AMBON, KOMPAS.com - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku melepasliarkan sebanyak 68 ekor satwa liar ke habitatnya di kawasan konservasi suaka alam di Sungai Nief, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku.
Puluhan satwa liar yang dilepasliarkan itu merupakan hasil penyerahan masyarakat dan sebagian didapat dari hasil patroli dan penjagaan tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang dilakukan pihak BKSDA Maluku di wilayah kerja Masohi, Pulau Ambon, Pulau Banda serta kegiatan translokal satwa dari Balai Besar KSDA Jawa Timur.
Adapun puluhan satwa yang dilepasliarkan itu terdiri dari tiga ekor buaya muara (Crocodylus porosus), empat ekor kasuari gelambir ganda (Casuarius casuarius), 13 perkici pelangi (Trichoglossus haematodus), 39 nuri maluku (Eos bornea), delapan nuri bayan (Edectus roratus) dan satu ekor kasturi tenguk ungu (Lorius domicella).
Pelepasliaran puluhan satwa endemik Maluku ke habitatnya itu dipimpin langsung oleh Kepala BKSDA Maluku, Danny Pattipeilohy pada Sabtu (28/5/2022) pekan lalu.
“Ini merupakan satwa hasil kegiatan penyerahan dari masyarakat, patroli dan penjagaan peredaran TSL petugas Balai KSDA Maluku di wilayah kerja Kantor SKW II Masohi, Resort Pulau Ambon, Resort Pulau Banda serta hasil kegiatan translokasi satwa dari Balai Besar KSDA Jawa Timur,” kata Danny Pattipeilohy melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (30/5/2022).
Danny mengungkapkan, sebelum dilepasliarkan ke habitatnya, puluhan satwa liar itu terlebih dahulu menjalani proses karantina, rehabilitasi dan pemeriksaan kesehatan di Kandang Transit Passo, Ambon dan Stasiun Konservasi Satwa di Masohi.
“Pemeriksaan kesehatan satwa meliputi kondisi satwa (sehat fisik dan bebas dari penyakit) serta pemeriksaan sifat atau karakter liar satwa sehingga dari hasil pemeriksaan itu dapat diketahui satwa-satwa yang dilepasliarkan dalam kondisi sehat, liar dan bebas dari virus pembawa penyakit,” ungkapnya.
Kegiatan pelepasliaran puluhan satwa liar itu turut disaksikan oleh beberapa perwakilan stakeholder yang ada di Kabupaten Seram Bagian Timur serta masyarakat di sekitar kawasan konservasi Sungai Nief.
Dia menjelaskan, kawasan konservasi Sungai Nief dipilih menjadi lokasi pelepasliaran puluhan satwa liar tersebut karena wilayah tersebut merupakan salah satu habitat asli dari satwa-satwa yang dilepasliarkan tersebut.
Selain itu, kondisi kawasan hutan yang masih terjaga dengan jumlah pohon dan sumber pakan melimpah. Juga karena kawasan hutan sangat jauh dari pemukiman masyarakat, menjadikan lokasi tersebut sangat cocok dan aman untuk dijadikan lokasi pelepasliaran.
“Diharapkan dengan pelepasliaran satwa endemik Kepulauan Maluku di wilayah ini akan menjadi contoh kepada mayarakat untuk turut serta menjaga sumber daya alam khususnya satwa endemik Kepulauan Maluku agar tidak punah dari habitat aslinya,” ungkapnya.
Danny pun menyampaikan apresiasi terhadap kegiatan pelepasliaran satwa endemik Maluku seperti burung nuri maluku dan nuri bayan yang penyebaran dan habitat alaminya hanya dapat ditemui di wilayah-wilayah Kepulauan Maluku seperti Pulau Seram, Pulau Buru, Kepulauan Aru dan pulau Halmahera.
“Diharapakan satwa-satwa yang dilepasliaran ini dapat cepat beradaptasi dan berkembang biak di lingkungan barunya sehingga akan berdampak pada peningkatan populasi dan keragaman jenis satwa yang ada di kawasan konservasi Sungai Nief,” harapnya.
https://regional.kompas.com/read/2022/05/30/164253978/puluhan-satwa-liar-dilepaskan-ke-habitatnya-di-pulau-seram-ada-buaya-hingga