Salin Artikel

Menelusuri Situs Keraton Kartasura, dari Benteng Cepuri hingga Sumur Madusoka

Padahal tembok benteng Keraton Kartasura yang dibangun tahun 1680 tersebut telah didaftarkan sebagai cagar budaya ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah.

Keraton Kartasura adalah pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam yang dibangun tahun tahun 1680.

Hal tersebut dikutip dari makalah Menelusuri Situs Kraton Kartasura dan Upaya Pelestariannya yang ditulis oleh Leo Agung S, dosen Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan P IPS FKIP-UNS.

Juran tersebut dimuat dalam Cakra Wisata Vol 10 Jilid 2 Tahun 2009.

Leo Agung menulis pembangunan Keraton Kartasura adalah kelanjutan dari kemelut perebutan kekuasaan di Mataram pada masa Sunan Amangkurat I.

Saat itu pusat pemerintahan di Plered harus ditinggalkan dan dipindahkan ke Kartasura. Perpindahan tersebut berawal saat pemberontakan Trunajaya di masa Sunan Amangkurat I.

Sunan Amangkurat I kemudian meninggal dan dimakamkan di Tegal Arum. Posisinya diganti Pangeran Adipati Anom yang menobatkan dirinya sebagai Raja Mataram dengan gelar Sunan Amangkurat II.

Di pertemuan agung, ia membahas untuk membuat keraton baru. Dalam sidang tersebut ada tiga daerah yang ditunjuk yakni daerah Tingkir, Logender dan Wonokerto.

Akhirnya Wonokerto lah yang dipilih. Setelah pembuatan keraton selesai, Rabu Pon 16 Ruwah tahun Alip 1603 bertepatan dengan tanggal 11 September 1680, Amangkurat menempati keraton baru.

Selanjutnya nama Wonokerto diganti menjadi Kartasura Hadiningrat.

Keberadaan Keraton Kartsura relatif singkat yakni sekitar 65 tahun (1680-1745) karena adanya konflik intern dan pemberontakan.

Sehingga pada masa pemerintahan Paku Buwono II, Keraton Kartasura dipindahkan ke Surakarta.

Walaun keberadaan Keraton Kartasura relatif singkat, namun banyak benda cagar budaya yang memiliki nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang sangat penting.

Keraton Kartasura berada di tengah kota dilengkapi dengan alun-alun utara dan selatan, masjid, benteng cepuri, pemukiman penduduk, pasar, jaringan jalan dan jaringan pengairan.

Saat itu situs Keraton Kartasura digunakan untuk makam para kerabat Keraton Kasunan Surakarta khususnya masa Sunan Paku Buwana IX dan X.

Salah satunya adalah Makam Mas Ngabei Sutarejo, makam pertama yang menempati lokasi bekas keraton.

Ada juga makam BRAY Sedahmerah, selir (garwa ampeyan) kesayangan Sunan Paku Buwana IX.

Selain itu bangunan yang masih bisa dilihat adalah benteng (cepuri), petilasn yang merupakan tempat tinggal (tempat tidur) raja, pendapa yang sekarang berfungsi sebagai tempat menerima tamu dan istrirahay para peziarah,

Serta sumur tua sedalam 12 meter yang disebut Sumur Madusukmo.

Berdasarkan wilayah bekas kota dan pengamatan terhadap peninggalan yang tersisa di lokasi bekas keraton, wilayah tersebut dibagi tiga bagian:

Bekas kompleks inti keraton dibatasi oleh dinding berbentuk persegi delapan yang dikenal dengan nama benteng dalam atau cepuri. Masyarakat sekitar menyebutnya benteng Sri Penganti.

Bekas benteng setinggi 3 meter dibangun dari susunan batu bata berukuran 11x10x6 sm tanpa menggunakan bahan perekat.

Puncak dinding berbentuk busur (garis lengkung) yang dalam bahasa Jawa disebut nggeger sapi.

Selain itu permukaan dindingnya tidak diplestar dan batu bata dibiarkan terbuka. Bangunan benteng tersebut berfungsi sebagai alat pertahanan kerajaan.

Namun pintiu gerbang utara dan timur kini telah ditutup.

Kini bekas keraton seluas 37.204 m2 yang dikelilingi bekas benteng cepuri dijadikan sebagai makan abdi dalem Kasunan Surakarta khusunya pada masa Sunan Paku Buwana IX dan X.

Di sebelah selatan makam terdapat pendapa yang didirikan di masa pemerintahan Sunan Paku Buwana X.

Di dekatnya terdapat benda peninggalam keraton yakni genthong batu yang ditemukan di Kampung Keputren, umpak batu serta dua buah lumpang batu yang ditemukan di Kampung Purwaganda dan Manggisan.

Selain itu, di lokasi tersebut terdapat gedung sekolah dasar dan kediaman para juru kunci serta rumah penduduk.

Di belakang rumah penduduk, tepatnya di sudut tenggara benteng sebalah dalam terdapat sumur tua sedalam 12 meter yang disebut sumur Madusoka.

Karena sumur tersebut memiliki tujuh lekukan, warga sekitar juga mengenalnya dengan sumur sap pitu.

Ada yang juga menyebut sumur andana warih, sebab konon airnya dapat menyembuhkan penyakit.

Menurut kepercayaan penduduk sekitar, sumur tersebut digunakan untuk mencuci benda-benda pusaka kerajaan (wesi aji) sehingga sampai saat ini masih dianggap keramat.

https://regional.kompas.com/read/2022/04/24/110100078/menelusuri-situs-keraton-kartasura-dari-benteng-cepuri-hingga-sumur

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke