Salin Artikel

Kasus Banyaknya WNI Tewas di Pusat Tahanan Malaysia, Kemenlu RI Masih Kumpulkan Bukti dan Saksi

Perwakilan Kemenlu RI untuk Perlindungan WNI, Yudhi Ardian mengatakan, ada indikasi pelanggaran HAM yang dilakukan otoritas Malaysia terhadap PMI yang meninggal di sejumlah PTS disana.

"Terkait dugaan pelanggaran HAM oleh Malaysia, Kemenlu sedang seriusi itu. Kita sudah berkoordinasi dengan Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB). Kita juga sudah berkomunikasi dengan perwakilan RI di Tawau dan Kinabalu menyoal kasus ini," ujarnya, Kamis (21/7/2022).

Yudhi mengatakan, jumlah kematian Pekerja Migran Indonesia (PMI) di PTS Malaysia dikatakan cukup banyak.

Sehingga butuh upaya yang cukup matang dalam memikirkan langkah bagi jaminan perlindungan dan keselamatan para WNI.

"Jumlahnya tidak seperti yang pernah dirilis oleh Kedutaan Malaysia sebanyak 149 orang itu. Data itu merupakan jumlah keseluruhan WNA yang meninggal di PTS. Malaysia sudah meminta maaf juga kepada Indonesia karena kesalahan data itu akhirnya membuat gaduh. Yang jelas banyak kasus kematian WNI di tahanan Malaysia," kata Yudhi lagi.

Adapun penyebab kematian para WNI, lebih pada perlakuan dan kondisi tahanan yang sangat penuh.

Para WNI yang menjadi tahanan, tidak menerima perlakuan layak. Dan masalah tersebut menjadi materi protes dari Kemenlu RI.

"Kita sudah sampaikan masalah itu. Jadi ini sebenarnya bukan hal baru, sudah sering kita sampaikan. Kita warning bahwa tahanan WNI yang ada disana juga manusia. Kita tidak ingin terjadi perlakuan tidak manusiawi di sana," kata Yudhi.

Kondisi tahanan di Malaysia memang sangat sesak akibat overload. Sebuah kondisi yang membuat prihatin dan mengurut dada.

Kemenlu RI meminta Pemerintah Malaysia memperlakukan tahanan secara layak dan memberikan hak hak para tahanan sebagaimana mestinya.

"Perbaiki dong fasilitasnya. Kalau ada yang kurang, misalnya akses sanitasi, akses kesehatan, gizi. Ya perbaikilah kekurangan itu," imbuhnya.

Sejauh ini, Kemenlu RI masih mendalami kasus kematian WNI. Kemenlu sudah melakukan konsultasi dengan KBMB di dalam negeri.

Untuk persoalan luar negerinya, Kemenlu berkomunikasi dengan perwakilan RI DI Tawau, maupun Kota Kinabalu.

Termasuk membahas akses untuk bertemu dengan pihak Imigresen Malaysia yang bertanggung jawab atas kondisi PTS di Sabah.

"Tapi semua itu tergantung pada data dan informasi yang kita kumpulkan. Ada kesulitan disitu, bagaimana kita bisa mengumpulkan kesaksian, dan juga alat bukti kalau memang arahnya ke penuntutan hukum. Itu yang kita masih dalami," tegasnya.

Sebelumnya, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) memprotes pihak Malaysia, terkait dugaan penyiksaan dan kematian Buruh Migran Indonesia, dalam Pusat Tahanan Imigrasi di Sabah, Malaysia.

Anggota KBMB, Harold Wilson, mengatakan, sepanjang periode Januari sampai Maret 2022, sedikitnya 18 WNI meninggal di pusat tahanan imigrasi Tawau, di Sabah, Malaysia.

"Ini hanya angka estimasi yang kami dapatkan dari satu Depot Tahanan Imigrasi (DTI) di Sabah. Sementara, ada lima DTI di wilayah Sabah," ujarnya, beberapa waktu lalu.

Tingginya angka kematian yang dialami oleh buruh migran Indonesia telah menunjukkan seluruh otoritas terkait di Sabah, dengan sengaja dan terus menerus tidak memenuhi standar kesehatan yang semestinya.

Kondisi ini, membahayakan keselamatan seluruh tahanan imigrasi, bahkan menghadapkan mereka pada resiko kematian.

Harold menegaskan, hal ini hanya bisa dicegah jika kondisi buruk di dalam pusat tahanan imigrasi diperbaiki.

Berbagai pelanggaran standar dan prinsip kesehatan di dalam pusat tahanan, wajib dikoreksi, dan berbagai perlakuan tidak manusiawi, harus dihentikan.

"Di kelima pusat tahanan imigrasi di Sabah, kasus kematian yang dialami buruh migran asal Indonesia terjadi secara terus menerus. Karenanya, angka tersebut adalah angka minimal. Kami yakin, jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi," tegasnya.

Sepanjang Maret 2021 sampai April 2022, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) melakukan sembilan kali aktivitas pemantauan kondisi PMI dan keluarganya, yang dideportasi dari 5 pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia, ke Nunukan, Kalimantan Utara.

Pemantauan tersebut dilakukan dengan menemui dan melakukan wawancara terhadap hampir 100 deportan di rumah susun yang dikelola oleh UPT BP2MI (Unit Pelaksana Teknis Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) di Nunukan.

Hasilnya, sebagaimana dituturkan Harold, kecuali DTI di Kota Sandakan, seluruh pusat tahanan imigrasi di Sabah, mengalami persoalan kelebihan kapasitas. Dengan rata-rata luas 8x12 meter, setiap blok dihuni oleh 200-260 orang.

Setiap DTI diperkirakan memiliki 10-14 blok di dalamnya. Seluruh blok tahanan dikabarkan dalam kondisi yang buruk, kotor, bahkan ada yang tidak terkena sinar matahari.

"Beberapa blok juga sangat bau karena kondisi toilet yang penuh dengan kotoran. Tidak ada alas tidur yang disediakan. Setiap tahanan harus tidur di lantai yang kasar, terkadang mereka melapisinya dengan kardus sebagai alas," katanya.

Tahanan tidur dengan kondisi saling berhimpitan satu sama lain. Saat berbaring, kaki mereka akan menyentuh kepala tahanan lain di bawahnya.

Di blok 9 DTI Tawau contohnya, saking penuhnya, beberapa tahanan terpaksa tidur di toilet.

Setiap DTI hanya memiliki satu toilet, dengan rata-rata tiga lubang toilet. Jumlah ini tentu saja jauh dari kata layak, untuk penghuninya yang berjumlah di atas 200 orang.

"Itu pun di banyak blok laki-laki, hanya satu lubang toilet yang tidak mampat. Sisanya mampat dan membuat kotoran manusia bertumpuk. Kondisi seperti ini membuat banyak tahanan yang harus menahan buang air besar dalam jangka yang ekstrem. Kami banyak mendengar cerita mereka yang baru buang air besar satu kali dalam dua sampai tiga minggu," tuturnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/21/145635178/kasus-banyaknya-wni-tewas-di-pusat-tahanan-malaysia-kemenlu-ri-masih

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke