Salin Artikel

Selama 15 Tahun, Ditemukan 19 Gajah Mati di Bengkulu

"Populasi gajah di Bengkulu saat ini ada 50 ekor. Kawanan ini terpencar di beberapa kawasan hutan. Dalam 15 tahun terakhir, sekitar 19 ekor mati," kata Ali Akbar kepada wartawan, Kamis (24/2/2022).

Kematian gajah itu karena diracun, ditembak dan diburu.

Analisis Konsorsium Bentang Alam Seblat, kasus kematian gajah ini diakibatkan masih dominannya pandangan bahwa gajah adalah hama.

Hal ini menjadi alasan utama para pemangku perkebunan untuk membunuh kawanan gajah ini.

Kondisi ini mengakibatkan kawanan gajah terpencar menjadi kawanan kecil.

Efeknya, terjadi perkawinan gajah yang dekat pertalian darah (inbreeding).

"Kondisi ini memicu turunnya fungsi genetik gajah yang kemudian bermuara pada cepatnya laju kepunahan gajah di Bengkulu," kata Ali.

Gajah sumatera semakin terdesak

Sejak 2018, pemerintah telah menetapkan Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Sumatera seluas 29.000 hektar (Ha) di Bengkulu.

Kawasan ini meliputi Hutan Produksi (HP) Air Rami dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis.

Lalu, Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), dan sebagian konsesi izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) dan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit.

Namun, menurut Ali, koridor yang sudah diproyeksikan untuk menjadi jalur satwa itu, nyatanya terus rentan dengan beragam ancaman.

Perambahan, pembalakan, aktivitas perkebunan sawit skala besar, hingga ke pertambangan batu bara membuat jalur penghubung itu terus tergerus dan memperbesar ancaman kematian para gajah.


Sejak 2021, Konsorsium Bentang Alam Seblat, yang merupakan kerja kolaboratif tiga lembaga non-pemerintah, yakni Yayasan Kanopi Indonesia, Yayasan Genesis dan Lingkar Inisiatif, menemukan bahwa kondisi itu ditengarai oleh lemahnya pengawasan negara terhadap kawasan yang hendak dijadikan jalur penghubung para gajah sumatera.

"Impilikasi dari inilah yang kini membuat 'benteng terakhir' para gajah sumatera kini makin terdesak," kata Ali.

Penyelamatan populasi gajah sumatera dan perlindungan habitatnya menjadi hal mutlak yang mesti disegerakan, karena butuh komitmen bersama dan dukungan banyak pihak.

"Penegak hukum harus memberikan sanksi tegas kepada para pihak yang merambah atau pun melakukan pembalakan liar di kawasan hutan yang menjadi habitat gajah sumatera," ujar Ali.

Temuan lapangan Konsorsium Bentang Alam Seblat, menurut Ali, bahwa beberapa praktik pembukaan kawasan hutan justru difasilitasi oleh aparat desa, oknum di pemangku kawasan dan warga yang memiliki modal.

"Jika ini dibiarkan berlarut, maka konflik antara gajah dan manusia akan semakin sering bermunculan. Pastinya, akan menimbulkan korban di kedua belah pihak," kata Ali.

Pemerintah dinilai harus segera menetapkan koridor penghubung gajah sumatera. Tindakan ini, menurut Ali, bisa membantu menyelamatkan para gajah yang sudah terfragmentasi habitatnya, sekaligus memperpanjang daur hidup satwa endemik Sumatera ini di Bengkulu.

"Tanpa koridor, habitat yang selama ini sudah menyempit akibat aktivitas manusia dan industri perkebunan atau pun pertambangan, akan semakin tergerus dan memicu kematian gajah di Bengkulu semakin cepat," kata Ali.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/24/144507378/selama-15-tahun-ditemukan-19-gajah-mati-di-bengkulu

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke