Salin Artikel

Kisah Getir Katarina, Berjuang Seorang Diri demi Sekolahkan 4 Anaknya

LARANTUKA, KOMPAS.com - Di tengah kegetiran hidup, Katarina Kewa Kolin (41) tak putus asa untuk menyekolahkan anak-anaknya. Katarina yang menjadi tulang punggung keluarga banting tulang demi pendidikan anak-anaknya.

Katarina tinggal di sebuah rumah sederhana yang berada di Kelurahan Pohon Bao, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Lokasinya tak jauh dari Kota Larantuka, ibu kota Kabupaten Flores Timur. Sekitar 15 menit perjalanan.

Ia tinggal bersama enam anaknya. Dua di antaranya bekerja serabutan, satunya sudah tamat Sekolah Menengah Atas. Sementara tiga lainnya masih sekolah.

“Dua orang laki-laki, perempuan empat orang. Duanya masih SMP, satunya lagi mau masuk SMA. Kalau satunya sudah tamat SMA,” ujar Katarina sembari memperkenalkan enam anaknya, Kamis (14/7/2022) sore.

Katarina menuturkan, semenjak sang suami, Yohanes Kelvin Mage, meninggal dunia enam tahun lalu, ia melewati masa-masa sulit. Karena harus menanggung kelangsungan hidup keluarga.

Pernah terlilit utang

Suatu ketika, mereka mengalami kesulitan ekonomi. Ia kemudian meminjam uang di salah satu koperasi harian di Kota Larantuka.

Namun, karena tak mampu bayar, Katarina pun memilih pergi merantau ke Jakarta bersama lima orang rekannya pada April 2022 lalu.

“Saat itu kami diajak oleh VL untuk kerja di Jakarta. Saya menyetujui ajakan dia untuk bisa bayar utang,” ceritanya.

Sayang, di tengah perjalanan, bukannya bekerja di Jakarta, VL justru membawa mereka ke Malaysia.


Ia pun menolak dan melaporkan peristiwa itu ke Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Flores Timur.

Mereka berhasil diamankan aparat Kepolisian Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan. Selanjutnya, dipulangkan ke Flores Timur.

“Kasusnya sementara proses saya sudah diperiksa dua kali oleh polisi,” ujarnya.

Jualan kue

Tiba di kampung halaman, Katarina harus putar otak agar bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pendidikan putrinya.

Dengan modal seadanya, ia pun memberanikan diri untuk membuka usaha jualan kue. Kue hasil olahannya dijual oleh dua putrinya yang masih sekolah.

“Ria dan Ina yang pergi jual. Biasanya sebelum dan sepulang sekolah. Satu hari itu bisa dapat Rp 120.000. Tetapi untungnya tidak banyak, karena kita harus beli lagi bahannya,” ujarnya.

Sementara dua putrinya yang lain, Lia dan Vebi bekerja di sekitar rumah tetangga yang membutuhkan jasa cuci dan setrika pakaian.

Itu pun, kata dia, belum cukup untuk membayar utang dan memenuhi pendidikan anak-anaknya.

Katarina berharap agar pemerintah bisa membantu menyekolahkan anak-anaknya agar kelak bisa sukses.

“Cukup saya yang begini, mereka tidak boleh lagi seperti saya,” ucapnya.


Ketua BP2MI Flores Timur, Benedikta Noben da Silva mengatakan, persoalan ekonomi yang dialami Katarina juga dialami oleh banyak keluarga di wilayah tersebut.

Oleh sebab itu, Benedikta meminta pemerintah jeli dan memberikan perhatian khusus kepada anak-anak yang kurang mampu.

Ia menjelaskan, salah satu penyebab tingginya kasus human traficking (perdagangan manusia) di wilayah itu karena rendahnya tingkat pendidikan.

“Pemda mesti jeli melihat persoalan ini. Sektor pendidikan harus diperhatikan secara serius. Mau dibawa ke mana anak-anak ini nanti kalau mereka tidak sekolah,” ujar Benedikta saat dihubungi, Selasa (19/7/2022).

https://regional.kompas.com/read/2022/07/19/192504478/kisah-getir-katarina-berjuang-seorang-diri-demi-sekolahkan-4-anaknya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke