Terbaru, sidang lanjutan kasus tersebut kembali digelar di Pengadilan Negeri Banjarmasin, Senin (11/4/2022).
Mardani yang juga sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) sudah tiga kali mangkir sebagai saksi dalam persidangan.
Sebelumnya Mardani mangkir saat dipanggil untuk menjadi saksi dalam persidangan pertama kali pada Senin (28/3/2022) tanpa alasan.
Dia kembali mangkir panggilan untuk menjadi kedua pada Senin (4/4/2022) dengan alasan sakit.
Dalam perkara ini, Mardani diketahui menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.
Kasus ini merugikan negara sebesar Rp. 27,6 Miliar.
Kuasa hukum terdakwa, Lucky Omega Hassan, menyayangkan ketidakhadiran Mardani sebagai saksi untuk yang ketiga kalinya.
"Padahal dia sudah menerima surat panggilan yang ketiga. Sebelumnya dia beralasan sakit, sekarang beralasan ada acara," ujar Lucky Omega Hassan kepada wartawan usai persidangan, Senin.
Lucky menyampaikan, kehadiran Mardani sangat penting di persidangan untuk menentukan perannya dalam kasus yang menyeret kliennya.
"Berkaitan dari peran Mardani, karena dia saksi fakta, maka harus hadir di persidangan dan tidak bisa diwakilkan melalui teleconference," tegasnya.
Jika jalan keluar terakhir Mardani harus hadir melalui teleconference, maka Lucky sebagai kuasa hukum akan tetap tegas menolak.
"Saksi fakta yang dari Pekanbaru, Yogya yang jauh saja hadir. Masa dia yang di Jakarta tidak bisa hadir," jelasnya.
Sementara itu, di dalam persidangan, majelis hakim meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menghadirkan seluruh saksi.
Namun JPU hanya bisa menghadirkan lima dari 13 yang diagendakan hadir.
"Ada 13 saksi yang dijadwalkan, namun yang bisa berhadir hanya lima orang," kata JPU Abdul Salam Ntani.
Sementara itu, Mardani melalui kuasa hukumnya, Irfan Idham membantah kliennya terlibat pada kasus tersebut.
Menurut Irfan, kewajiban melaksanakan permohonan peralihan IUP PT PCN merupakan perintah Undang-Undang.
Sehingga sudah menjadi kewajiban bagi bupati dan kepala dinas saat itu untuk menindaklanjuti setiap permohonan serta surat yang masuk.
"Kalaupun dinilai ada kesalahan pada proses administrasi pelimpahan IUP, hal tersebut adalah tindakan Pejabat Administrasi Negara yang batu ujinya ada pada Peradilan Administrasi Negara dan/atau Pengadilan Tata Usaha Negara," tegas Irfan dalam keterangan resminya yang diterima, Selasa (12/4/2022).
Irfan menuturkan apa yang disampaikan kuasa hukum Dwidjono merupakan asumsi yang tidak memiliki basis fakta dan tidak berdasar hukum.
Terlebih, perkara Dwidjono masih dalam status pemeriksaan dan masih berjalan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
https://regional.kompas.com/read/2022/04/12/125317378/diminta-jadi-saksi-kasus-korupsi-iup-eks-bupati-tanah-bumbu-tak-penuhi