Salin Artikel

Mantan Buruh Jamu di Semarang Sukses Kembangkan Sawo Raksasa, Omzet Puluhan Juta Rupiah

Awalnya, Iswanto merupakan buruh di salah satu perusahaan jamu di Kota Semarang.

Karena ketertarikannya pada tanaman, dia pun mulai mengembangkan bisnis Mamey Sapote dengan penghasilan puluhan juta rupiah sebulan.

Awalnya, usaha Ismanto untuk menekuni bisnis tanaman sempat tak direstui istri karena memerlukan modal yang cukup besar.

"Dulu itu gaji saya satu bulan hanya untuk membeli bibit ini. Dulu memang masih jarang sekali," jelasnya saat ditemui di rumahnya, Senin (14/3/2022).

Namun, secara perlahan Ismanto bisa membuktikan jika keputusanya menekuni bisnis tanaman Mamey Sapote merupakan keputusan yang tepat.

Karena ukurannya yang lebih besar dari buah sawo pada umumnya, banyak pegiat buah-buahan yang belajar kepadanya.

"Sebenarnya yang pertama mengembangkan Mamey Sapote di Semarang itu bukan saya. Tapi yang membuat tenar memang saya. Saya punya guru di Semarang namun usianya sudah cukup tua. Jadi tak mau aktif di medsos," ujarnya.

Sekitar tahun 2018 bisnisnya mulai besar. Nama Ismanto yang mengembangkan Mamey Sapote tak hanya dikenal oleh warga Semarang saja.

Namun, nama Ismanto juga sudah dikenal di berbagai negara di Asia seperti Thailand, Malaysia dan India.

"Mereka sering membeli bibit Mamey Sapote kepada saya," katanya.



Harga

Untuk harga penjualan bibit berukuran kecil 60 hingga 70 sentimeter, Ismanto mematok harga Rp 1 juta. Sedangkan yang berukuran sedang dengan ketinggian dua meter, dipatok Rp 5 juta rupiah menyesuaikan dengan ukurannya.

"Sesuai dengan ukuran besarnya. Bahkan ada yang harganya mencapai Rp 15 juta," imbuhnya.

Namun, para pembeli memilih membeli bibit yang lebih kecil karena harganya terjangkau.

"Mereka biasanya mengembangkan sendiri di rumah," paparnya.

Sementara, untuk pembeli yang memesan sawo dengan ukuran besar atau sedang biasanya kolektor tanaman buah yang sudah paham Mamey Sapote.

"Untuk buahnya sendiri Ismanto mematok harga mulai Rp 300.000 per buah," katanya.

Menurutnya, untuk cita rasa, Mamey Sapote ini lebih manis dibanding dengan sawo lokal. Selain itu, warna daging sawo warnanya lebih kemerah-merahan.

"Kemudian warnanya memang berbeda dari sawo lokal," ujarnya.

Dari jualan sawo, Ismanto dapat meraup keuntungan puluhan juta rupiah setiap bulannya.

"Kalau detailnya tak pernah dihitung ya, pokoknya lebih dari Rp 10 juta setiap bulannya," katanya.

Selain Mamey Sapote, saat ini Ismanto juga mencoba melebarkan sayap untuk bisnis tanaman hias sejak tahun 2019.

Namun, usaha tanaman hias yang baru seumur jagung itu dihantam oleh badai pandemi Covid-19 .

"Akhinya yang mensubsidi kerugian bisnis tanaman hias adalah keuntungan dari Mamey Sapote," keluhnya.

Jika dibandingkan dengan tanaman hias, Mamey Sapote memang masih stabil penjualannya. Hal itu disebabkan karena pembeli Mamey Sapote kebanyakan orang Jakarta atau Kalimantan.

"Jadi yang membeli itu memang orang yang berduit," imbuhnya.

Ke depan, dia bersama teman-temannya akan mencoba untuk mengembangkan sejumlah daerah untuk ikut mengembangkan Mamey Sapote.

"Hal itu penting, kalau bisa saya tinggalnya di Mijen kalau daerah saya jadi sentra Mamey Sapote malah bagus," harapnya.

Selain untuk jual beli tanaman dan buah-buhan, Ismanto juga bersedia menjadi mentor bagi anak muda yang ingin belajar bisnis tanaman secara gratis.

"Kalau tanaman ini sebenarnya bisa menjadi lahan investasi juga," katanya sambil menunjukan pohon Mamey Sapote miliknya.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/14/140153278/mantan-buruh-jamu-di-semarang-sukses-kembangkan-sawo-raksasa-omzet-puluhan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke