KOMPAS.com - Kain tenun Donggala adalah kerajinan tenun yang berkembang di Provinsi Sulawesi Tengah.
Kerajinan kain tenun Donggala yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat.
Baru-baru ini, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah tengah mengajukan kain tenun Donggala sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.
Tujuannya supaya kain tenun tidak hanya dikenal secara lokal melainkan regional hingga internasional.
Berikut ini latar belakang, motif, makna dan warna kain tenun Donggala.
Kain Tenun Donggala
Latar belakang Kain Tenun Donggala
Perkembangan kain tenun Donggala berada pada masa pendudukan Belanda, di mana pada saat itu ada perpaduan antar kerajaan-kerajaan di Sulawesi Tengah dan Bugis.
Dari perpaduan antara kerajaan itu menghasilkan karya yang diteruskan secara turun temurun hingga saat ini, yaitu kain tenun Donggala.
Kain tenun ini dibuat secara tradisional dalam tiga tahap, yaitu pencelupan, menenun, dan memintal.
Kain tenun Donggala menjadi kebanggaan masyarakat setempat dan lambang status sosial masyarakat.
Masyarakat yang memiliki status sosial tinggi menggunakan kain tenun Donggala dengan corak dan motif tertentu sesuai dengan kedudukannya.
Biasanya kain digunakan pada upacara-upacara adat dan upacara resmi lainnya.
Namun saat ini, penggunaan kain tenun Donggala tidak tergantung pada kedudukan dan status seseorang, siapa saja yang mampu dapat menggunakan kain ini.
Kain tenun Donggala juga berfungsi sebagai cinderamata bagi tamu atau kerabat yang berkunjung ke Sualwesi Tengah.
Motif dan Makna Kain Tenun Donggala
Kain tenun Donggala memiliki sejumlah motif yang membuat kain terlihat indah.
Motif kain tenun Donggala adalah Buya Bomba, Buya Subi, kombinasi Bomba dan Subi, Buya Bomba Kota, Buya Cura, dan Buya Awi.
Masing-masing mengandung makna yang berbeda satu sama lain.
Berikut ini motif dan makna kain tenun Donggala:
Warna Kain Tenun Donggala
Warna kain tenun Donggala, yaitu warna merah anggur, biru dongker, hitam, kuning tua, dan lain sebagainya.
Pembuatan tenun juga seringkali menggunakan benang pakan (benang bersilang) perak atau emas berbahan sitetis.
Benang pakan dan lungsi (benang yang sejajar dengan panjang kain) ditenun ATBM gendongan, yakni alat tenun bukan mesin.
Kain ini ditenun oleh para wanita di daerah Donggoala sebagai mata pencaharian, selain profesinya sebagai ibu rumah tangga.
Sumber:
opac.isi.ac.id, warisanbudaya.kemdikbud.go.id, dan digilib.unimed.ac.id
https://regional.kompas.com/read/2022/08/12/152148078/kain-tenun-donggala-latar-belakang-motif-dan-warna