ACEH UTARA, KOMPAS.com – Harga sawit di Desa Serdang, Kecamatan Pirak Timu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, anjlok ke titik terendah Rp 500 per kilogram dari sebelumnya Rp 1.300. Hal ini membuat petani malas memanen sawit milik mereka.
Seorang petani, Ishak mengatakan, penyebab turunnya harga sawit karena sejumlah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) tidak lagi membeli sawit petani. Alasannya, gudang penuh dan dampak larangan ekspor dari pemerintah.
“Dulu saya ajak pekerja, upahnya per hari untuk panen sawit. Sekarang saya panen sendiri. Itu pun hanya buat kebutuhan sehari-hari. Karena tak tau mau jual kemana,” kata seorang petani, Ishak, Kamis (14/7/2022) per telepon.
Hal senada disebutkan Samsul Akmar. Sebenarnya, petani enggan memanen buah sawit. Sehingga banyak buah yang rontok dari tandannya dan dibiarkan saja.
“Kalau ada toke yang beli, baru kita panen sedikit. Jadi, janjian dulu dengan tokenya, dia bisa beli berapa kilogram. Kalau dulu, kita panen saja terus, karena pembelinya sudah pasti ada,” terang Samsul.
Ketua Asosiasi Petani Sawit Seluruh Indonesia (Apsindo) Aceh Utara, Kastabuna, meminta Kementerian Perdagangan mencari solusi menumpuknya sawit di sejumlah pabrik kelapa sawit di Aceh.
“Kalau tidak segera diatasi, maka sawit bisa busuk sendiri. Pasti petani tak bisa panen, karena tak ada yang beli. Ini derita terparah petani sawit,” beber Kastabuna.
Dia berharap, kondisi ini bisa segera diatasi oleh negara. Dua bulan terakhir, harga berangsur anjlok hingga ke titik terendah.
“Semoga bisa segera diatasi. Ini kewenangan pusat yang harus segera dicari solusi, ekspor sawit harus segera diizinkan,” tutur dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melarang ekspor cruide palm oil (CPO). Belakangan aturan ini telah dicabut.
Meski telah dicabut, harga sawit belum pulih hingga hari ini. Sebelum aturan ini diberlakukan harga sawit pernah mencapai Rp 1.800 per kilogram.
https://regional.kompas.com/read/2022/07/14/160308778/harga-sawit-anjlok-jadi-rp-500-per-kg-petani-di-aceh-malas-panen-karena-tak