KOMPAS.com - Para terduga pelaku kasus perundungan anak di Tasikmalaya, Jawa Barat, mengaku syok dan stres.
Menurut Ketua Harian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dinas Sosial Kabupaten Tasikmalaya, Aan Yuliati, pihaknya terus melakukan pendampingan.
Menurut Aan, ketiga terduga pelaku mengaku telah menyesal dengan perbuatan mereka.
"Sekarang para terduga pelaku berada di rumah aman. Mereka di sana bersama orangtuanya. Karena harus didampingi karena masih berusia anak. Mereka semua stres dan syok, juga ketakutan. Namun, kami lakukan terapi dan konseling. Alhamdulillah sekarang kondisinya membaik," jelas Aan kepada wartawan, Senin (25/7/2022).
Dian Sasmita, Direktur Sahabat Kapas yang bergerak dalam pendampingan anak berkonflik dengan hukum, menjelaskan, merubah perilaku kekerasan butuh konseling secara berkala dari ahli.
Hal ini juga perlu mendapat dukungan dari orangtua, sekolah dan juga pemerintah.
"Dukungan profesi lain seperti psikolog, konselor, pekerja sosial, guru, untuk ikut serta mendukung perubahan perilaku dan juga korban bullying," katanya kepada Kompas.com, Minggu (31/7/2022).
Selain dari para praktisi konseling, peran orangtua dan pendidik juga sangat penting untuk memutus rantai kekerasan pada anak.
Untuk menyelesaikan masalah perundungan, kata Dian, tidak bisa jadi isu ego sektoral saja.
"Tidak bisa hanya tanggung jawab sekolah. Buktinya, sampai saat ini masih terjadi kasus perundungan di sekolah-sekolah. Para pendidik perlu didukung untuk memutus rantai kekerasan," katanya.
"Mereka perlu dapat intervensi tentang cara pengasuhan anak yang lebih tepat. Misal anak diberin perhatian lebih. Anak didengar cerita atau keluhannya. Anak diajarkan tanggung jawab, dan lain sebagainya," pungkasnya.
https://regional.kompas.com/read/2022/07/31/210436178/pendampingan-anak-pelaku-bullying-dan-upaya-memutus-rantai-kekerasan