Salin Artikel

Guru Silat di Sragen Diduga Perkosa Anak 2 Tahun Lalu, Kasusnya Mangkrak, Keluarga Dapat Ancaman

SRAGEN, KOMPAS.com - Seorang anak perempuan berusia 11 tahun berinisial W asal Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, diduga menjadi korban pemerkosaan.

Kasus ini mencuat sejak 2020 lalu, dengan terduga pelaku berinisial S merupakan guru silat di sebuah perguruan silat di Sukodono.

Hingga kini, terduga pelaku ini masih bebas beraktivitas dan bertempat tinggal dalam satu RT dengan korban.

Upaya hukum sudah dilaksanakan oleh keluarga korban, yang didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Solo.

Dalam upaya menindaklanjuti pelaporan ke Polres Sragen, korban dan keluarga mendapatkan beberapa ancaman dan uang sogokan untuk mencaput laporan tersebut.

Hal tersebut diungkap ayah korban berinisial D yang pontang panting mencari keadilan saat mengalami pemerkosaan pada usia 9 tahun

"Sudah beberapa saya laporan tapi tidak ditanggapi. Setelah kejadian terakhir dan didampingi kuasa hukum mereka baru memberi surat pelaporan. Lalu adanya gelar perkara di Polda Jawa Tengah," kata D dalam keterangannya di Sragen, Sabtu (14/5/2022).

Dari pengakuan D, dalam gelar perkara kepolisian telah mengamankan barang bukti berupa bercak darah dan bekas sperma terduga pelaku.

"Sampai sekarang masih menjadi pertanyakan, yang ke mana barang bukti itu (bercak darah dan bekas sperma) sampai sekarang. Hingga sampai, saat disuruh untuk mencuci alat bukti di hadapan petugas para polisi dan Inafis, itu celana dalam," jelas dia.

Tak hanya itu, intimidasi dan paksaan tak berhenti sampai disitu. D mengaku sempat ditawari oleh oknum politisi.

"Saya mencari keadilan dimana pun. Sampai saya ditawari uang oknum politisi untuk menutup kasus dengan uang nominal Rp 500.000," papar ayah korban.

Dijelaskannya, oknum politisi ini merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sragen.

Ditambahkan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Solo, Andar Beniala mengatakan upaya koordinasi dengan kepolisian untuk upaya penyitaan barang bukti terduga pelaku.

"Cukup lamban penganannya, karena kami sudah menceritakan hal-hal yang bisa dilakukan (mendukung penyelidikan), ada handphone dari terduga pelaku karena korban mengaku sebelum melakukan itu diperlihatkan video porno dan ada bukti chat-chatannya juga," jelas Andar Beniala, Sabtu (14/5/2022).

"Kemudian, yang celana dalam itu didapat setelah diambil dari jamban, pada 2021 itu diminta untuk dicuci. Itu menjadi kendala kami. Lalu ada tikar dan kain lap sisa dari isi sperma. Itu yang menjadi marah karena sampai sekarang belum ada penetapan," tegasnya.

Diintimidasi hingga lari ke hutan

Lanjut Andar, orangtua korban juga sempat diintimidasi kembali, hingga korban dan keluarganya terpaksa berlindung ke hutan selama sehari untuk alasan keamanan.

Selama hampir dua tahun ini, korban juga tidak memperoleh pendampingan psikologis atas musibah yang dialaminya meskipun sudah melakukan visum.

"Sampai kapan pun kami akan melakukan perlindungan. Hak korban akan kami jamin. Kemana saja, akan kami kejar," tegas Andar.

Belum ada penetapan tersangka

Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Tengah (Polda Jateng) Komisaris Besar M Iqbal Alqudussy saat dikonfirmasi tak menyangkal, belum ada penetapan tersangka dalam kasus tersebut.

Menurutnya saat ini petugas masih mengumpulkan alat-ala bukti tambahan, lantaran, alat bukti yang ada dianggap belum cukup untuk menentukan tersangka dari kasus tersebut.

"Jadi, kasus ini memang masih memerlukan pendalaman untuk menentukan yang bersangkutan sebagai tersangka atau tidak. Karena, memang belum cukup alat bukti. Yang jelas sudah ada upaya dari Polda Jateng. Ada asistensi penyidikan di sana (Sragen)," jelas Iqbal dalam sambungan telpon, Sabtu (14/5/2022).

Di sisi lain,  Anggota Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, Sri Nurherwati, mendesak agar penetapan tersangka bisa segera dilakukan.

Sebab sesuai aturan Mahkamah Konsitutisi, makna saksi sudah diperluas, yakni sesuai surat putusan nomor 65/PUU/8/2010. Artinya, perluasan saksi tersebut tidak harus yang melihat peristiwa persetubuhannya. Tetapi antar keterangan dan bukti-bukti lain ada relevansinya.

Ditambahkan lagi, sudah ada bukti berupa surat visum dan analisis ahli yang menunjukkan kondisi korban akibat dugaan pemerkosaan yang dialaminya.

Bukti pendukung lain yang juga bisa digunakan adalah keterangan psikolog pendamping korban. Mereka bisa diposisikan sebagai ahli yang mampu menjelaskan keadaan psikologis korban atas peristiwa yang dialaminya.

"Itu memperkuat bahwa kasus ini sudah cukup buktinya. Jadi bisa direkomendasikan naik ke tahap berikutnya. Bahkan, menetapkan pelaku menjadi tersangka. Saya kira itu langkah yang paling dekat dan strategis untuk segera dilakukan," tutup Sri.

https://regional.kompas.com/read/2022/05/14/161004278/guru-silat-di-sragen-diduga-perkosa-anak-2-tahun-lalu-kasusnya-mangkrak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke