Salin Artikel

Gaukang Tubajeng, Tradisi Perayaan HUT RI di Gowa, Pertemuan Fukushima dan Kerajaan Bajeng

GOWA, KOMPAS.com - Warga menyiapkan beragam acara dalam menyambut dan merayakan hari ulang tahun (HUT) Republik Indonesia ke 77. Salah satunya Gaukang Tubajeng. 

Gaukang Tubajeng merupakan tradisi warga Limbung, Kecamatan Bajeng l, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dalam menyambut HUT RI

Tradisi yang digelar setiap tahun ini bernuansa magis. Gaukang Tubajeng merupakan tradisi penghormatan terhadap leluhur yang memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Tradisi ini diawali dengan pengambilan lembar bendera pusaka yakni bendera merah putih dan bendera perang berwarna merah.

Dua bendera ini kemudian diarak dari atas rumah adat ke halaman istana kerajaan.

Saat bendera kerajaan ini menuruni tangga, akan disambut sumpah setia prajurit kerajaan yang dikenal dengan "angngaru".

Dalam prosesi "angngaru" ini prajurit kerajaan mengucapkan sumpah setia diikuti dengan hunusan keris.

Bahkan prajurit terkadang memperlihatkan antraksi kekebalan tubuh terhadap senjata tajam sebagai simbol keteguhan dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Usai pengucapan setia, bendera kerajaan ditancapkan ke tanah dan dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih oleh pasukan pengibar bendera pusaka (Paskibraka). 

Upacara pengibaran bendera merah putih ini diikuti pemangku adat dan warga yang seluruhnya berpakaian adat kecuali Paskibraka.

Upacara pengibaran bendera merah putih ini juga dipimpin langsung oleh 14 Pandam Hasanuddin sebagai pembina upacara.

Setelah itu dilanjutkan dengan atraksi tradisional serta pertunjukan pencak silat oleh para prajurit kerajaan.

Sejarah 

Pada 12 Agustus 1945, seorang perwira Jepang bernama Fukushima datang berkunjung ke istana kerajaan. 

Ia menyampaikan, Jepang telah menyerah kepada sekutu akibat bom atom di Nagasaki dan Hiroshima.

Fukushima menyarankan agar masyarakat Bajeng bersiap mempertahankan diri dari upaya sekutu untuk berjuang merebut kemerdekaan.

Dari sinilah, pada 14 Agustus 1945, pemuka adat Kerajaan Bajeng menggelar ritual Gaukang Tubajeng yang diikuti ratusan warga dengan mengibarkan bendera kerajaan dan bendera perang serta bendera merah putih.

"Dari informasi dari perwira Jepang ini maka leluhur kami menggelar ritual Gaukang Tubajeng, dengan mengibarkan bendera kerajaan dan bendera perang," ujar Masykur Mansyur, tokoh adat kerajaan Bajeng kepada Kompas.com, di sela kegiatan.

"Saat dua bendera dikibarkan secara bersamaan, maka itu pertanda kerajaan dalam status darurat dan bersiap perang dan selain itu bendera merah putih juga dikibarkan," tutur dia.

Pangdam 14 Hasanuddin, Mayjen TNI Andi Muhammad Bau Sawa Mappanyukki, yang hadir sebagai pembina upacara, mengaku sangat mengapresiasi tradisi tersebut,

Ini merupakan bukti sejarah perjuangan leluhur dan memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.

"Alhamdulilah ini adalah fakta sejarah yang menjadi tradisi bagaimana perjuangan leluhur kita dahulu dalam merebut dan mempertahankan Republik Indonesia," tutup dia. 

https://regional.kompas.com/read/2022/08/14/164155178/gaukang-tubajeng-tradisi-perayaan-hut-ri-di-gowa-pertemuan-fukushima-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke