Salin Artikel

Dugaan Pembabatan Mangrove di Nunukan sejak 2019, DLH Kaltara: Aneh, Kok Kami Tidak Terima Laporan...

"Dari informasi yang kita dapat, itu terjadi sejak 2019. Aneh saja, kok kami tidak menerima ada laporan masuk. Padahal, diberitakan ada masyarakat yang melaporkan itu ke DLH Kabupaten," kata Hamsi saat dikonfirmasi, Jumat (4/2/2022).

Ia menyayangkan kurang pekanya para petugas lingkungan hidup atas kondisi yang terjadi.

Padahal, keberadaan mangrove, selain menjaga ekosistem dan biota laut, bisa menjadi komoditas ekonomi saat dikompensasikan melalui skema perdagangan karbon.

Perdagangan karbon dari sektor hutan ini masuk dalam skema REDD+ (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation +).

"Tolong Pemerintah Daerahnya memantau, jangan sampai terjadi penebangan mangrove. Kaltara juga tengah menggodok perda pertumbuhan ekonomi hijau, dan Kaltara juga menjadi wilayah yang ditunjuk Presiden untuk mangrove terbesar dengan menanam pada lahan 600.000 hektar," katanya.

Pemerintah daerah, tambah dia, perlu memastikan izin pembabatan mangrove tersebut.

"Jika tidak sesuai, wajib hukumnya bagi mereka untuk menindaklanjuti persoalan ini," jelasnya.

Hamsi menegaskan, pembabatan mangrove bukan perkara sepele, karena pelaku bisa terancam pidana dengan konsekuensi hukuman berat.

"Makanya saya menyesalkan ketika DLH Kabupaten menjawab bahwa kewenangan mereka lumpuh. Kalau memang terjadi sejak 2019, bukankah mereka masih memiliki kewenangan? Karena kewenangan DLH baru dicabut antara 2020/2021," katanya.

Selain itu, DLH memiliki tugas pembinaan dan perlindungan lingkungan. Tanggung jawab moral terhadap tugas tersebut seharusnya lebih diutamakan.


Hamsi menyebutkan, petugas pembinaan dan perlindungan lingkungan seharusnya tak mengeluarkan alasan tidak memiliki kewenangan saat melihat kerusakan lingkungan di depan mata.

"Ini terkait tanggung jawab terhadap lingkungan. Beralihnya kewenangan bukan berarti daerah sama sekali tidak bisa melakukan apa pun. Bisa dikoordinasikan, mungkin kami akan turun juga melihat langsung ke lapangan," kata Hamsi.

Polres Nunukan turun tangan

Dugaan pembabatan hutan mangrove oleh oknum pengusaha ini pun tengah bergulir di kepolisian.

Kapolres Nunukan AKBP Ricky Hadianto menegaskan, kasus tersebut sedang diselidiki polisi.

"Yang pasti, terkait info awal pembabatan mangrove, kami dari Polres melakukan penyelidikan terlebih dahulu untuk pengecekan lokasi, mengumpulkan informasi dan berkoordinasi dengan Pemkab Nunukan serta instansi terkait," kata Ricky saat dikonfirmasi.

Sebelumnya, sekitar delapan hektar hutan mangrove di RT 08, Desa Binusan Dalam, diduga dibabat salah satu oknum pengusaha di Nunukan.

Lahan tersebut diklaim sebagai milik pribadi dan dijadikan perkebunan kelapa pandan.

Meski pembabatan mangrove diduga sudah terjadi sejak 2019, belum pernah terdengar ada penindakan dari pemerintah daerah ataupun aparat keamanan di Nunukan.

UPT KPH Nunukan dan DLH Nunukan sama-sama beralasan bahwa mereka tidak lagi memiliki kuasa pasca-kewenangan ditarik ke provinsi dan pemerintah pusat.

https://regional.kompas.com/read/2022/02/05/072827978/dugaan-pembabatan-mangrove-di-nunukan-sejak-2019-dlh-kaltara-aneh-kok-kami

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke