Salin Artikel

Situ Ciburuy Tercemar Limbah, Warga Sekitar Tak Bisa Lagi Pakai Air Sumur: Takut Beracun

KOMPAS.com - Sudah lebih dari seminggu Situ Ciburuy tercemar limbah yang mengakibatkan airnya berubah warna menjadi hitam pekat dan bau tak sedap.

Dampak pencemaran danau yang berada di Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, itu pun semakin meluas.

Warga yang tinggal di sekitar Situ Ciburuy kini sudah tidak bisa menggunakan air sumur di rumahnya untuk keperluan sehari-hari.

Warga yang mulanya memanfaatkan air sumur untuk minum dan memasak, kini tak bisa lagi mengonsumsinya.

Pasalnya, air sumur warga telah berubah menjadi keruh akibat tercemar air Situ Ciburuy yang berwarna hitam pekat dan bau tak sedap.

Awalnya, hanya warga RW 7 yang tidak bisa mengonsumsi air sumur di rumahnya. Namun, kini warga RW 8, 13, dan 14 juga mengalami kondisi serupa.

Ketua RW 8, Wati membenarkan bahwa warganya saat ini sudah tidak bisa menggunakan air sumur untuk memasak dan mencuci akibat pencemaran limbah di Situ Ciburuy.

"Air sumur milik warga jadi bau ketika dimasak, terus kalau dipakai mandi, badan juga jadi gatal-gatal," kata Wati, dikutip dari TribunJabar.id.

Untuk menghindari risiko keracunan, Wati mengatakan, warga memilih untuk membeli air galon untuk minum dan memasak setiap hari.

"Kalau untuk mandi masih bisa digunakan, kalau untuk masak dan minum tidak bisa, soalnya takut beracun atau berdampak pada kesehatan," ujar Wati.

Meski belum tahu sumber limbah yang mencemari Situ Ciburuy, namun Wati menyampaikan, pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KBB telah datang ke danau buatan tersebut untuk melakukan pengecekan.

Tanggapan Koramil Padalarang

Sementara itu, Anggota Koramil Padalarang, Sertu Saiful Dani, mengatakan bahwa sumur warga yang terdampak pencemaran kebanyakan terletak di sekitar 100 meter dari Situ Ciburuy.

"Kondisi air sumur itu saat dimasak menimbulkan bau, jadi tidak bisa dikonsumsi. Untuk kebutuhan lain, warga harus membeli galon Rp 30 ribu per hari," ujar Saiful.

Berdasarkan penelusuran pihaknya, Saiful mengungkapkan, limbah yang mencemari Situ Ciburuy diduga berasal dari pabrik batu bata dan pencucian karung bekas limbah.

"Karung bekas limbah industri itu dibeli lagi oleh oknum di sini, kemudian dicuci. Airnya mengalir dan mencemari Situ Ciburuy," kata Saiful.

Saiful mengaku, pihaknya telah berkoordinasi dengan pengurus RT dan RW, tokoh masyarakat, perangkat desa, serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KBB untuk memastikan dugaan tersebut.

Dia menambahkan, DLH KBB pun telah mengambil sampel air Situ Ciburuy yang tercemar limbah, namun hingga sekarang belum diketahui hasilnya.

Berdasarkan cerita warga, Saiful menyebutkan, pencemaran limbah di Situ Ciburuy kali ini merupakan yang paling parah dibandingkan beberapa pencemaran yang terjadi dalam puluhan tahun terakhir.

"Kalau pencemaran yang dulu, dua hari juga sudah hilang lagi bau dan warna hitamnya. Kalau sekarang mungkin sudah sepuluh hari masih bertahan," terangnya.

Saiful pun menyayangkan, DLH KBB terlambat mengantisipasi pencemaran limbah di Situ Ciburuy sehingga berdampak fatal bagi warga di sekitarnya.

"Memang sering tercemar tapi tidak ada tindak lanjut dari DLH. Sudah seperti ini baru bertindak, seharusnya sebelum terjadi pencemaran harus bertindak. Setelah terjadi dan berdampak pada masyarakat baru kewalahan," tegasnya.

Tanggapan DLH KBB

Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH KBB, Idad Saadudin, mengatakan bahwa pihaknya telah menurunkan tim untuk menindaklanjuti pencemaran limbah di Situ Ciburuy.

"Malam kemarin kami sudah turun, hari ini DLH dan Satpol PP KBB akan turun lagi untuk pengecekan ke Situ Ciburuy," kata Idad.

Berdasarkan hasil pengecekan sementara, Idad menyampaikan, pencemaran Situ Ciburuy merupakan akibat adanya pencucian kantong atau karung bekas industri.

"Dugaan kami itu (pencemarannya) dari air pencucian jumbo bag bekas," tandasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/07/16/094505378/situ-ciburuy-tercemar-limbah-warga-sekitar-tak-bisa-lagi-pakai-air-sumur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke