Salin Artikel

Berkaca dari Kasus Miras Oplosan Renggut 9 Nyawa di Jepara...

KOMPAS.com - Sebanyak sembilan orang di Jepara tewas usai menenggak minuman keras (miras) oplosan.

Menurut polisi, sebelumnya para korban menggelar pesta miras di sebuah warung angkringan di Desa Karanggondang, Kecamatan Mlonggo.

Saat itu miras yang ditenggak adalah oplosan etanol dan air mineral yang sering disebuta warga setempat miras ginseng.

"Harga per paket Rp 30.000 yakni sebotol besar oplosan etanol dicampur minuman suplemen dan minuman bersoda. Para korban habis lebih dari sepuluh paket. Jadi, ginseng itu hanya nama atau sebutan untuk miras oplosan tersebut, sejatinya etanol ditambah air saja," kata Kasat Reskrim Polres Jepara AKP M Fachrur Rozi.

Pengakuan tersangka

Sementara itu, polisi telah menangkap dan menetapkan tersangka terhadap Prawiroarjo alias Wiwik, pemilik warung angkringan sekaligus penjual minuman keras oplosan itu.

Dari pengakuan Wiwik, bahan-bahan untuk membuat miras oplosan itu dibelidari tiga tempat.

"Ada yang beli di (Desa) Mambak Kecamatan Pakis Aji, Kota Semarang, dan dari beli di online shop," kata Rozi, Jumat (4/2/2022).

"Terhadap P (Prawiraharjo) kami telah melakukan penahanan. Kami mempersangkakan P dengan Pasal 204 KUHP dan undang-undang pangan, dan undang-undang kesehatan," kata Rozi, Jumat (4/2/2022).

Kasus serupa juga sempat terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada Oktober 2021.

Empat pemuda tewas setelah menenggak miras oplosan 90 persen dengan bahan utama alkohol 90 persen, dilansir dari Tribunnews.com.

Para korban itu adalah Dan (22), Muh (16), Pin (25) dan Fah (22). Lalu, ada tiga orang lainnya kini masuk RSU SMC Singaparna dirawat di ruang intesif.

Menurut polisi, pesta miras itu dilakukan di Kampung Cibangun Desa Tenjonagara Kecamatan Cigalontang Kabupaten Tasikmalaya pada Sabtu (2/10/2021).

"Mereka menegak miras oplosan saat malam mingguan. Kami masih melakukan penyelidikan," kata Kasatnarkoba Polres Tasikmalaya, AKP Dedih Praja, Sabtu (2/10/2021).

Pasangan kekasih tewas tenggak miras oplosan

Sementara itu, pasangan kekasih di Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, ditemukan tewas dengan kondisi mulut berbusa di sebuah kamar hotel di Kelurahan Belalu I, Rabu (15/1/2020).

Kedua korban diduga tewas usai minim miras oplosan karena dari mulut keluar busa.

Keduanya korban diketahui bernama Dedi Ariyesta (40) dan Hani Safira (22).

"Tanda kekerasan tidak ada, keduanya diduga keracunan miras yang diduga dioplos dengan tawas," ujar Kasat Reskrim Polres Lubuklinggau AKP Alex Adriyan saat itu.

Selain itu, dari lokasi kejadian, polisi mendapati dua botol miras berbeda jenis, serta sebuah benda diduga tawas.

"Jenazah korban langsung dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi," kata Alex.

Penanganan medis ditingkatkan

Diberitakan di Kompas.com pada tanggal 28 April 2018, psikater RS Melinda bernama Teddy Hidayat menjelaskan, kasus miras oplosan merupakan fenomena gunung es.

Untuk penanganannya pun harus dilakukan kajian secara komprehensif, selain dari aspek sosiologis, penanganan medis pun juga perlu dikembangkan, khususnya bagi para tenaga medis.

Tujuannya, Teddy menambahkan, ketelitian tenaga medis dalam menangani pasien keracunan miras oplosan memang diutamakan, agar penanganan bisa cepat dan tepat.

Apalagi, kata Teddy, banyak korban miras oplosan yang tidak mau kondisinya diketahui orang lain.

"Orang kenapa enggak mau ke tempat layanan kesehatan, karena malu. Kedua, penegakkan diagnosisnya itu memang tidak mudah. Siapa saja orang bisa mual, orangnya enggak berani terbuka, takut kedengaran keluarganya habis minum bareng-bareng. Jadi, masalahnya sangat kompleks," ucap dia.


Dorongan minum miras oplosan

Sementara itu, menurut Selly Iskandar, psikiater dari fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, ada beragam motif yang mendorong orang mau minum miras oplosan.

Namun, secara umum, Selly menyebut ada dua alasan utama orang nekat meminum miras oplosan.

"Satu dia tidak merasa nyaman dengan dirinya, entah cemas, entah sedih, dia enggak suka dengan dirinya, entah enggak bisa tidur. Yang seperti itu perlu diobati, Itu masuknya ke psikiatris. Kedua, alasannya dia udah ok, tapi pengen lebih ok. Dia ngumpul sama orang (kelompoknya) tapi dirasa ada yang kurang, itu biasanya di acara ngumpul-ngumpul bareng," ungkap Selly, saat ditemui di Rumah Sakit Melinda 2, Jalan Padjadjaran, Sabtu (28/4/2018).

Saat itu dirinya juga menjelaskan, kasus kematian akibat miras oplosan harus mendapat perhatian.

Selly menuturkan, grafik kematian akibat keracunan metanol (methanol poisoning) khususnya di Jawa Barat juga cenderung meningkat.

Selly mencatat lebih kurang pada tahun 2018 itu ada 250 kasus laporan keracunan metanol, dengan korban tewas lebih dari 60 orang.

"Angka grafik epidemiologi bukan turun, naik terus, dan Jabar salah satu tempat paling tinggi kasus miras oplosan," tuturnya.

(Penulis : Kontributor Grobogan, Puthut Dwi Putranto Nugroho, Kontributor Palembang, Aji YK Putra, Kontributor Bandung, Dendi Ramdhani | Editor : Robertus Belarminus, Dony Aprian)

https://regional.kompas.com/read/2022/02/06/090958878/berkaca-dari-kasus-miras-oplosan-renggut-9-nyawa-di-jepara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke