks Loji Gandrung dengan trotoar jalan juga dibongkar supaya tidak ada jarak dengan publik.

Sementara itu Wali Kota Gibran Rakabuming Raka pada Februari 2022 lalu mengumumkan bahwa Loji Gandrung terbuka untuk dikunjungi masyarakat.

Fasilitas aulanya dapat dipakai sebagai tempat pertemuan masyarakat dan tidak dikenai biaya.

SUMBER: Indonesia.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/08/28/062600578/sejarah-loji-gandrung-di-kota-solo

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke