Salin Artikel

Di Balik Viralnya "Ojo Dibandingke" dan Fenomena Musik Kampung yang Naik Kelas

KOMPAS.com - "Ojo Dibandingke" menjadi viral usai dibawakan Farel Prayoga dalam peringatan HUT ke-77 Republik Indonesia di Istana Merdeka, Rabu (17/8/2022).

Lagu tersebut membuat sejumlah menteri dan tokoh penting negara berjoget.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo bahkan tampak menikmati saat-saat tembang dangdut tersebut dibawakan.

Pencipta "Ojo Dibandingke", Abah Lala, mengatakan, lagu tersebut terinspirasi dari kejadian nyata soal pahitnya asmara yang dialami temannya.

"Sing arep dipek bojo (yang mau dinikahi), ternyata dijodohkan dengan polisi. Dibanding-bandingne, tak kiro idaman jebulane geleman. Itu kisah nyata orangnya juga ada nih," ujarnya, Rabu.

Musisi asal Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, ini menceritakan bahwa beberapa lirik dalam "Ojo Dibandingke" ditemukan secara spontan saat ia sedang berkendara.

"Bait nomor dua kan ada kata kata, 'Tak oyako aku yo ra mampu (meskipun aku kejar aku juga enggak mampu), sak kuatku aku mencintaimu,' kan ada itu. Itu saya dapatkan saat saya baru perjalanan naik, pas di Boyolali," ucapnya.

Lirik tersebut tercipta setelah dirinya disalip mobil sambil si pengendara menggeber gas.

"Pas saya naik motor, terus disalip mobil sama di-bleyer gitu, terus saya bilang gini, tak oyako (ngejar) yo ra mampu, sepeda motor kok ngoyak mobil. Jadi itu pengalaman saya, dan saya kumpulkan," ungkap pria bernama asli Agus Purwanto ini.

Soal penggunaan kata "dibandingke, menurut Abah Lala kata itu dipakai karena belum pernah dibuat atau ditulis menjadi lagu. Kata tersebut, terangnya, dipakai untuk memberikan ciri khas.

Saat disinggung soal kesan lagu ciptaannya dinyanyikan di Istana Merdeka, Abah Lala merasa bangga.

"Yang jelas tanggapan itu saya bangga sekali," tuturnya.

Sebelum "Ojo Dibandingke" menjadi perbincangan khalayak, lagu berhasa Jawa tersebut lebih dulu dikenal lewat YouTube dan media sosial.

Lagu itu meledak usai dibawakan Abah Lala bersama penyanyi dangdut, Denny Caknan. Hingga berita ini ditulis, video duet Abah Lala dan Denny Caknan telah ditonton lebih dari 29 juta kali.

"Ojo Dibandingke" kemudian di-cover oleh penyanyi-penyanyi lain, salah satunya Farel Prayoga.

Terkait viralnya "Ojo Dibandingke", Aris Setiawan, etnomusikolog Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Jawa Tengah, memberikan tanggapannya.

Menurut Aris, "Ojo Dibandingke" bisa viral lantaran berkembangnya teknologi. Kini, musisi-musisi, khususnya dari luar Jakarta, bisa menuangkan karyanya ke platform digital yang bisa diakses oleh semua orang.

"Dengan itu industri bisa merata dan mereka memiliki kesempatan yang sama. Publik pun bisa menentukan pilihannya sendiri tanpa dikooptasi oleh media," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/8/2022).

Aris menilai, kemunculan musisi-musisi, terutama dangdut, dari luar Jakarta, menjadi potret bergeraknya episentrum musik.

Jika dulu Jakarta dikenal dengan hegemoni musik pop, kini hal itu "dipatahkan" oleh musisi-musisi dari daerah.

"Dalam konteks musik, ini menunjukkan kuasa Jakarta tidak sama seperti dulu. Kini, Jakarta tak lagi jadi barometer musik," terangnya.

Ditambah lagi, penyanyi-penyanyi dari daerah, sebut saja Via Vallen, Didi Kempot, hingga Farel Prayoga, kerap mendapat panggung-panggung besar di Jakarta.

"Munculnya 'Ojo Dibandingke' di Istana semacam gambaran episentrum musik bergerak, tak lagi di Jakarta, tetapi ke daerah," tandasnya.

Ketika ditanya soal mengalunnya "Ojo Dibandingke" di Istana apakah menjadi potret dangdut naik kelas, Aris menyetujuinya.

Di samping itu, dibawakannya "Ojo Dibandingke" di Istana bisa menjadi legitimasi bahwa musik dangdut tak bisa dipandang sebelah mata.

"Tentu adanya dangdut di peristiwa 17 Agustus dengan hadir di Istana, bagi saya ini menjadi legitimasi kuat," sebutnya.

Aris berpandangan bahwa perkembangan musik selalu melintas di jalur yag sama dan nantinya akan kembali ke titik semula.

Dulu, dangdut menjadi perbincangan lantaran dipopulerkan oleh Rhoma Irama. Rhoma meracik dangdut dengan sentuhan rock. Dalam lagu-lagunya, ia memotret kehidupan manusia dan tak jarang menyelipkan petuah lewat lirik.

Seiring waktu, dangdut dinilai turun kelas dan bahkan dikonotasikan sebagai musik "esek-esek" karena mempertontonkan jogetan biduan yang dianggap vulgar.

Namun, kini, Aris menilai dangdut telah kembali ke "khitah"-nya.

"Saat ini mulai bermunculan musisi-musisi dangdut yang kreatif dari daerah. Mereka memasukan idiom-idiom musik daerah. Di Ponorogo memadukan musik jaranan, Banyuwangi kendang kempulan, Sunda dengan jaipong. Semua bersinergi. Hanya dangdut yang bisa mengakomodasi itu karena dangdut adalah musik rakyat," urainya.

Kini, seiring berkembangnya teknologi, musisi-musisi, khususnya dangdut, dari daerah bisa menunjukkan eksistensinya.

"Ini menjadi semacam ruang musisi kampung menunjukkan eksistensi diri lantaran mereka tak dapat ruang di belantika musik pop. Persaingan tak lagi soal koneksivitas. Sekarang orang punya kesempatan sama lewat media sosial," bebernya.

Aris kemudian mencuplik sebuah anekdot yang pernah ia dengar.

"Jangan pernah bermimpi menjadi musisi pop karena dengan berdangdut saja sudah viral," pungkasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/20/080000278/di-balik-viralnya-ojo-dibandingke-dan-fenomena-musik-kampung-yang-naik

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke