Nazir berkata, saat demo itu berlangsung dirinya sedang dinas luar daerah sehingga tidak berada di kantor dan tidak bisa menemui para demonstran.
Terkait isu pemaksaan vaksinasi bagi siswa maupun santri di Aceh, kata Nazir, sejauh pemantauan di lapangan tidak ada unsur pemaksaan.
“Sejauh yang saya lihat langsung, itu tidak ada paksaan. Meski begitu, kita telusuri informasi itu. Tidak boleh ada unsur paksaan, bagi yang mau vaksin anak-anak ya silakan. Bagi yang tidak, ya tinggal tandatangan (pernyataan) tidak bersedia divaksin oleh orangtuanya,” ucap Nazir kepada Kompas.com dihubungi lewat telepon, Kamis (3/2/2022).
Nazir berjanji akan memanggil Dinas Kesehatan Aceh Utara dan tim vaksinasi daerah untuk membahas persoalan ini.
Pantauan di lapangan
Dari pantauan Kompas.com di lapangan, demonstrasi ini diikuti oleh puluhan atau ratusan orangtua dan anak-anak.
Mereka melaporkan tentang ancaman pihak sekolah dan pesantren soal vaksinasi Covid-19.
Demonstran mengklaim, jika tidak mau vaksin, maka anak mereka akan dikeluarkan dari sekolah dan pesantren.
Koordinator aksi, Teuku Muhajir, dalam orasinya menyebutkan ada sekolah dan pesantren yang mengancam murid dan santri.
“Jika tak vaksin, maka tak bisa ikut ujian, tak diizinkan sekolah dan lain sebagainya. Bahkan ada yang mengancam akan dikeluarkan dari sekolah dan pesantren. Ini keluhan seluruh orang tua di Aceh Utara,” terangnya.
Dia menyebutkan, program vaksinasi untuk anak diatas 6 tahun, sambungnya didukung oleh orangtua. Namun, harus diberi kebebasan agar orangtua menentukan sendiri apakah anaknya diizinkan untuk mengikuti vaksinasi atau tidak.
“Jangan main ancam. Ini yang kami laporkan ke dewan sebagai perwakilan masyarakat,” tegasnya.
Selama dua jam berdemonstrasi hingga aksi bubar, tidak ada perwakilan DPRD Aceh Utara yang menerima aksi itu. Puluhan polisi berjaga dibalik pagar DPRD Aceh Utara.
https://regional.kompas.com/read/2022/02/04/110310178/soal-demo-tolak-pemaksaan-vaksinasi-di-aceh-ini-kata-ketua-komisi-v-dprd