Salin Artikel

Asal-usul dan Sejarah Nama Jasinga

KOMPAS.com - Jasinga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Dari sejarahnya, zaman dahulu Jasinga disebut juga Bogor-Banten. Penyebutan wilayah itu karena wilayahnya berbatasan dengan Banten.

Sementara, budaya Jasinga memiliki perilaku dan dialek yang mirip dengan masyarakat Banten, yang sebagian tidak terpengaruh budaya Priangan, salah satu budaya Sunda.

Asal usul nama Jasinga muncul dalam beragam versi. Kebanyakan versi yang melekat merupakan penuturan yang didapat secara turun temurun dari mulut ke mulut para sesepuh setempat.

Hanya sebagian kalangan yang merujuk pada sumber autentik yang masih dijadikan bahan kajian untuk menambah versi.

Berikut ini asal-usul dan sejarah nama Jasinga.

Asal Usul dan Sejarah Nama Jasinga

Dilansir dari laman Kabupaten Bogor, untuk mengungkap asal usul nama Jasinga, beberapa versi cerita rakyat berkembang di masyarakat.

Pendapat pertama nama Jasinga dikaitkan mitos seekor singa yang merupakan jelmaan dari tokoh-tokoh Jasinga.

Cerita yang dituturkan oleh sesepuh Jasinga, seperti Wirasinga, Sanghyang Mandiri, dan Pangeran Arya Purbaya dari Banten mengungkapkan bahwa setiap hidup dan perjuangan mereka memiliki wibawa seperti singa. Tidak hanya sifat, wujudnya sempat menjadi seekor singa.

Wujud menyerupai singa tersebut membuat orang yang berada di sekitar terkejut dan kagum. Sampai setiap orang yang melihat akan mengucap, "Eh...Ja...singa eta mah".

Kata "Ja" merupakan kata identitas tersendiri di Jasinga gunanya untuk memperjelas kalimat berikutnya, seperti "Da" di daerah Priangan.

Pendapat kedua diyakini bahwa Wirasinga yang merupakan keturunan Sanghyang Mandiri (Sunan Kanduruan Luwih) yang membuka lahan di Pakuan bagian barat.

Nama daerah itu disebut Jasinga oleh Sanghyang Mandiri. Ia juga menobatkan Wirasinga sebagai penguasa baru Jasinga atau Jaya Singa. Daerah yang makmur dipimpin Wirasinga.

Pendapat ketiga mengacu pada sejarah autentik, yaitu Jasinga berasal dari kata Jayasingha.

Diceritakan seorang Reshi Salakayana dari Samudragupta (India) dikejar-kejar oleh Candragupta dari Kerajaan Magada (India), sampai mengungsi ke Jawa bagian barat.

Saat itu, Jawa bagian barat masih merupakan kekuasaan Dewawarman VIII (340-362 M) sebagai raja Kerajaan Salakanagara.

Jayasingharwarman menikah dengan putri Dewawarman VIII, yakni Dewi Iswari Tunggal Pertiwi. Kemudian, ia mendirikan ibu kota Jayasinghapura.

Jayasinghawarman (358-382 M) bergelar Rajadiraja Gurudharmapurusa, ia wafat di tepi kali Gomati (Bekasi).

Ibu kota Jayasinghapura dipindah oleh Purnawarman Raja Taruma III (395-434 M) ke arah pesisir, yang bernama Sundapura.

Tujuh ajaran Sanghyang Sunda tersebut yakni, pengawinan (pedalaman Banten), parahyangan (Lebak Parahyangan), bongbang (Sajira), gajah lumejang (Parung Kujang-Gunung Kencana), singa bapang (Jasinga), sungsang girang (Bayah), sungsang hilir (Jambang-Pelabuhan Ratu).

Tujuh ajaran itu mempengaruhi Purnawarman sebagai Raja Taruma III (395-434 M), hingga ia mendirikan ibu kota yang bernama Sundapura.

Keruntuhan Taruma terjadi pada masa Linggawarman (669-732 M) sebagai Raja Taruma XII, hal ini terjadi kuatnya pengaruh Sunda.

Putri Linggawarman, yakni Dewi Manasih (Minawati) dinikahkan dengan Tarusbawa, putra Rakyan Sunda Sembawa.

Tarusbawa menjadi Raja Sunda (669-732 M), dalam perjalanannya Taruma runtuh. Kemudian, pengaruh Hindu melemah dan manjadi ajaran leluhur, yakni ajaran Sanghyang Sunda.

Dua wilayah Sanghyang Sunda, yaitu Gajah Lumejang serta Singa Bapang menjadi tempat laskar Kerajaan Sunda.

Dua nama wilayah tersebut disatukan menjadi Gajah Lumejang Singa Bapang, kemudian menjadi nama Jasinga (Ja = Gajah Lumejang, Singa = Singa Bapang). Keduanya menjadi filosofi gajah dan singa.

Tujuh ajaran Sanghyang Sunda tercantum dalam Kitab Aboga yang diperkirakan dibuat pada masa kejayaan Kerajaan Pajajaran, kitab ini dibawa ke Leiden pada akhir abad 19.

Berdasarkan kosakata (etimologi) dan perlambangan (hermeneutika), Jasinga memiliki makna yang berarti.

Adanya nama Jasinga melahirkan cerita rakyat yang melegenda hingga kini bagi masyarakat Jasinga.

Selain itu, adanya mitos sosok singa merupakan wujud kewibawaan para penghulu Jasinga.

Nama Jasinga secata autentik merujuk pada naskah-naskah kuno atau kajian sejarah Sunda yang terdapat Jayasinghapura, artinya gerbang kemenangan yang didirikan oleh Raja Taruma I (Jayasinghawarman).

Dalam naskah yang ditulis serta dirangkaum Panitia Wangsakerta Panembahan Cirebon, nama Jasinga terdapat dalam sejarah Lontar yang menjadi rujukan untuk melengkapi Kitab Negara Kretabhumi. Kitab ini menjadi rujukan raja-raja Nusantara.

Kitab Negara Kretabhumi disusun selama 21 tahun (1677-1698 M) pada masa genting, yakni beralihnya raja-raja Nusantara ke dalam masa penjajahan Belanda. Lontar tersebut berjudul "Akuwu Desa Jasinga".

Adanya mitos tentang singa diyakini masih ada beberapa singa yang menjaga wilayah Jasinga, meskipun dalam bentuk gaib. Sementara, Jawa Barat tidak ditemukan habitat singa.

Keyakinan dengan adanya singa tersebut hingga pusat kecamatan dilambangkan sebuah Tugu Singa.

Nama singa juga menjadi nama sebuah tanaman yang bernama singadepa yang tumbuh di hutan-hutan.

Daun singadepa berguna untuk memandikan bayi yang baru lahir, pengharum badan, hingga sebagai pencuci darah.

Tanaman singadepa memiliki tinggi sekitar 30 sentimeter, hidup di daerah yang lembab serta tertutup pohon-pohon tinggi.

Di Jasinga, tanaman singadepa jumlahnya sangat sedikit dan terdapat hutan-hutan tertentu. Tanaman ini juga terdapat di Baduy sampai Lebaksibedug (Citorek) di dekat Gunung Bapang, situs cagar budaya di daerah Cianjur, Jawa Barat.

Hingga saat ini, asal usul nama Jasinga terus dikaji lebih lanjut.

Sumber:

bogorkab.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/06/27/152525378/asal-usul-dan-sejarah-nama-jasinga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke