Salin Artikel

Tangis Korban Gempa Pasaman: Rumah untuk Dihuni Sudah Tak Punya, Sebentar Lagi Mau Puasa, Mau Lebaran

PASAMAN, KOMPAS.com - Di bawah terik matahari, Siir (54) sedang mencuci beberapa gelas dan piring di dalam tenda pengungsian darurat, Selasa (1/3/2022).

Tenda dari terpal plastik dan tiang kayu itu didirikan di depan rumahnya yang hancur akibat diguncang gempa bumi.

Siir adalah salah satu warga Siparayo, Nagari Malampah, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat (Sumbar), yang terdampak gempa bumi.

Kondiri rumahnya rusak berat hingga tak bisa lagi dihuni.

Ketika ditemui Kompas.com, ibu yang berusia 54 tahun ini langsung menyambut dengan ramah dan senyum.

Seorang anak laki-lakinya masih remaja terlihat sedang tidur pulas di tenda, ditemani seekor kucing belang peliharaannya.

"Masuklah, nak," sapa Siir seraya mencuci piring dan gelas.

Ia membuka cerita yang tak lain adalah kejadian gempa bumi dan longsor, yang terjadi hari Jumat (25/2/2022) pagi.

"Beginilah nasib amak (ibu), nak. Rumah sudah hancur semua," kata Siir yang fasih berbahasa minang ini.

Di awal cerita, ibu tiga anak ini masih bisa senyum dan tertawa. Siir tampak mencoba tegar merima cobaan hidup itu.

Pada Jumat pagi saat gempa mengguncang, Siir mengaku sedang berada di dalam rumah bersama tiga orang anaknya. Sedangkan suaminya Nasir (64), sudah berangkat ke kebun.

"Waktu itu saya sedang masak di dapur. Gulai baru mendidih, tiba-tiba datang gempa, tapi tak begitu kuat. Kemudian saya matikan kompor dan lari ke depan rumah sama anak-anak," ujar Siir.

Tak lama usai gempa pertama berhenti, Siir hendak masuk lagi ke dalam rumah untuk melanjutkan memasak. Namun, baru menginjak di dekat teras rumah, datang gempa susulan dengan kekuatan yang lebih dahsyat.

Guncangan gempa itu sangat kuat hingga Siir tak bisa berdiri.

"Dalam sekejap mata rumah kami roboh. Saya hanya bisa menangis melihatnya," sebut Siir.

Usai gempa itu, Siir panik karena anaknya kabur entah ke mana, ditambah lagi suaminya masih berada di kebun.

Tak lama setelah gempa berhenti, suami dan anak-anaknya akhirnya pulang dengan selamat.

Mereka berkumpul menyaksikan rumahya hancur. Tak ada satupun barang-barang yang bisa diselamatkan selain pakaian di badan.

Siir mengatakan, sudah empat hari mengungsi di posko pengungsian di Kantor Camat Tigo Nagari. Jarak rumahnya dari posko sekitar 10 kilometer.

Sedangkan suaminya mengungsi di tenda darurat depan rumahnya.

"Saya dan anak-anak ngungsi ke kantor camat. Kalau suami buat tenda depan rumah. Sejak gempa, baru hari ini balik ke sini lagi lihat kondisi rumah. Sorenya saya balik lagi ke posko," ujar Siir.

Siir merasa badannya bergetar melihat rumahnya yang roboh. Ia nelangsa.

Air matanya pun seketika tumpah, mengingat sebentar lagi masuk bulan puasa ramadhan.

"Rumah untuk dihuni sudah tak punya, sebentar lagi mau puasa, mau lebaran," ucap Siir menangis.

Siir menangis hingga sesegukan. Air matanya mengalir deras hingga membahasi jilbabnya.

"Sejak kecil baru kali ini merasakan (gempa) seperti ini. Tak punya rumah amak lagi, nak," imbuh Siir sambil sesekali menyeka air mata dengan jilbabnya.

Ia tak tahu sampai kapan akan hidup di dalam tenda pengungsian itu. Begitu pun untuk membangun rumah baru, Siir mengaku tak ada biaya.

Siir kini masih merasa trauma mengingat gempa bumi yang disusul longsor Gunung Pasaman.

"Gempa sangat kuat. Habis itu datang lagi galodo (longsor). Suara longsor membuat kampung ini bergetar kuat. Sekarang ini saya berjalan terasa tanah masih bergoyang. Dengar suara keras saja saya langsung terkejut," akui Siir.

Tak lama kemudian, suami Siir, Nasir, datang ke tenda. Ia tampak langsung mengambil bungkusan nasi untuk makan.

Nasir pun ikut nimbrung berbicara soal kejadian gempa bumi dan longsor yang mengerikan itu.

"Saya waktu gempa itu baru di jalan mau ke kebun. Saya merasakan guncangan yang sangat kuat. Setelah itu, saya melihat tanah longsor yang bergerak kencang menuju lembah. Saya ketakutan langsung lari pulang melihat istri dan anak-anak," ujar Nasir.

Sementara itu, Nasir bersama keluarganya sudah menerima beberapa bantuan berupa beras, telur, roti, hingga minyak goreng.

Namun, yang dibutuhkan mereka saat ini adalah pakaian dan kasur serta tikar.

"Harap-haraplah ada bantuan kasur sama pakaian. Kasur dan pakaian di rumah sudah tak bisa diambil. Baju dan jilbab yang saya pakai ini dikasih sama keponakan," ucap Siir.

Selain itu, Siir juga mengaku membutuhkan air bersih untuk konsumsi dan mencuci.

"Air bersih buat minum dan cuci piring sudah susah sekarang," sebut Siir.

Seperti diketahui, gempa bumi mengguncang wilayah Kabupaten Pasaman dan Pasaman Barat, Sumbar, Jumat (25/2/2022) pagi.

Gempa datang dua kali. Bencana alam itu mengakibatkan rumah-rumah warga hancur dan ribuan jiwa mengungsi.

Usai gempa, Gunung Pasaman mengalami longsor hingga mengakibatkan perkebunan dan sejumlah rumah warga digusur.

Selain kerusakan materi, dilaporkan enam orang warga hilang. Setelah dilakukan pencarian, satu korban ditemukan sudah meninggal dunia.

Sementara lima orang lagi masih dalam proses pencarian oleh tim TNI, Polri, BPBD dan Basarnas Kabupaten Pasaman.

https://regional.kompas.com/read/2022/03/02/063425178/tangis-korban-gempa-pasaman-rumah-untuk-dihuni-sudah-tak-punya-sebentar

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke