Salin Artikel

Sejarah dan Asal-usul Blora, Kabupaten di Jateng Berjuluk "Kota Sate", "Kota Kayu Jati", hingga "Kota Minyak"

Kabupaten Blora ini menjadi wilayah paling timur di Jawa Tengah sekaligus berbatasan langsung dengan Jawa Timur.

Luas wilayah Blora mencapai 1.820,59 kilometer persegi dan dihuni oleh 884.333 jiwa berdasarkan data 2020.

Blora termasuk kabupaten yang memiliki sejarah panjang, mulai dari Kerajaan Demak hingga saat ini.

Hari Jadi Kabupaten Blora ditetapkan pada 11 Desember 1749.

Asal-usul Nama Blora

Secara etimologi, Blora berasal dari dua kata yaitu Wai dan Lorah.

Wai berarti air, sedangkan Lorah memiliki arti jurang atau tanah rendah.

Namun dalam perkembangannya, masyarakat Jawa seringkali mengubah pengucapan W menjadi B.

Hal itu membuat nama Wailorah berubah menjadi Bailorah, yang kemudian menjadi Blora hingga saat ini.

Artinya, kata Blora berarti tanah rendah berair atau berlumpur.

Arti Blora sebagai lumpur ini juga sesuai dengan cerita rakyat yang menyebutkan Blora berasal dari kata Belor yang artinya lumpur.

Sejarah Kabupaten Blora

Dalam sejarahnya, eksistensi Blora sudah ada sejak masa Kerajaan Demak.

Pada saat itu, Blora masuk dalam wilayah Kadipaten Jipang yang dipimpin oleh Arya Penangsang.

Wilayah Kadipaten Jipang ini meliputi Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri.

Kemudian, Blora menjadi wilayah Kerajaan Pajang seiring dengan perpindahan pusat pemerintahan Demak ke Pajang oleh Sultan Hadiwijaya.

Sedangkan pada masa Mataram Islam, wilayah Blora termasuk dalam daerah Bang Wetan.

Pangeran Blitar yang kemudian diberi gelar Adipati itu mengelola Blora dengan luas 3.000 karya atau 3.000 hektare.

Sedangkan bentuk Blora seperti saat ini dimulai pada tahun 1749, atau saat pemberontakan Pangeran Mangkubumi terhadap Mataram Islam.

Mangkubumi mengklaim tahta pada tanggal 11 Desember 1749 dengan kekuasaan meliputi Sukawati, Grobogan, Demak, Blora dan Yogyakarta.

Setelah itu, Mangkubumi juga mengangkat penguasa-penguasa untuk wilayah-wilayah tersebut.

Blora saat itu diserahkan kepada Tumenggung Wilatikta dan tercatat sebagai Bupati Blora pertama.

Pemberontakan Mangkubumi ini berakhir dengan Perjanjian Giyanti yang memecah Mataram Islam menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.

Dalam perjanjian itu, wilayah Blora masuk dalam kekuasaan Kasunanan Surakarta.

Potensi Kabupaten Blora

Kabupaten Blora memiliki beberapa julukan, seperti Kota Sate, Kota Barongan, Kota Sampin, hingga Kota Kayu Jati.

Julukan Kabupaten Blora Kota Sate karena wilayah ini memiliki olahan sate dengan bumbu khas Blora.

Selain bumbunya yang khas, Sate Blora juga disajikan dengan cara yang berbeda dari sate lain.

Sate Blora disajikan dengan nasi yang diberi kuah por berwarna kuning dengn ditaburi bawang goreng.

Selain itu, nasi kuah opor ini diletakkan di pincuk atau wadah dari daun jati yang khas.

Keunikan Sate Blora juga bisa ditemukan saat makan di tempat atau di warung satenya.

Pengunjung tidak harus beli secara kelipatan, namun bisa beli secara eceran.

Sehingga, pengunjung yang makan Sate Blora di tempat diimbau untuk tidak membuang tusuknya karena akan menjadi bukti berapa sate yang dimakan.

Hampir separuh wilayah Kabupaten Blora merupakan hutan jati.

Kondisi itu membuat Blora menjadi penghasil kerajinan yang berasal dari kayu maupun akar jati.

Akar jati ini dimanfaatkan oleh perajin lokal menjadi berbagai kerajinan bernilai seni tinggi yang khas.

Salah satu sentra kerajinan akar jati ada di Desa Tempellemahbang, Kecamatan Jepon, Blora.

Rata-rata produksi setiap perajin di sentra tersebut mencapai 80 produk setiap bulannya.

Wilayah Kabupaten Blora juga diduga menjadi lingkungan purba dengan adanya benda-benda purbakala yang ditemukan.

Salah satu lingkungan purba di Blora ada di Desa Kapuan dan sekitarnya yang ada di Kecamatan Cepu.

Benda-benda yang ditemukan berupa fosil seperti paus purba dan banteng purba.

Wilayah di Kabupaten Blora juga dikenal sebagai kota minyak di Indonesia, tepatnya di Cepu.

Cepu merupakan sebuah kecamatan di Blora yang sejak masa Belanda sudah dikenal memiliki cadangan minyak bumi yang besar.

Pada masa kolonial Belanda dulu, Cepu merupakan kota penting karena kandungan minyak dan juga ribuan hektar hutan jati yang dimilikinya.

Wilayah ini sekarang dikenal dengan nama Blok Cepu, yaitu kontrak minyak dan gas bumi.

Blok Cepu mencakup Kabupaten Blora di Jawa Tengah dan Kabupaten Bojonegoro serta Tuban di Jawa Timur.

Ladang minyak Cepu saat ini juga difungsikan sebagai wahana pendidikan bidang perminyakan yaitu Akademi Migas di Cepu.

Sumber:
Kompas.com
Blorakab.go.id

https://regional.kompas.com/read/2022/03/06/115549078/sejarah-dan-asal-usul-blora-kabupaten-di-jateng-berjuluk-kota-sate-kota

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke