Salin Artikel

Pulau Rubiah, Sejarah Pusat Karantina Haji Pertama di Indonesia

KOMPAS.com - Pulau Rubiah terletak di Kota Sabang, Provinsi Aceh.

Pulau yang kini menjadi destinasi wisata ini dulunya merupakan tempat karantina haji pertama di Indonesia.

Gedung sebagai tempat karantina berjarak sekitar sekitar 150 meter dari dermaga Pulau Rubiah.

Namun saat ini, gedung tersebut dipenuhi ilalang.

Sejarah Pusat Karantina Haji Pertama di Indonesia

Pulau Rubiah merupakan pusat karantina pertama untuk jamaah yang berasal dari Aceh, Sumatera, dan daerah sekitarnya.

Sedangkan, Pulau Onrust merupakan tempat karantina jamaah haji dari pulau Jawa.

Gedung karantina haji yang terletak di Pulau Rubiah dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1920. Gedung tersebut merupakan bangunan termewah saat itu.

Bangunan itu memiliki fasilitas lengkap, seperti penginapan, laundry, rumah sakit, kamar mandi, dan listrik.

Gedung tersebut menjadi tempat transit untuk jamaah yang akan berangkat dan tiba dari tanah suci melalui jalur laut.

Dilansir dari portal Kementerian Agama, Belanda membangun tempat karatina untuk kepentingan ekonomi dan politik. Gedung karantina dibangun guna menarik simpati masyarakat Aceh.

Dulu belum ada vaksin, orang yang pulang dari luar negeri dianggap membawa penyakit. Sehingga, mereka wajib dikarantina sampai statusnya bebas dari wabah penyakit.

Waktu karantina yang ditetapkan sekitar 40 hari, baik sebelum ataupun setelah pulang dari ibadah haji.

Jamaah yang telah dinyatakan bebas penyakit baru boleh pulang.

Pada tahun 1944, terjadi pertempuran antara Belanda dan Jepang, sehingga beberapa bangunan pusat karantina haji hancur dihantam peluru Belanda.

Peluru tentara Belanda memberondong tentara Jepang yang bersembunyi dibalik bangunan tersebut.

Sejak saat itu Pulau Rubiah tidak lagi menjadi pusat karantina haji. Tetapi, Kota Sabang masih menjadi jalur pemberangkatan haji sampai tahun 1970-an, melalui kampung haji.

Sejarah Pulau Rubiah

Pulau Rubiah yang memiliki pemandangan wisata bahari yang menakjubkan menyimpan legenda tentang asal usul nama Pulau Rubiah.

Cerita berawal dari suami istri pada masa pemerintahan Sulthanah Ratu Syafiatuddin.

Suami merupakan ulama yang bernama Teungku Ibrahim dan bergelar Teungku Iboih, karena ia berasal dari daerah Iboih di Pidie, Aceh.

Teungku Iboih mengasingkan diri ke Pulau Weh (Sabang) guna mencari ketenangan spiritual.

Tak berapa lama kemudian, istrinya yang bernama Siti Rubiah memilih mengikuti jejak suaminya menetap di Pulau Weh. Siti Rubiah membawa keponakan dan seekor anjing.

Terjadi percecokkan antara Teungku Iboih dan Siti Rubiah. Teungku Iboih yang sorang ulama memahami bahwa agama Islam dilarang memelihara anjing karena air liurnya merupakan najis.

Namun, Siti Rubiah berpendapat bahwa anjing itu hanya untuk mengusir binatang pengganggu kebun sekaligus untuk melindungi rumah.

Kemudian, musyawarah dilakukan untuk menyelesaikan masalah suami istri ini.

Lalu diputuskan bahwa suami berhak atas rumah yang terdapat di Pulau Weh dengan kebun-kebunnya.

Sedangkan, Siti Rubiah berhak atas hewan ternak dan diberikan tanah di pulau kecil yang dipisahkan oleh selat dangkal.

Kelak oleh masyarakat setempat, pulau itu bernama Pulau Rubiah. Sedangkan, nama Teungku Iboih diabadikan menjadi nama kecamatan di Pulau Weh atau Sabang.

Sumber:

haji.kemenag.go.id dan budaya-indonesia.org

https://regional.kompas.com/read/2022/07/08/143902678/pulau-rubiah-sejarah-pusat-karantina-haji-pertama-di-indonesia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke