Salin Artikel

Kala Nasida Ria Mendobrak Ketabuan dan Keterkungkungan Perempuan…

KOMPAS.com - Nasida Ria, grup kasidah asal Semarang, Jawa Tengah, menjadi sorotan karena tampil di event Documenta Fifteen yang digelar di Kessel, Jerman, Sabtu (18/6/2022).

Kelompok ini didirikan oleh HM Zain, seorang pemuka agama Islam di Semarang, pada 1975.

Kala itu, HM Zain mengajak para muridnya untuk bermusik di asrama miliknya di kawasan Kauman Mustaram No 58, Semarang.

Pemain bas Nasida Ria, Rien Djamain, menceritakan, awalnya dirinya dan teman-temannya datang ke HM Zain untuk mengaji.

Agar para muridnya tidak bosan belajar, HM Zain mencarikan guru musik.

Rien menuturkan, HM Zain adalah penggemar musik. Ia juga mengoleksi lagu-lagu Umi Kalsum yang populer waktu itu.

"Pagi masak, lalu mengaji. Setelah waktu luang baru latihan. Waktu itu masih polos umur 15 tahun. Niat awal mengaji, karena bapak kreatif luar biasa. Dia mencari bibit-bibit yang bersuara bagus. Awalnya personel sembilan orang sesuai jumlah huruf Nasida Ria," ujarnya, dikutip dari pemberitaan Kompas.com.

Etnomusikolog Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Aris Setiawan menilai bahwa Nasida Ria adalah sebuah kelompok musik yang luar biasa.

Pasalnya, kelompok musik ini berani menentang “batas-batas keperempuanan” yang ada dalam kebudayaan dan keagamaan.

Menurut Aris, dengan berani tampilnya Nasida Ria di atas panggung, telah menghapuskan keterkungkungan dan ketabuan yang selama ini ada.


“Mereka ada sejak era ’70-an, yang mana saat itu perempuan tampil bernyanyi di depan umum, apalagi mereka menggunakan atribut keislaman, ini menjadi hal yang luar biasa,” ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (21/6/2022).

Aris mengistilahkan fenomena Nasida Ria sebagai perlawanan dalam kepatuhan.

“Dalam konteks keterkungkungan, perempuan ditempatkan harus nurut suami. Dalam kebudayan Jawa, perempuan menjadi kanca wingking. Tapi Nasida Ria melakukan perlawanan, perlawanan dalam kepatuhan,” ucapnya.

“Dengan mereka bersenandung di depan umum, ada ruang perlawanan di sana. Namun, mereka tetap dalam norma kepatuhan. Mereka tampil dalam bingkai religus, menyuarakan keislaman, mengajak berbuat baik, bagi saya ini adalah perlawanan dalam kepatuhan,” ungkapnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/21/180000978/kala-nasida-ria-mendobrak-ketabuan-dan-keterkungkungan-perempuan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke