Salin Artikel

Mengenal Dulmuluk, Kesenian Teater Tradisional Sumatera Selatan

KOMPAS.com - Kesenian teater tradisional, Dulmuluk mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Sumatera Selatan.

Pertunjukkan ini layaknya banyak dikenal masyarakat luas seperti Ludruk, Ketoprak dan Srimulat berasal dari Jawa Timur.

Pertunjukan rakyat ini masih sering ditampilkan di perkampungan Palembang, hingga terus mengalami pembaharuan sedikit demi sedikit dengan tampil di televisi atau media lainnya.

Dulmuluk adalah salah satu pertunjukkan rakyat di Sumatera Selatan khususnya Palembang, yang berasal dari pembacaan syair Abdul Muluk lalu menjadi sebuah seni sastra tutur berbentuk teater tradisi.

Sejarah singkat Dulmuluk

Dulmuluk berawal dari kitab Kejayaan Kerajaan Melayu yang berjudul Syair Abdul Muluk yang selesai ditulis pada 2 Juli 1845.

Orang yang pertama kali membawa kesenian Dulmuluk ke Palembang adalah pedagang keturunan Arab bernama Wan Bakar atau Shecj Ahmad Bakar.

Dia membacakan syair Abdul Muluk di sekitar rumahnya di wilayah Tangga Takat 16 Ulu Palembang pada tahun 1854.

Acara itu ternyata menarik minat masyarakat untuk melihat pembacaan kitab-kitab berisi hikayat Dulmuluk dengan diiringi musik gambus dan terbangan.

Sementara pementasan teater Dulmuluk pertama digelar pada tahun 1910 hingga 1930, hingga terus berkembang dengan masuknya bangsawan dari Jawa.

Lakon pementasan Dulmuluk

Hal menarik dari Dulmuluk adalah seni pertunjukan yang sejak awal dimainkan oleh laki-laki, meskipun beberapa tokoh di dalam drama ada perempuan.

Peran seperti dayang-dayang juga ditokohkan oleh laki-laki yang berdandan, memiliki gestur tubuh yang mengeksplorasi kegenitan, sehingga seringkali mengundang kelucuan bagi penonton Dulmuluk tersebut.

Sebelum menampilkan Dulmuluk, para pelakon akan berkumpul di suatu tempat khusus yang disebut kebung untuk berpakaian dan bersolek sesuai watak tokoh yang akan diperankan.

Sebelum pertunjukan dilakukan doa selamat dengan menyiapkan seperangkat hidangan yang terdiri dari nasi gemuk, sebutir telur dan seekor ayam panggang dan dupa/kemenyan dibakar dipedupaan.

Setelah dibacakan doa, nasi dan lauk dibagi rata sebagai penyempurna syarat upacara. Seorang anggota yang menjadi pimpinan menyanyikan lagu bekisoh dari dalam kebung.

Setelah itu, satu persatu pelakon keluar dari kebung untuk melaksanakan upacara Beremas atau salam pembuka kepada penonton, setelah selesai pemain kembali masuk kebung.

Selanjutnya adegan demi adegan berlangsung sesuai jalan cerita. Setiap pemain seni pertunjukan dulmuluk dituntut kemampuan untuk dapat bernyanyi sesuai dengan tuntutan perannya.

Nyanyian salam pembuka Dulmuluk kemudian bekisoh atau bekiso ketika salah seorang pemain duduk di samping para pemusik dan melantunkan kisah dengan suara yang tinggi. Permainan dimulai hingga selesai, lalu ditutup dengan beremas.

Sebelum Tahun 1972 Pertunjukkan Dul Muluk dilakukan di Lapangan terbuka dimana penonton berada di arena, kemudian mulai tahun 1972 pertunjukkan dilakukan di atas panggung supaya penonton berada didepan panggung lebih fokus menikmati pertunjukkan Dulmuluk.

Salah satu pemain sebagai pemeran utama bernama Sultan Abdul Muluk.

Tidak hanya ke Palembang, Wan Bakar juga membawa kesenian ini ke Singapura, Negri Johor Malaysia, Kepulauan Riau dan Pulau Bangka.

Kini kesenian Teater Dulmuluk masih dipertahankan oleh masyarakat dan pegiat seni di Sumsel.

Pagelaran Dulmuluk juga masih ditampilkan baik secara langsung di panggung maupun di televisi.

Pemerintah Sumsel juga mencatatkan Dulmuluk sebagai Warisan Budaya Tak Benda Provinsi Sumsel di Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Daerah (Balitbangnovda) Sumsel.

Sumber:

Kemendikubud.go.id

balitbangnovdasumsel.com

https://regional.kompas.com/read/2022/08/26/150004078/mengenal-dulmuluk-kesenian-teater-tradisional-sumatera-selatan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke