PADANG, KOMPAS.com - Kuasa hukum Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam eksepsinya memohon kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Padang agar menolak gugatan warga Padang, Hardjanto Tutik dalam perkara utang tahun 1950.
"Menyatakan menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima," kata kuasa hukum Presiden RI, Khaidir dalam jawaban tertulis duplik tergugat I, di persidangan PN Padang, Rabu (6/4/2022).
Khaidir dalam eksepsinya juga memohon kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi tergugat I untuk seluruhnya.
Dalam jawabannya, Khaidir menyebutkan Pengadilan Negeri Padang tidak berwenang mengadili perkara tersebut karena Presiden Indonesia berdomisili di Jakarta.
"Maka Pengadilan Negeri yang berwenang mengadilinya adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Khaidir.
Khaidir mengatakan tindakan penggugat untuk meminta pengembalian utang pemerintah sesuai ketentuan yang diatur dalam hukum perdata adalah tidak berdasar.
Sementara tergugat II, Menteri Keuangan melalui kuasa hukumnya Edy Suryanto menyebutkan utang tersebut sudah kedaluwarsa.
Keputusan Menteri Keuangan (KMK) 466a/1978 telah mengatur bahwa pelunasan surat obligasi adalah berlaku setelah 5 tahun sejak KMK tersebut ditetapkan tanggal 28 November 1983.
Terkait asas fiksi hukum, dapat ditegaskan kembali bahwa KMK tersebut telah diumumkan melalui Pengumuman Menteri Keuangan RI tanggal 5 Maret 1979 dan disiarkan diberbagai media massa pada saat itu.
Ketua Majelis Hakim Ferry Hardiansyah menyebutkan sidang akan dilanjutkan pada Rabu (20/4/2022) mendatang.
"Dengan agenda pembacaan putusan sela," kata Ferry.
Sebelumnya diberitakan, Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat kembali menggelar sidang lanjutan gugatan warga Padang Hardjanto Tutik terhadap Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan terkait utang tahun 1950, Rabu (23/3/2022).
Dalam sidang itu, kuasa hukum penggugat, Amiziduhu Mendrofa memohon kepada Majelis Hakim untuk menolak eksepsi atau jawaban tergugat.
Dalam jawaban atas replik tergugat, Mendrofa mengatakan jawaban tergugat yang menyatakan Presiden tidak dapat ditarik sebagai pihak tergugat sangat keliru.
"Dalam yurisprudensi Mahkamah Agung No.1072 K/Sip/1982 tanggal 1 Juni 1983 mempunyai kaidah hukum yang berbunyi gugatan harus diajukan kepada siapa yang secara nyata menguasai barang-barang sengketa," kata Mendrofa.
Mendrofa mengatakan jawaban tergugat yang menyebutkan gugatan penggugat tidak jelas atau kabur tidak dapat diterima.
Dalil-dalil yang digunakan tergugat, kata Mendrofa tidak dapat diterima.
Sementara untuk jawaban tergugat yang menyatakan tidak jelasnya objek perkara, kata Mendrofa sangat keliru.
Mendrofa mengatakan berdasarkan bukti penerimaan uang pinjaman oleh tergugat yang ditandatangani Sjafruddin Prawiranegara sekalu menteri keuangan merupakan bukti sah sehingga dalil dari tergugat soal objek perkara tidak jelas tidak dapat diterima.
Seperti diketahui, seorang warga Padang, Sumatera Barat, Hardjanto Tutik menggugat Presiden Joko Widodo terkait utang Pemerintah Republik Indonesia sejak tahun 1950.
Selain Presiden Joko Widodo, Hardjanto juga menggugat Menteri Keuangan dan DPR RI ke Pengadilan Negeri Padang.
Hardjanto merupakan anak kandung dari Lim Tjiang Poan, yang merupakan pengusaha rempah yang meminjamkan uang kepada Pemerintah Republik Indonesia tahun 1950 lalu.
Sebelum masuk ke dalam sidang gugatan, PN Padang sudah memfasilitasi mediasi kedua pihak.
Mediasi yang difasilitasi hakim Reza Himawan Pratama itu tidak menemui kesepakatan antara penggugat dengan tergugat.
Tergugat Presiden Joko Widodo, Menteri Keuangan dan ikut tergugat DPR RI tidak bersedia membayar utang dengan jumlah Rp 60 miliar tersebut.
https://regional.kompas.com/read/2022/04/06/173902278/sidang-gugatan-utang-negara-tahun-1950-kuasa-hukum-presiden-pn-padang-tak