Salin Artikel

"Mereka 40 Petani yang Berjuang Membangun Sistem Penghidupan untuk Keluarganya"

BENGKULU, KOMPAS.com - Mantan Kepala Pusat Studi Agraria, IPB, Satyawan Sunito, memandang 40 petani di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu yang ditangkap Brimob karena melakukan aksi panen massal buah sawit di lahan sengketa PT Daria Dharma Pratama (DDP) bukan permasalahan kriminal namun konflik agraria.

Satyawan Sunito merupakan salah seorang akademisi yang menjaminkan diri ke polisi agar 40 petani yang ditangkap untuk ditangguhkan penahanannya bersama sejumlah tokoh nasional lainnya.

"Saya tidak kenal 40 petani itu namun menurut saya, pertama ini bukan permasalahan kriminal yang ditangkap juga bukan orang kriminal. Mereka 40 petani yang berjuang membangun sistem penghidupan untuk keluarganya. Mereka bukan pemodal besar. Mereka petani biasa seperti banyak petani di Indonesia. Karena itu saya berani menjaminkan diri karena ini bukan masalah kriminal ini merupakan konflik agraria yang prosesnya memakan waktu 25 tahun," ungkap Satyawan saat diwawancara Kompas.com lewat telepon, Senin (16/5/2022).

Dalam wawancara, Satyawan juga menyinggung cara pandang bangsa Indonesia terutama pemerintah dalam melihat pembangunan yang menurutnya harus digeser.

"Umumnya sebagian masyarakat dan pemerintah saat ini konsep pembangunan lebih banyak bertumpu pada pemodal besar dengan ide bahwa pemodal memiliki modal, teknologi, manajemen dan pasar karena itu SDA harus diberikan pada pemodal ini karena mereka akan kelola SDA dengan efisien. Nah ini cara pandang kapitalistik dan liberal. Bahkan di negara-negara kapital sekalipun sekarang mereka bergeser ke arah yang lebih mengemukakan peranan negara dalam mengatur hal-hal ini hingga berbagai pihak dalam masyarakat tidak tersingkirkan oleh gelombang pembangunan ekonomi," beber Satyawan.

Pandangan seperti ini, lanjutnya, mengakibatkan pemerintah memberikan fasilitas terlalu banyak pada pemodal besar.

Bila dilihat dari nasional hingga lokal ada persinggungan antara pengusaha, pejabat, dan politisi sehingga menambah besar fasilitas pada pemodal.

Ia juga memantau ada usaha menerobos perundangan-undangan, aturan, belum lagi yang berkelindan menjadi korupsi, suap dan lainnya. Hal ini terlihat dari fasilitasi yang diberikan pada pemodal makin besar dan mudah, konsekuensinya menyingkirkan penduduk terutama petani.

Petani adalah pengusaha kecil

Satyawan juga menyebutkan, menurut dia petani adalah enterpreneur kecil atau pengusaha kecil yang mengusahakan tanah untuk dikomersilkan untuk makan sendiri, untuk pasar juga, mereka menerapkan pengetahuannya dan pengetahuan baru untuk mengolahnya.

"Dalam konsep pemerintahan saat ini, atau pelajaran di kampus ternama internasional dan nasional juga belajarnya adalah bagaimana menyerahkan SDA secara efesien dan itu ada pada pemodal besar. Sehingga potensi enterpreneur kecil petani ini diabaikan, tidak diberikan fasilitas, ruang, tidak dibantu untuk berkembang lebih besar menjadi kekuatan ekonomi desa yang mapan dan solid untuk mendukung ekonomi indonesia. Ini tidak berarti tidak ada tempat untuk pemodal besar dalam mengelola SDA dengan sendirinya ada. Hybridisasi harus ada antra skala kecil dan besar," ungkapnya.

Kritik UU Desa

UU desa adalah sistem pemerintahan desa yang efisien. Namun, menurut Satyawan, sedikit sekali mengatur bagaimana desa atau kuasa desa atas SDA-nya dan bagaimana desa bisa mengelola SDA-nya.

Sebab, di dalam konsep besar ini desa jadi sistem manajemen administrasi yang memfasilitasi perusahaan besar menggunakan SDA.

"Karena seluruh republik ini ditutup oleh batas-batas desa jadi semua SDA itu ada di atas tanah desa. Sehingga pemerintah mencegah agar SDA tidak terhambat ke pemodal besar. UU desa terlalu menekankan pembenahan sistem administrasi desa tapi tidak memperhatikan hak-hak desa mengelola sendiri SDA mereka. Tidak ada posisi tawar yang mengatur bagaimana desa dengan pemodal besar dalam memanfaatkan SDA desa," ujar dia.

https://regional.kompas.com/read/2022/05/17/090753078/mereka-40-petani-yang-berjuang-membangun-sistem-penghidupan-untuk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke