"Kita ada di perbatasan negara, gerbang yang menjadi tolok ukur dan barometer kewibawaan bangsa. Di pedalaman, tenaga honorer diperbantukan karena ASN yang minim. Jika itu dihapus, bisa terjadi ketimpangan, khususnya bidang pendidikan dan kesehatan," ujarnya, Selasa (7/6/2022).
Dia mengatakan sejauh ini, wilayah perbatasan memang belum memiliki sumber daya manusia (SDM) mumpuni untuk menopang dan mendukung pelayanan yang maksimal.
Jika kebijakan penghapusan tenaga honorer disamaratakan dengan wilayah Jawa maka dampaknya akan sangat terasa dan cukup riskan. Baik dari segi sosial, ekonomi, maupun politik.
Bahkan kebijakan ini menurutnya akan menjadi polemik di masyarakat karena berpotensi menyebabkana danya pengangguran baru.
"Bahasa kasarnya, masyarakat akan menyangka pemerintah daerah mengada-ada, meski ini adalah kebijakan pusat yang berlaku dan diterapkan terhadap 450 Kabupaten/kota se-Indonesia,’’imbuhnya.
Jumlah honorer lebih banyak dan belum ada solusi
Surai mengaku hingga saat ini pihaknya belum memiliki solusi atas kebijakan penghapusan tenaga honorer. Menurutnya pihaknya saat ini hanya meminta para ASN memberikan waktu ekstra dalam pelayanan.
Pasalnya mereka nantinya harus lebih bekerja keras, karena jika biasanya ada bantuan tenaga honorer maka ke depannya akan sendirian.
"Sementara ini, kita mengimbau ASN untuk siapkan mental dan fisik. Fisik harus siap karena pekerjaan yang biasanya dibantu honorer, sekarang semuanya sendiri dan butuh lebih banyak waktu untuk menyelesaikannya. Sementara itu saja caranya, kita pikirkan sambil jalan nanti,’" lanjutnya.
Di Kabupaten Nunukan, ada 3.787 PNS. Sementara jumlah tenaga honorer sebanyak 5.833 orang. Kemudian ada juga 61 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), yang 3 di antaranya merupakan penyuluh pertanian.
Surai mengungkapkan penghapusan tenaga honorer menjadikan Pemda Nunukan dilematis. Pasalnya jika berhitung, dampak ekonomi maka akan cukup terasa.
Misalnya, satu tenaga honorer yang dihapus, memiliki tanggungan keluarga, anak dan istri. Jika 5.000 honorer dihapus maka dampak sosial akan mengkhawatirkan.
"Random dampaknya. Kita berdo’a saja, semoga penghapusan tenaga honorer tidak mengurangi kebersamaan kita dalam membangun Nunukan," harapnya.
SDM Minim dan wibawa Negara dipertaruhkan
Di sisi lain, saat ini kemampuan keuangan Pemda Nunukan, sedang tidak baik baik saja. Sehingga harus benar-benar memperhitungkan pengeluaran bagi pembayaran gaji dan tunjangan PPPK.
‘’Yang jadi masalah juga, adalah PPPK belum terakomodasi. Kita perlu berhitung untuk anggaran gaji dan tunjangan. Kalau gaji ditanggung APBN, sebenarnya Pemerintah Daerah memiliki kemampuan. Sayangnya baik gaji atau tunjangan, semua tanggungan Pemkab. Akhirnya untuk usulan PPPK, Pemkab Nunukan juga berpikir ulang,’’ lanjutnya.
Selain itu kualifikasi pendidikan honorer di Nunukan belum memenuhi syarat untuk standar formasi bidang pendidikan dan kesehatan yang minimal harus D3. Pasalnya, mayoritas honorer di Nunukan, hanya lulusan SMA/SMK sederajat.
Dari pemetaan BKPSDM Nunukan, masih terdapat banyak kekurangan SDM, khususnya di bidang Pendidikan dan Kesehatan.
Pada pemetaan saat pengajuan formasi PPPK, bidang pendidikan terpetakan sebanyak 800 orang, yang kemudian diseleksi dan diambil yang prioritas menjadi 475 orang.
Di bidang kesehatan, usulan Pemkab Nunukan sebanyak 552 orang. Jumlah tersebut, untuk memenuhi tenaga medis di Puskesmas Pembantu, Puskesmas, dan Rumah Sakit Pratama. Setelah seleksi ulang, didapat jumlah 445 orang.
Dia mengingatkan Kabupaten Nunukan merupakan pulau yang berbatasan darat dengan Malaysia. Segala kekurangan, baik buruk negara, diukur dari kondisi perbatasan.
‘’Kebayang kan, betapa besar dampak sosial, ekonomi dan politiknya akibat kebijakan Pusat terhadap tenaga honorer? Kita hanya berharap, ini menjadi pemikiran pemangku kebijakan di Pusat. Ini berkaitan dengan kewibawaan Negara di beranda negeri juga,’’ tegasnya.
Sebelumnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo, mengimbau para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pemerintah untuk menentukan status kepegawaian pegawai non-ASN paling lambat 28 November 2023.
Hal ini tertuang dalam surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 terkait Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
https://regional.kompas.com/read/2022/06/07/155016678/jumlah-honorer-lebih-banyak-dibanding-asn-pemkab-nunukan-minta-kebijakan