Salin Artikel

Melihat Semangat Penyandang Tunanetra Belajar Al Quran Braille di Lebak

Ibunya yang mendampinginya mengingatkan anaknya agar berhati-hati saat berlari. Saskia yang merupakan seorang penyandang tunanetra begitu semangat datang ke sini untuk belajar Al Quran braille.

Saskia datang dari Maja sekitar setengah jam perjalanan dari Rangkasbitung demi memenuhi hasrat belajar membaca Al Quran.

Ini adalah hari kedua dia belajar. Hingga kini, dia sudah belajar Iqro braille hingga bab sembilan. Saskia mengaku sangat antusias belajar karena ingin mengejar cita-citanya kelak.

Sebelum belajar di Masjid Agung dia sudah belajar Al Quran Braille dari seorang pendamping di kediamannya. 

Namun, dia merasa itu belum cukup, sehingga ingin lebih banyak belajar dari guru-guru yang lain.

Saskia mengalami tunanetra saat berusia delapan tahun, sebelumnya dia bisa melihat sebagaimana orang normal lain. Namun karena satu penyakit, dia kehilangan indera penglihatan.

Hal tersebut tidak membuat dirinya kehilangan semangat untuk terus belajar. Dia mengatakan kendati tidak bisa melihat dia masih tetap bisa mengejar impiannya.

"Sekarang sekolah kelas dua SMA Khusus, nanti mau lanjut kuliah dan jadi guru," kata dia.

Serupa dengan Saskia, Saroh juga begitu semangat untuk belajar, bahkan dia enggan pulang dari Masjid Agung karena ingin terus belajar.

Namun, karena tidak ada pendamping saat malam hari, Saroh akhirnya ikut pulang ke rumah Saskia untuk belajar bersama.

"Tadinya mau menginap di sini, karena besok masih belajar lagi," kata dia.

Kegiatan membaca Al Quran Braille di Lebak masih merupakan hal yang jarang ada.

Kegiatan selama tiga hari ini diselenggarakan atas inisiasi sebuah yayasan yang bekerja sama dengan pengajar dari Jakarta.

Salah satu pengajar, Furqon Hidayat mengatakan normalnya butuh sekitar satu minggu untuk anak-anak dan remaja bisa membaca Al Quran Braille.

Dalam kegiatan ini, peserta akan diajar mengenal konstruksi titik-titik huruf braille dalam Al Quran.

"Kalau sudah punya modal itu bisa memungkinkan untuk belajar secara bertahap mulai dari huruf Hijaiyah, tanda baca hingga membuat kalimat sederhana," kata Furqon.

Cepat atau lambatnya seorang bisa membaca Al Quran Braille, kata Furqon tergantung dari kemampuan jari jemari seseorang dalam mendeteksi konstruksi titik-titik braille.

Furqon sendiri sudah belajar Al Quran Braille sejak tahun 1997. Dia juga merupakan penyandang tunanetra.

Hingga saat ini, Furqon sudah menerbitkan sejumlah buku dan Al Quran Braille.


Dia juga kerap dipanggil untuk mengajar ke sejumlah kota mulai dari sekitar Jabodetabek hingga ke Aceh.

Penyelenggara kegiatan belajar  Al Quran Braille, Abdul Rohman mengatakan kegiatan ini diikuti oleh sebanyak 20 peserta penyandang tunanetra di Kabupaten Lebak.

Kegiatan ini, kata dia, disambut antusias oleh para peserta karena pertama kali dilakukan di Lebak.

"Sebelumnya yayasan kami fokus ke distribusi Al Quran termasuk yang braille, ternyata mereka juga minta diajarkan membacanya," kata dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/27/154513178/melihat-semangat-penyandang-tunanetra-belajar-al-quran-braille-di-lebak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke