KOMPAS.com - Berbagai perundingan diadakan setelah proklamasi, tujuannya untuk mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini karena, bangsa Indonesia masing menghadapi berbagai masalah, yakni masih banyaknya pertempuran di sejumlah daerah.
Pertempuran itu terjadi karena Belanda masih ingin menguasai kembali wilayah Indonesia. Beberapa pertempuran tersebut, yaitu Pertempuran Surabaya, Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Medan Area, dan Pertempuran Bandung Lautan Api.
Karena masalah tersebut, sejumlah perundingan dan konferensi antara Indonesia dan Belanda dilakukan.
Berikut ini sejumlah perundingan untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia setelah proklamasi.
Perundingan Setelah Proklamasi
Perundingan Linggarjati
Belanda belum mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) secara de facto, meskipun pihak Indonesia sudah menyatakan proklamasi kemerdekaan.
Perundingan Linggarjati dilakukan untuk membahas agar keberadaan negara Republik Indonesia diakui oleh negara-negara lain setelah menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam Perundingan Linggarjati tersebut, pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda diwakili oleh Prof Schermerhorn.
Hasil Perundingan Lingarjati mencapai beberapa persetujuan, yaitu:
Perundingan Renville
Belanda melanggar perjanjian yang telah disetujui dalam Perundingan Linggarjati.
Wujudnya, Belanda melakukan Agresi Militer I secara serentak pada tanggal 21 Juli 1947 di kota-kota besar di Jawa dan Sumatera.
Dunia Internasional mengecam tindakan yang dilakukan oleh Belanda tersebut.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) turun tangan dengan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) untuk menyelesaikan masalah ini.
Perundingan terkait agresi militer Belanda dilakukan di atas kapal Amerika Serikat bernama USS Renville, pada tanggal 17 Januari 1948.
Saat itu, Kapal USS Reville tengah bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dalam perundingan tersebut, delegasi dari Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin dan R Abdulkadir Wijayoatmojo dipilih menjadi ketua delegasi dari Belanda.
Hasil perundingan Renville adalah:
Namun, Belanda kembali melanggar perundingan dengan melancarkan Agresi Militer II.
Perundingan Roem-Royen
Perundingan Roem-Royen diadakan karena Belanda kembali melanggar Perjanjian Renville.
Belanda melancarkan Agresi Militer II yang memaksa berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukitting, Sumatera Barat. Pendirian pemerintah darurat itu berada di bawah komado dari Syafruddin Prawiranegara.
Karena tindakannya tersebut, Belanda kembali mendapatkan kecaman keras dari dunia internasional.
Perundingan diadakan kembali yang bernama Perundingan Roem-Royen. Perundingan digelar pada tanggal 7 Mei 1949 di Jakarta.
Ketua delegasi dari Indonesia adalah Mr Moh Roem, sedangkan ketua delegasi dari Belanda adalah Dr JH Van Royen.
Merle Cochran dari UNCI sebagai mediator dalam perundingan Roem-Royen ini. Hasil Perundingan Roem-Royen adalah:
Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter-Indonensia diadakan sebelum Konferensi Meja Bundar.
Konferensi ini dihadiri oleh RI dan BFO (Bijeenkomst voor Fereral Overleg) atau Badan Permusyawaratan Federal yang terdiri dari negara-negara boneka buatan Belanda.
Perundingan diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 kemudian dilanjutkan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 1949.
Hasil perundingan adalah negara yang dibentuk bernama RIS, APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) merupakan angkatan perang nasional, dan TNI menjadi inti APRIS.
Konferensi Meja Bundar
Sesuai dengan Perundingan Roem-Royen bahwa Konferensi Meja Bundar (KMB) akan segera dilakukan.
Konferensi Meja Bundar diadakan di Den Haag, Belanda, konferensi berlangsung pada tanggal 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs Mohammad Hatta dan delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II.
Hasil Konferensi Meja Bundar menghasilkan keputusan:
KMB merupakan hasil perundingan maksimal meskipun banyak pihak yang tidak puas.
Pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan dari Belanda ke RIS.
Kemudian, Belanda juga dipaksa keluar dari wilayah RI yang ditandai dengan upacara pengakuan kedaulatan Indonesia sebagai tindak lanjut dari hasil KMB.
Sumber:
kemlu.go.id, lifestyle.kontan.co.id, dan ditsmp.kemdikbud.go.id
https://regional.kompas.com/read/2022/08/04/065000578/5-perundingan-setelah-proklamasi-untuk-mempertahankan-kedaulatan-nkri