Salin Artikel

Saatnya Menghargai Nelayan

Kami biasa pergi ke department store pada malam hari menjelang toko tutup untuk mendapatkan harga diskon, sebab harga awalnya cukup mahal untuk dompet mahasiswa.

Jika tidak ada scallop, maka gurita, udang atau ikan menjadi pilihan kami karena harganya yang relatif terjangkau.

Orang Jepang cukup beruntung bisa menikmati berbagai jenis ikan/hewan laut. Mereka terkenal kreatif memasak ikan/hewan laut tersebut. Tempura udang adalah salah satu yang populer hingga di sini.

Namun, ada banyak masakan Jepang berbasis ikan yang tidak begitu dikenal, walaupun bahannya tersedia dan harganya pun murah. Contohnya belut (unagi) panggang dan semur ikan.

Kita belum sekreatif bangsa Jepang dalam hal mengolah ikan, sumber protein dan mineral yang diperlukan tubuh.

Mungkin ini juga yang menyebabkan konsumsi ikan penduduk Indonesia relatif rendah, hanya 57 kg/kapita, lebih rendah dari Malaysia (70 kg/kapita), Singapura (80 kg/kapita) atau Jepang (140 kg/kapita).

Setelah pulang ke Indonesia, keinginan untuk menikmati scallop harus dibuang jauh-jauh karena harganya lebih tidak terjangkau lagi. Kami harus puas dengan ikan yang lebih murah seperti lele, bawal, mujair, dsb.

Masakan yang dulu menjadi kegemaran, sekarang menjadi angan-angan saja. Frekuensi menyantap ikan menjadi jarang, karena harga daging ayam lebih murah.

Hanya saat bepergian ke daerah, khususnya di wilayah timur Indonesia, menikmati hidangan laut adalah agenda yang tidak boleh ditinggalkan.

Namun di balik kenikmatan hidangan laut itu, nasib para nelayan yang menjadi mata rantai penting dalam perjalanan ikan dari laut hingga ke meja makan kita sungguh kurang beruntung.

Mereka, khususnya para nelayan kecil, sering didera masalah yang berganti-ganti, sehingga menyebabkan mereka umumnya kurang sejahtera.

Kapal ikan yang mereka miliki umumnya berukuran kecil, berbobot mati 3-5 gross ton (GT).

Melihat deretan kapal-kapal kecil itu saya sempat membatin, teknologi perkapalan kita seperti berjalan di tempat.

Padahal nenek moyang kita mampu membuat perahu phinisi, yang digunakan untuk mengarungi samudera Hindia hingga ke Madagaskar.

Kapal-kapal nelayan kita umumnya tidak mampu menampung ikan yang cukup banyak untuk memberikan penghasilan yang layak kepada keluarganya.

Mengatasi hal ini pemerintah pernah memberikan bantuan berupa kapal 30 GT untuk seribuan nelayan kecil.

Namun program ini tidak berlanjut karena spesifikasi kapal tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan, sehingga tidak sepenuhnya temanfaatkan.

Selain ukuran kapal yang kecil, nelayan kita sering menghadapi masalah kesulitan membeli BBM untuk mesin kapal. Tersendatnya pasokan solar seperti yang terjadi belum lama ini bukan sekali saja terjadi.

Terdengar juga berita bahwa sebagian nelayan sulit mendapat BBM bersubsidi karena tidak dapat menunjukkan dokumen yang dipersyaratkan.

Biaya BBM bagi nelayan bisa mencapai 40 persen dari biaya operasional. Ini salah satu faktor yang menyebabkan penghasilan nelayan rendah.

Sungguh sulit diterima akal bahwa di negara penghasil minyak ini, justru penduduk yang paling membutuhkan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membeli BBM.

Masalah lain yang baru muncul adalah pengenaan pajak menangkap ikan yang dirasakan tidak adil bagi nelayan kecil.

Berdasarkan PP Nomor 85 Tahun 2021, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk sektor perikanan ditetapkan tarif 5 persen untuk kapal berukuran di bawah 60 GT dan 10 persen untuk kapal di atas 60 GT.

Ini berarti sebagian besar nelayan kecil (sekitar 70 persen) yang umumnya memiliki kapal berukuran kurang dari 5 GT juga dikenai pajak.

Yang memilukan adalah bahwa pada peraturan yang lama hanya kapal berukuran 30 GT ke atas saja yang dikenai pajak.

Sulit disanggah bahwa nelayan merasakan beban yang lebih berat dengan kebijakan baru ini.

Pungutan PNBP itu hanya salah satu biaya yang harus mereka keluarkan. Ada lagi pungutan-pungutan lain di lapangan yang jika digabung dapat mencapai 15 persen dari ongkos produksi.

Nasib nelayan kecil di negara kepulauan ini memang cukup menyedihkan. Mereka pernah kesulitan saat harus menggunakan alat penangkap ikan yang lebih ramah lingkungan.

Setelah sebagian nelayan mematuhi peraturan itu, pemerintah membolehkan kembali penggunaan alat tangkap yang kurang ramah lingkungan.

Tujuan awal untuk mempraktikkan penangkapan ikan yang berkelanjutan untuk sementara harus ditunda.

Pelaksanaan kebijakan yang baik agaknya harus disiapkan lebih matang terlebih dahulu, karena kondisi nelayan dan lingkungan yang berbeda-beda.

Masalah klasik lain adalah adanya kapal-kapal asing yang menangkap ikan tidak jauh dari pantai.

Mereka mengeruk ikan dalam jumlah banyak sehingga menyisakan sedikit ikan bagi nelayan setempat.

Penenggelaman kapal-kapal asing ilegal yang membuat bangga bangsa dan dipuji dunia itu kini tidak lagi sering terdengar.

Indonesia adalah negara kepulauan yang luas dengan karakteristik daerah-daerah yang heterogen.

Konflik antarnelayan karena perbedaan dalam kapasitas kapal dan teknologi penangkapan ikan cukup sering terjadi.

Nelayan di suatu daerah wajar jika menolak kedatangan nelayan dari daerah lain yang memiliki daya tangkap ikan yang lebih besar.

Masalah lain adalah nelayan besar maupun kecil sama-sama mendapat saingan dari impor ikan yang mengalir masuk.

Konsumen yang tidak peduli dari mana ikan berasal cenderung memilih ikan impor yang kualitas, harga maupun kemasannya lebih menarik daripada produk lokal pada umumnya.

Nelayan kecil adalah warga sebangsa dan setanah air yang perlu mendapat perhatian lebih besar dari pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

Setidaknya ada tiga hal penting yang perlu dilakukan. Pertama, mereka hendaknya tidak diberi beban membayar pajak dan pungutan lain yang berlebihan. Pengenaan pajak PNBP untuk golongan nelayan kecil perlu dikaji ulang.

Kedua, infrastruktur untuk penangkapan, penyimpanan, pengolahan, distribusi, dan pemasaran ikan di setiap sentra perikanan perlu disediakan untuk meningkatkan daya saing dan penghasilan nelayan.

Pengembangan kelembagaan koperasi nelayan merupakan bagian dari upaya meningkatkan daya saing nelayan.

Ini bukan kewajiban pemerintah pusat saja, melainkan juga kewajiban pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota).

Ketiga, perkampungan nelayan yang tidak memenuhi kriteria permukiman sehat perlu dibenahi.

Perkampungan nelayan di Jawa, terlebih di luar Jawa, umumnya tidak layak huni karena kurangnya sarana permukiman dasar seperti air bersih, listrik, jalan, pembuangan sampah, dsb.

Permukiman nelayan di atas laut, juga kurang mendapatkan fasilitas yang memadai jika dibandingkan permukiman penduduk pada umumnya.

Nelayan adalah warga masyarakat yang berhak mendapat bagian dari kemajuan ekonomi nasional yang tumbuh cukup pesat.

Selama ini kita mampu membiayai pembangunan perkotaan dalam berbagai sektor, termasuk jalan layang, kereta cepat, stadion besar, dan sebagainya.

Sudah saatnya kita memberikan perhatian yang lebih besar kepada nelayan, karena mereka adalah juga pemilik yang sah dari negeri ini.

Selamat hari nelayan.

https://regional.kompas.com/read/2022/04/05/103230078/saatnya-menghargai-nelayan

Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke