Salin Artikel

Belajar dari Kasus Siswa Dipaksa Pakai Jilbab di Bantul, Ini Kata Pengamat Pendidikan

KOMPAS.com - Kasus siswi SMAN 1 Banguntapan, Kabupaten yang dipaksa memakai jilbab berakhir kesepakatan damai antara pihak sekolah dengan orangtua.

Hal ini dilakukan setelah adanya mediasi dari pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogykarta (DIY) sehingga kedua pihak bisa bertemu.

Selain itu, Ombudsman RI Perwakilan DI Yogykarta juga menyelesaikan investigasi dan berpendapat bahwa tindakan pemakaian jilbab oleh guru kepada siswa tersebut berbentuk pemaksaan.

"Kami berpendapat bahwa tindakan koordinator guru BK memakaikan jilbab di ruang BK yang disaksikan dan dibantu oleh guru BK kelas 10 IPS 3 dan Wali Kelas 10 IPS 3 pada 20 Juli 2022 adalah bentuk pemaksaan," ujar Kepala Ombudsman RI Perwakilan DI Yogyakarta Budhi Masturi dalam jumpa pers, pada Jumat (12/8/2022).

Usai permasalahan ini selesai, pelajaran yang dipetik dari kasus tersebut ialah memberikan hak dan kewajiban kepada siswa dan siswi sebagaimana aturan yang dibuat.

Hal ini disampaikan Pengamat Sosial Pendidikan sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang Prof Dr Abdullah Idi MEd.

Menurutnya, kejadian tersebut murni karena tindakan oknum guru yang memaksakan kehendaknya.

Unsur pemaksaan tidak diperbolehkan lagi dilakukan oleh oknum guru atau perangkat sekolah terhadap siswa kedepannya, agar siswa nyaman dan tenang belajar di sekolah.

"Jangan sampai ada pemaksaan. Selagi tidak ada unsur keterpaksaan, tidak masalah. Dan ini kebijakan oknum, bukan sekolahnya," ujarnya.

Sedangkan sekolah tentunya sudah membuat aturan tata tertib seragam sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan.

"Aturan pemerintah saat ini sudah baik mengenai masalah seragam ini, kan ada sekolah umum yang mengatur memperbolehkan memakai jilbab tapi ada juga yang meminta siswanya beratribut keagamaan," ujarnya.

Abdullah menyarankan agar aturan atribut keagamaan dibuat standar terbaru, sehingga tidak terjadi pemaksaan serupa.

Namun siswi tetap diberikan pilihan apakah ingin memakai atau tidak tanpa ada paksaan.

"Guru BK atau bagian kesiswaan yang sebenarnya harus membantu menjelaskan hal tersebut," katanya.

Selain itu, selanjutnya sekolah yang harus lebih menjelaskan aturan dan standar bagi siswa yang ingin pakai jilbab dan tidak.

"Bisa jadi siswa salah persepsi, kita menganggap itu nasehat menurut mereka bisa jadi itu hukuman," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mempertemukan antara pihak sekolah dan kelarga siswi yang dipaksa pakai jilbab di SMA 1 Banguntapan untuk rekonsiliasi.

"Dalam perkembangan juga sudah saya tanya terus keputusannya sudah belum, ada (dijawab ada). Keputusannya dari tim adalah bagaimana terjadi rekonsiliasi ya dan mereka sudah melakukan pendekatan," kata Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di DPRD DIY, Selasa (9/8/2022).

Selain itu, Sultan HB X memberikan pilihan kepada siswi tersebut untuk bisa tetap bersekolah di SMA 1 Banguntapan jika merasa nyaman.

Atau, jika siswi merasa tidak nyaman lagi, sekolah wajib mencarikan alternatif sekolah lainnya.

Sultan menegaskan, bagi aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti melakukan kesalahan, maka perlu dibina oleh kepala dinas, karena perkara ini termasuk dalam etika disiplin kepegawaian yang sudah ada aturannya.

Sumber: Kompas.com (Penulis Kontributor Yogyakarta, Wisang Seto Pangaribowo | Editor Ardi Priyatno Utomo, Khairina)

https://regional.kompas.com/read/2022/08/18/040500278/belajar-dari-kasus-siswa-dipaksa-pakai-jilbab-di-bantul-ini-kata-pengamat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke