Salin Artikel

Kasus Kurang Gizi di Kota Bandung Masih Tinggi, Kadis PPKB: Bukan Hanya Ibu yang Harus Tahu Soal Stunting

KOMPAS.com - Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PPKB) Kota Bandung, Kenny Dewi Kaniasari, membenarkan masih adanya kasus stunting di wilayah Kota Bandung.

Akan tetapi, menurut Kenny, jumlah kasus balita stunting di Kota Bandung mengalami penurunan, dari 8,93 persen pada tahun 2020 menjadi 7,59 persen dari sekira 125 ribu balita pada tahun 2021.

"Kalau prevelensi stunting di Kota Bandung pada tahun 2021 itu 26,4 persen. Untuk data tahun 2022 kita sedang proses," kata Kenny kepada Kompas.com, Senin (15/8/2022).

Kenny mengatakan, pola asuh dan pola perilaku masyarakat menjadi salah satu penyebab adanya kasus stunting di Kota Bandung.

"Sebagai contoh, warga Bandung terutama kaum perempuan kan banyak yang berkarier, mungkin pada saat bekerja, mereka menitipkan anak-anaknya kepada ART yang tidak mengerti tentang gizi. Itu (stunting) bisa terjadi," ujar Kenny.

"Semua harus tahu (persoalan stunting), tidak hanya kaum perempuannya saja, tapi semua anggota keluarga harus tahu tentang stunting, tidak hanya ibunya saja," tegasnya.

Kenny menjelaskan, tidak ada kendala berarti yang berpengaruh terhadap kinerja DPPKB serta jajarannya dalam upaya percepatan penurunan stunting di Kota Bandung.

"Kalau kendala kita sebut sebagai tantangan yang harus kita cari solusinya," ucap Kenny.

Kenny menargetkan, tidak ada kasus gizi buruk atau zero stunting di Kota Bandung terutama menjelang program Indonesia Emas pada tahun 2045.

"Prevalensi tahun 2023 itu harus turun menjadi 19 persen dari 26,4 persen, hingga akhirnya terus turun menjadi zero stunting," jelasnya.

Oleh sebab itu, Kenny menambahkan, DPPKB bersama Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) menyiapkan langkah-langkah antisipatif, seperti penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat terkait persoalan gizi.

Kenny menyampaikan, sejumlah pihak telah bergabung dalam TPPS di Kota Bandung, antara lain DPPKB, Bapelitbang, Dinkes, DP3A, Kesra, PKK, akademisi, komunitas, dan pihak swasta.

Pasalnya, menurut Kenny, persoalan stunting merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat, bukan hanya pemkot saja.

"Oleh karena itu, kita terus mengedukasi masyarakat dan juga mendorong adanya inovasi-inovasi dalam percepatan penurunan stunting di Kota Bandung," ujarnya.

Kenny mengaku, pihaknya juga akan melakukan audit stunting untuk mengetahui penyebab stunting dari faktor sensitif dan spesifik agar intervensi TPPS lebih tepat dan efektif.

"Tentunya juga pelaksanaan monitoring dan evaluasi itu akan terus kita lakukan," pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Tim Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting Nasional, Hasto Wardoyo mengatakan, Jabar adalah salah satu dari 12 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi stunting tertinggi.

"Provinsi Jawa Barat layak memasang alarm kewaspadaan untuk persoalan stunting," kata Hasto, dikutip dari regional.kompas.com, Selasa (16/8/2022).

Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Jabar yang berstatus biru atau memiliki prevalensi di bawah 10 persen. Hanya Kota Depok yang memiliki prevalensi terendah yakni 12,3 persen.

Hasto menjelaskan, BKKBN memiliki tugas strategis dalam upaya penurunan dan pencegahan stunting.

Tugasnya harus berfokus kepada sasaran yang mencakup calon pengantin, ibu hamil, pasca persalinan, dan anak-anak usia balita.

“Tidak kalah pentingnya mengubah mindset para calon pengantin untuk memprioritaskan pre konsepsi ketimbang pre wedding," ujar Hasto.

"Pemeriksaan lingkar lengan, lingkar badan, tinggi serta berat badan dari calon mempelai sebagai prasyarat untuk pernikahan sangat penting untuk mencegah kehamilan yang berpotensi stunting,” tandasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/16/165515678/kasus-kurang-gizi-di-kota-bandung-masih-tinggi-kadis-ppkb-bukan-hanya-ibu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke