Salin Artikel

Hari Kedua Kapal Angkutan Sembako Perbatasan RI – Malaysia Mogok Operasi, Pemkab Nunukan Belum Punya Solusi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Pemerintah Daerah Nunukan Kalimantan Utara, belum memiliki solusi atas aksi mogok operasi sejumlah kapal kapal pengangkut sembako untuk pedalaman RI–Malaysia.

Pemerintah daerah masih berkutat pada pemetaan kebutuhan pokok masyarakat pedalaman, yang menurut para pemilik kapal justru tidak mengena dengan tuntutan mereka.

‘’Yang kami mau ini, pemerintah daerah buatkan rapat dengan mengundang Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah). Hadirkan kami untuk menyuarakan keluhan kami. Kalau hanya rapat minta data, tidak ada selesainya ini barang,’’ujar Ketua Asosiasi Kapal Angkutan Pedalaman, Baharuddin Aras, Selasa (28/6/2022).

Hari ini, merupakan hari kedua dari aksi mogok operasi kapal angkutan pedalaman.

Kapal yang selama ini beroperasi dengan rute Nunukan–Sebuku dan sekitarnya ini menjadi penopang dan transportasi andalan warga pedalaman dalam pemenuhan kebutuhan pokok dan sembako.

Pemerintah daerah juga sebelumnya telah mencoba menggelar rapat internal mengundang Forkopimda. Hanya saja, tidak terlibatnya para tukang kapal, menjadi permasalahan yang dipertanyakan oleh mereka.

‘’Bapak, Ibu mohon maaf, kami seringkali rapat-rapat seperti ini. tidak ada selesainya kalau tidak ada para Komandan TNI atau Polres. Mohon pahami tuntutan kami. Kami inginkan jaminan keamanan bongkar muat barang untuk saudara kami di pedalaman. Bagaimana agar kami bisa aman, tidak selalu ditangkapi aparat,’’tegas Bahar.

Rapat untuk pemetaan kebutuhan bahan pokok

Pemkab Nunukan hari ini juga mengundang para tukang kapal untuk mencoba memetakan berapa banyak kebutuhan yang diperlukan bagi masyarakat pedalaman.

Sebuah langkah dan respon yang justru memicu pertanyaan, apakah selama ini pemerintah tidak memiliki data, sehingga baru melakukan hal tersebut?

Keheranan ini disuarakan Wakil Ketua Asosiasi Kapal Angkutan Pedalaman, Jamaluddin Dasi.

‘’Mohon maaf, kami ini mengangkut barang barang kebutuhan dan sayuran yang kami beli dari pasar-pasar tradisional di Nunukan. Sumbernya di Pasar Jamaker dan Pasar Inhutani. Jadi bukan kami ke Malaysia belanjanya. Kalau mau dipetakan, kenapa bertanya ke kami? Kalian ke pasar saja untuk itu,’’katanya.

Jamal kembali menegaskan bahwa selama ini, yang namanya kearifan lokal akan barang barang pokok asal Malaysia untuk perbatasan RI menjadi kesepakatan semua pihak, tanpa adanya surat atau legalitas tertulis.

Namun belakangan, kearifan lokal justru menimbulkan gejolak dengan masifnya penangkapan oleh aparat yang berbeda-beda.

‘’Itu kenapa kami inginkan hadir dalam rapat yang terdapat semua unsur Forkopimda. Kalaupun seandainya Forkopimda Nunukan sepakat tidak melakukan penangkapan, lalu bagaimana mengantisipasi penangkapan oleh Polda, oleh Mabes? Itu yang kami mau solusinya. Bukan rapat dengan Pemkab saja,’’tegasnya.

Jamal juga menegaskan, kasus yang sama pernah menjadi pembahasan oleh Bupati periode sebelumnya.

Saat itu, Bupati Basri mengirimkan surat permohonan dispensasi khusus yang dikirim ke Kemendagri, dengan telaahan geografis Nunukan dan tradisi warga perbatasan dalam hal perdagangan tradisional.

‘’Berhenti penangkapan oleh aparat saat itu, tapi begitu ada pergantian Bupati, ada pergantian komandan, terjadi lagi. Apa harus selalu begini terus? yang kami minta adalah solusi. Ini loh bagaimana kasusnya biar tidak lagi begini? makanya mohon kami diundang dalam rapat Forkopimda,’’kata Jamal.

Ancam rusuh

Perwakilan masyarakat Sebuku, Asbar mengatakan, dalam tuntutan Asosiasi Kapal Angkutan Pedalaman, tertulis jelas, asosiasi menuntut adanya jaminan keamanan dari penangkapan para aparat.

Mereka mengalami trauma karena cara penangkapan aparat yang terkesan tidak manusiawi.

‘’Kami ini diculik, kapal kami dibawa ke Tarakan. dokumen kapal semua disita dan hp diambil. Dibuat macam teroris kami,’’katanya.

Padahal, lanjutnya, dalam Undang-undang Pelayaran sangat jelas. Selama kapal memiliki SPB, seandainya ada dugaan tindak pidana, silahkan kapal dikawal sampai Sebuku.

Diperiksa di pelabuhan dengan sepengetahuan syahbandar.

‘’Yang terjadi apa? Siapa sebenarnya yang tidak tahu aturan, padahal yang kami bawa adalah sembako untuk warga pedalaman yang selama ini masuk dalam konteks ‘’kearifan lokal’’,’’geramnya.

Asosiasi dan warga pedalaman satu suara untuk menuntut jaminan keamanan, berupa sebuah kesepakatan atau bentuk lain yang bisa dijadikan tameng manakala terjadi penangkapan oleh aparat.

Mereka berdalil dengan PP Nomor 34 Tahun 2019 tentang perdagangan perbatasan, MoU tentang perundingan lintas batas antara Indonesia – Malaysia yang ditandatangani Pro.Dr.Sumitro Djoyohadikusumo, 26 Mei 1967.

Border Trade Agreement (BTA), serta Peraturan Dirjen Bea Cukai tentang petunjuk pelaksanaan impor dan ekspor barang yang dibawa oleh pelintas batas dan pemberian pembebasan bea masuk barang yang dibawa pelintas batas.

‘’Tolong beri kami jaminan, terserah bagaimana bentuknya yang bisa kami tunjukkan saat ada penangkapan. Ini loh kesepakatan di Nunukan, ini jaminan kami aman mengangkut bahan pangan untuk saudara kami di perbatasan. Kalau tidak ada solusi dan masih ada penangkapan, saya menjamin akan rusuh ini barang,’’katanya.

Akan dilaporkan ke Bupati


Rapat yang dipimpin Asisten 3 Bagian Ekonomi dan pemerintahan Syafaruddin dan Kepala Dinas Perdagangan dan UMKM Nunukan, Sabri inipun belum memberikan solusi.

Para pejabat yang hadir, baru menyadari bahwa barang barang made in Malaysia yang diangkut kapal tersebut merupakan barang yang dibeli di pasar tradisional, bukan dibeli langsung di Malaysia.

‘’Kami mengundang bapak-bapak adalah tindak lanjut dari perintah Bupati yang kemarin menggelar rapat dengan Forkopimda. Kami diminta memetakan berapa jumlah barang kebutuhan yang biasa dibawa dan apa saja. Ada miss di sini, karena kami mengira barang barang yang dibawa diambil langsung di Malaysia, bukan dari Pasar Nunukan,’’kata Syafaruddin.

Sementara untuk permohonan adanya jaminan tertulis berupa kesepakatan bersama sebagai dokumen yang memberikan keamanan bongkar muat sembako ke pedalaman, Kepala Dinas Perdagangan, Sabri mengatakan, tetap butuh adanya pemetaan.

Ia menjelaskan, barang barang Malaysia yang masuk Nunukan, sebenarnya adalah subsidi dari Kerajaan Malaysia. yang tentu menjadi dilema jika Asosiasi menuntut adanya semacam kebijakan tertulis.

‘’Mohon difahami, ini dilema juga buat kami. Selain itu, setiap tahun penduduk Nunukan bertambah, dan kebutuhan tentu meningkat. Untuk itu, kita harus data lagi sebagai bahan merumuskan solusi untuk masalah ini. jadi hasil rapat ini akan kami laporkan dulu ke Bupati untuk minta petunjuk selanjutnya,’’jelasnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/28/231028978/hari-kedua-kapal-angkutan-sembako-perbatasan-ri-malaysia-mogok-operasi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke