Salin Artikel

Kasus Buaya Memangsa Manusia di Kaltara Dibalas Pembantaian, Ini Respons BKSDA

Kasus pertama terjadi pada 14 Juli 2022, menimpa warga Desa Tabur Lestari Kecamatan Seimanggaris, Nunukan, bernama Baharuddin (29), yang saat itu tengah menjala ikan di perairan setempat.

Dan kasus kedua adalah nelayan asal Kabupaten Tana Tidung, Samsul Bahari. Yang dilaporkan hilang di perairan Semaja, Seimanggaris, tidak jauh dari lokasi hilangnya Baharuddin.

Upaya pencarian terhadap keduanya melibatkan lembaga adat, dan ditemukan melalui proses penangkapan dan pembedahan perut sejumlah buaya.

Ada laporan nelayan hilang, yang juga diduga akibat serangan buaya. Sampai hari ini, keberadaannya tidak diketahui meski sudah dilakukan pencarian oleh Tim SAR.

Menanggapi banyaknya habitat buaya yang terkesan semakin banyak dan agresif, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Berau, Kalimantan Timur, Dheny Mardiono, mengatakan, pihaknya akan segera melakukan pemetaan dan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk merespons persoalan tersebut.

"Kita akan turun ke lapangan. Sementara ini, kita sedang berkomunikasi intens dengan Pemerintah Daerah Nunukan. Kita membicarakan langkah kita ke depan seperti apa," ujarnya saat dihubungi, Kamis (28/7/2022).

Pada dasarnya, kata Dheny, buaya merupakan satwa liar yang secara naluriah akan langsung menyerang saat terdesak dan terkejut.

Selain itu, dari beberapa pengamatan sifat buaya di sejumlah tempat penangkaran, ada di antara mereka yang memiliki sifat sangat agresif dan selalu menyerang yang dianggap mangsanya, meski tidak diganggu.

"Ada dua kemungkinan, yang pertama terdesak, dan kedua, kemungkinan sifat individu buaya tersebut memang nalurinya menyerang," jelasnya.

Melihat kasus buaya, khususnya di Kabupaten Nunukan, meski secara kasat mata, seakan ada penambahan populasi.

Tentu tidak boleh serta merta menyatakan ada proses perkembangbiakkan buaya di lokasi tersebut.

Butuh kajian ilmiah dan inventarisasi pemetaan populasi, karena bisa jadi, penambahan populasi berasal dari fenomena perpindahan buaya dari lokasi lain, atau memang ada populasi meningkat akibat perkawinan predator air tersebut.

"Inventarisasi pendataan populasi sangat diperlukan, tapi tidak serta merta tentunya. Butuh biaya besar, mulai trasportasi dan pembiayaan penelitian. Kami sudah usulkan itu tahun lalu. Tapi mungkin ada prioritas lain, sehingga belum muncul (anggaran)," jelasnya.

Dheny juga akan membahas lebih jauh mengenai kemungkinan penangkaran buaya. Selama ini, penangkaran buaya yang terdekat dari Nunukan adalah Kota Tarakan.

Butuh biaya sangat besar, jika seandainya buaya di Nunukan ditangkap dan dibawa menggunakan kapal ke Tarakan.

Belum lagi, jika buaya itu berukuran besar dan membutuhkan transportasi kapal dengan spek besar. Sejauh ini, buaya terbesar yang ditangani BKSDA Berau memiliki ukuran panjang 5 meter.

"Semua masih butuh kajian. Apakah buaya di sungai tersebut melebihi populasi atau tidak. Kalau melebihi populasi tentu ada rekomendasi pemindahan. Dan itu tetap menunggu hasil kajian," kata Dheny.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/28/201937578/kasus-buaya-memangsa-manusia-di-kaltara-dibalas-pembantaian-ini-respons

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke