Salin Artikel

OTT Mantan Wali Kota Yogyakarta, Diduga Terima Suap Minimal Rp 50 Juta Terkait IMB Apartemen

Haryadi merupakan Wali Kota Yogyakarta selama dua periode, yakni 2011-2016 dan 2017-2022. Sebelum itu, dia menjabat sebagai Wakil Wali Kota Yogyakarta pada tahun 2006-2011.

Haryadi baru saja purnatugas sebagai Wali Kota Yogyakarya pada 22 Mei 2022. Dia digantikan oleh Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi.

Diduga terima suap Rp 50 juta terkait IMB

Haryadi diduga terlibat praktik suap pengurusan izin mendidikan bangunan 9IMB) Apartemen Royal Kedhaton.

Haryadi Suyuti selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017-2022 dilaporkan menerima sejumlah uang dari PT Summarecon Agung (SA) melalui orang kepercayaannya yang bernama Triyanto Budi Yuwono (TBY).

Selain Haryadi, KPK juga menetapkan Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihono, Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nur Widihartana, serta Sekretaris Pribadi merangkap ajudan Haryadi, Triyanto Budi Wuyono, sebagai tersangka.

Dugaan penyuapan tersebut berawal saat Oon Nusihono selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung Tbk mengajukan permohonan IMB untuk Apartemen Royal Kedhaton melalui Dirut PT Java Orient Property Dandan Jaya K pada tahun 2019.

IMB yang diajukan mengatasnamakan PT Java Orient Property yang merupakan anak perusahaan dari PT Summarecon Agung Tbk.

Namun, apartemen yang akan dibangun berada di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah cagar budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.

Untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, Oon dan Dandan diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan Haryadi yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta.

"Diduga ada kesepakatan antara ON dan HS, antara lain HS berkomitmen akan selalu 'mengawal' permohonan izin IMB dimaksud dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan izin IMB," papar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/6/2022).

"Dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama proses pengurusan izin berlangsung," ucap dia.

Dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR, ditemukan beberapa ketidaksesuaian.

Di antaranya ada ketidaksesuaian dasar aturan, khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan.

"HS yang mengetahui ada kendala tersebut kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodasi permohonan ON dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batas aturan maksimal sehingga IMB dapat diterbitkan," tutur Alex.

Pemberian uang tunai dalam bentuk mata uang masih dilakukan di Rumah Dinas Jabatan Kota Yogyakarta.

Uang itu diterima langsung oleh Triyanto yang diberikan oleh Oon Nusihono (ON) selaku Vice President Real Estate PT Summarecon Agung.

Di Yogyakarta, tim KPK mengamankan Haryadi Suyuti, Nurwidhihartana (Kepala Dinas Penananaman Modal dan PTSP), Triyanto Budi Wuyono (ajudan pribadi Haryadi), dan Vice President Real Estate Summarecon Agung Oon Nusihon.

Sementara di Jakarta, tim KPK mengamankan staf dari PT SA Tbk.

Adapun dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti berupa uang dalam pecahan mata uang asing sejumlah sekitar 27.258 dollar AS yang dikemas dalam goody bag.

Diduga tak hanya terima suap untuk 1 IMB

Haryadi ditetapkan sebagai tersangka terkait penerimaan suap untuk penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton milik anak usaha PT Summarecon Agung (SA) Tbk.

Namun, KPK menduga, Haryadi Suyuti juga menerima suap dari penerbitan IMB lain di wilayah Yogyakarta selama menjabat.

"Selain penerimaan tersebut, HS juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya," ujar Alex.

Namun, Alex belum memastikan berapa banyak pengurusan penerbitan IMB yang diduga "dikawal" oleh Haryadi.

"Korupsi perizinan mengakibatkan ongkos produksi menjadi lebih tinggi, dan dampaknya adalah harga yang harus ditanggung masyarakat sebagai konsumen menjadi lebih mahal," tutur dia.

Alexander juga mengatakan, praktik korupsi di sektor perizinan mengakibatkan persaingan bisnis menjadi tidak sehat. Perizinan menjadi salah satu modus korupsi terbanyak yang ditangani KPK.

"Oleh karenanya, kami memberikan fokus khusus dalam upaya pencegahannya," kata Alexander.

Selain itu, KPK menelusuri keterlibatan korporasi TP Summarecon Agung Tbk dalam kasus tersebut.

Alexander menjelaskan, apabila uang suap yang diberikan Oon kepada Haryadi itu merupakan kebijakan korporasi, Summarecon Agung diduga terlibat.

"Kalau itu sudah menjadi kebijakan korporasi, ya misalnya korporasi menyetujui ada untuk memberikan imbalan atau sesuatu kepada pejabat dalam pengurusan perizinan, ya berarti kan korporasi terlibat ya dalam proses penyuapan," tuturnya.

Alexander mengatakan, jika pihak direksi mengetahui peruntukan dari dana yang diberikan oleh Oon itu, korporasi bisa terlibat dalam kasus suap eks Wali Kota Yogyakarta itu.

Atas perbuatannya, Oon Nusihono sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Sedangkan Haryadi Suyuti, Triyanto Budi Wuyono, dan Nur Widihartana sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Untuk kepentingan penyidikan, para tersangka ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak hari ini sampai dengan 22 Juni 2022.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Irfan Kamil, Adhyasta Dirgantara | Editor : Icha Rastika, Diamanty Meiliana)

https://regional.kompas.com/read/2022/06/04/105000278/ott-mantan-wali-kota-yogyakarta-diduga-terima-suap-minimal-rp-50-juta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke